Ilustrasi: Handy Saputra
Lagu Taman
serombongan angin mengungsi ke taman
berlindung di samar malam
mendamparkan cuaca rawan
penguasa yang pulas
disepuh persekongkolan
laron pun paham, kampung yang sesak ranjau zaman
tertatih bernapas di rusuk taman
sementara kesedihan dalam kamar
membiak bom tak berkesudahan
membakar sekerat negeri
menerjang pendar purnama
lampu di halaman melindap
sesak ampas durjana
singgah dari tangis
menuju lara sesiapa
merangkai laporan sederhana
tentang kekasih yang tak lihai
berselancar di pengap cerita
Selaksa Kehadiran
pada ruang yang lengang
kau raba kehadiran
antara lukaku dan senyummu
tersaruk kita lintasi
awan limbubu
nyawa terbasuh
menimbun rabu
pada sekerat detik yang tak aman
kita berkejaran
kau tepis hujan kesiangan
kutuai mentari rasan
cendawan lapar
hati terbakar
berharap mendengkur
memukul ingatan
tentang kehadiran
yang tak pernah memandang
namun selalu
kau redam
Gerimis Sore
pada gerimis sore, sebatang mayat terpana
menyimak dari nun jauh
tanpa salam dan suara
pada sore meniris
topan tak menerbitkan dingin
tak semua mesti dicatat
dihempas fatamorgana
kau pun larut
merawat sebidang tanah
ingin seperti mereka
membujuk waktu
dalam bengis gerimis
mumi yang berkeluh-kesah
memamah uap tulang dan kesiur awan
awet dalam terowong kenangan
tempat pusara antri
menertawakan napas
menghambur suir nanar
mengulang kesat
lapar
Narasi Malam
simpulkanlah hidupmu
dalam pesan gawai
mewabahkan jutaan pengkhianat
demi bukti
kau sekadar perompak
menodai putih bumi
menyemak luka dan borok mimpi
bab demi bab tersusun rapi
sejak kau merangkak
mencium pongah mentari
uraikanlah segala terisak di ginjal nadi
menabuh suara tak kau kenal
cahaya tak terserap menghuni langkah
mengantar limbah lidah
mencibir penuh kesumat sunggingan bejat
menghambat mimpi purnama, kremasi bunga
menawan gempita rencana, mempesiang dendang
menjungkir kecipak hasrat
laknat
Pagi Basah Menjemput
seperti biasa, pagi berembun menjaring kornea
kala percakapan urung usai
angin memerah muda
menggumpalkan tahun
bebal di sanding kemeja
pagi yang kau menumpang di lekuk licinnya
terbata melukis lesung pipi mantan
menimbang sayang di memar debar
tak terengkuh bagai layangan
pagi yang tak henti mendidihkan rindu
berlayar menggayut bahu para perayu
masih kau susun ajakan bercengkerama
di rusuk kantin yang tiba-tiba memudar
setelah badai menghapus jejak suara
pagi yang melamban saat kau usir jadwal ajal
adalah hari kau melusuh di kisah banal
gugup merangkai kalimat selamat tinggal
pada kekasih yang tak rela terpahat
di udara majal
pagi yang menukik curam di jagat hayat
melintas memanah mega hitam kesiangan
adalah lukisan yang kau aduk warnanya
sampai puing hujan runtuh
menghantam jurang yang dulu kau sangka
nirwana pembelenggu duka lara
Sepasang Roti
angin dingin membunuh kamar
pengap membekap kumal
sepasang brownies mengintip meja
“hari rinai, kau berselingkuh juga”
melotot mata raksasa murka
lengan gorden melambai
internet enggan menyala, kenangan meniup gambarnya
jalan ke dapur sesak ranjau
pintu rumah digedor
“adakah kopi ini hari?”
sofa sepi menebar wangi hantu pagi
merobek jam dinding
di bawah foto pengantin
sepasang roti kencan di piring
melayarkan kegagapan polisi
menangkap teroris kambuhan
seiris cemilan bersumpah serapah
terdampar di akun sewaan
BIODATA
Mohammad Isa Gautama, kelahiran 1976, mengajar di Universitas Negeri Padang. Menulis puisi sejak remaja, dimuat di Media Indonesia, Republika, Bali Post, Lampung Post, Jurnal Puisi, Indo Pos, Majalah Sastra Horison, borobudurwriters.id, balipolitika.com, ompiompi.co.id, dan basabasi.co serta seluruh media cetak Sumatra Barat. Puisinya juga dimuat di belasan antologi bersama, yang terbaru “rendezVOUS!” (Puisi-puisi Pilihan Bali Politika 2022). Tiga buku puisi tunggalnya, Jalan Menangis Menuju Surga, (Basabasi, 2018), Bunga yang Bersemi Kala Aku Sunyi, (Bitread, 2019) dan Syair Cinta tanpa Kopi (hyangpustaka, 2022). Buku kumpulan cerpennya, Pada Sebuah Khuldi (basabasi, 2023). Emerging writer dalam ajang Ubud Writers and Readers Festival 2017, terpilih pada Borobudur Writers and Culural Festival 2019. Dapat disapa di IG @migatama.