DENPASAR, BaliPolitika.Com– Final lomba tari virtual se- Kota Denpasar serangkaian hari jadi ke-30 Yudistira Association menjadi suguhan spesial di Gedung Dharmanegara Alaya- Art and Creative Hub, Minggu (15/11/2020). Sebelum 12 finalis unjuk kebolehan di hadapan dewan juri, “nakhoda” Biro Bantuan Hukum Yudistira Association, I Nyoman “Ponglik” Sudiantara kedatangan seniman spesial. I Gusti Ngurah Jaya Negara, calon Walikota Denpasar tampil lewat suguhan Tari Topeng Keras.
Jaya Negara tampil memukau di hadapan Guru Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST.,MA yang purnabakti (pensiun) sejak 1 Mei 2018, Anak Agung Anom Putra, SST.,M.Si., Anak Agung Ketut Oka Adnyana, SST.,M.Si, Dr. Ni Made Wiratini, SST.,MA, Tjokorda Istri Putra Padmini, SST.,M.Sn, dan Gusti Ayu Ketut Suandewi, SST.,M.Si. yang didaulat sebagai dewan juri. Penampilan Wakil Walikota Denpasar dua periode itu juga menjadi suguhan istimewa bagi sejumlah birokrat, politisi, advokat, pengusaha, serta penikmat seni di tengah pandemi Covid-19 yang merontokkan sendi-sendi perekonomian Pulau Dewata.
“Saya sangat tahu Turah Jaya Negara adalah seorang seniman. Sosok yang sangat mencintai seni budaya. Dalam momentum ini, saya sangat berharap Beliau tampil sebagai pribadi seorang seniman untuk menunjukkan kepada publik bahwa politik yang dikawinkan dengan seni melahirkan nilai kepemimpinan luar biasa,” ucap I Nyoman “Ponglik” Sudiantara.
Turah Jaya Negara, ungkapnya sosok yang tidak tercerabut dari akar budaya leluhur meskipun sibuk dengan tugas sebagai birokrat dan politisi. Di sela-sela kesibukan di Pilwali Denpasar 2020, Turah Jaya Negara dinilai masih punya waktu mengembangkan pribadinya sebagai seorang seniman. “Politik dan seni berjalan beriringan. Politik yang berpadu dengan seni memiliki daya tarik tersendiri. Jaya Negara mampu menampilkan dirinya utuh. Dalam kapasitas seniman, Beliau mempunyai daya tarik tersendiri. Intinya, dalam politik tidak harus seseorang fokus politik, politik, politik melulu. Budaya ini memberikan warna pada politik yang lebih peka pada urusan kemanusiaan. Tidak melulu soal perebutan kekuasaan,” tegasnya.
Lebih lanjut, “Ponglik” Sudiantara berkata rugi Denpasar mengklaim diri sebagai kota berwawasan budaya bila pemimpinnya tidak paham dan menghayati serta mengimplementasika kebudayaan. “Ini sebenarnya sebuah implementasi yang sudah diwujudkan oleh Jaya Negara,” tutupnya. (bp)