lustrasi: Ignatius Darmawan
GAGAR MAYANG KEMBANG KENANGAN
: Marsinah
Belum cukup gelap dari pada tiga malam
Dalam penyekapan oleh kuku-kuku kapitalis
lewat asisten yang bengis
Dijemput dari tempat kos-kosan sempit
Lalu dihimpit dijepit luka menganga
Langit merintih menampung perih
Sepanjang masa orang mudah lupa
Ingin menabur upah lumrah
Tanpa harus marah-marah
Menggelar demo menggedor-gedor langit
Kekuasaan yang jauh dari jangkauan
Kepalan tanganmu dingin
Bola matamu tetap mencorong
Di porong gelora dada pecah
Buruh murah kaum rendah
Di titik nadir rezim terparah
Belum cukup terang matahari terkini
Memapar benderang dalam gelap
Ketika gedung-gedung dewan
Kantor bupati, kantor gubernur biro sejati
Terbakar luapan api kemarahan
Upah yang masih rendah
Dibantai harga-harga menjulang tinggi
Nasib karib rekan sepabrik
Dari nglondo ngawi berakhir
Pada tepi hutan wilangan nganjuk
Tubuhmu remuk digaruk-garuk
Para brekasan setan gentayangan
Merobek-robek organ kemanusiaan
Cinta dibalas luka di atas duka
Yang terus menetes-netes
Kidung wuyung terhuyung-huyung
Rindu payung untuk berlindung
Jasadmu melintang di awang-awang
Sukmamu terbang melayang
Mencari keadilan yang setimpal
Belum cukup mati perawan
Sebagai tebusan harga termahal
Engkau rela buat tumbal
Jika cinta sepenuhnya untuk perjuangan
Kaum buruh jangan mengeluh
Kerja sehari, utang dua hari
Kerja seminggu bon menunggu
Kerja sebulan tak bisa bertahan sebulan
Walau hanya untuk sekedar makan
Memperpanjang nafas kehidupan
Sudah cukup upacara siraman
Ronce melati dirangkai-rangkai
Wangi kenanga jadi kenangan
Sesaji penuh peduli melintasi langit
Hatimu penuh semangat
Terpacak di hati para buruh seluruh
Mengenang di bawah tugu kesetiaan
Semangatmu
Tanjung Anom, 2024
PANANJUNG PANGANDARAN
: Susi Pudjiastuti
Dari muara kalipucang angin kencang
Setiap hembusan adalah kabar mekar
Wangi ikan keringat nelayan berlabuh
Pada tangkahan pelelangan nasib
Usai bertempur di laut kemelut
Membongkar tangkapan hati berdebar
berkeranjang-keranjang menang lelang
Ikan segar-segar dikalengkan
Engkau menampung sepenuh cinta
Jadi bandar besar berkibar-kibar
Ibu jantung berdetak lembut tak berkabut
Bagi laut kerinduan segala hidup
Citanduy membawa sekeping rindu
Kabar dari galuh pakuan masa lalu
Diiringi tanah-tanah basah yang mengeruh
Angin laut kidul menyundul-nyundul
Anak pantai tak ingin santai
Ombak ganas tangkap lepas
Pantai melambai pasir mendesir
Hitam putih cita-cita terbang tinggi
Menembus langit tertinggi
Engkau berlari-lari kecil dalam istana
Diamanatkan menjaga ikan
Agar tetap berenang-renang ke tepian
Sembunyi dari para pencuri
Yang serakah menjarah lautan
gerombolan perompak dan lanun
Menguras lautan mencuri kedaulatan
Jika cara halus tak didengar kawan
Bakar dan tenggelamkan!
Laut biru mengabut hitam
Di udara pesawat-pesawatmu
Tetap menebar senyuman
Kini engkau begitu bahagia
Setiap saat terus mengecek ombak
Membaca lautan membaca kehidupan
Gelombang ganas telah dijinakkan
Kabut kemelut telah tersingkap terang
Bebas lepas segala cuaca
Digenggam dengan seutas senyuman
Tanjung Anom, 2024
MOJANG PRIANGAN YANG SABAR
: Inggit Ganarsih
Engkau mojang kembang priangan
Bertahta intan kesabaran
Dalam mengelola cinta suci
Kepada pemuda yang baru tumbuh
Pada dadanya bergemuruh
Di cerukan kota kembang
Di lingkaran labirin biru
Kecapi melengking damai
Degung mendengung agung
Awal perjuangan api berkobar-kobar
Membakar renjana di pengasingan
Dalam suka-duka sulitnya merasakan
Jabang negeri antar kelahiran
Cinta yang sulit tetap dipertaruhkan
Engkau mengantarnya ke gerbang
Tanah merah air putih
Berani suci cinta sejati
Menjahit waktu menyulam kain setia
Padamu jiwa raga ini ibu pertiwi
Apa arti lima belas sen
Lebih dari seringgit tetap terpingit
Ikhlas tekad demi kemerdekaan
Yang diidam-idamkan setiap insan
Engkau tabah dalam gerabah
Mudah pecah tetap disangga
Ibarat memeluk pokok pisang
Pun hati terbakar tetap tersungging
Senyuman paling menawan
Itulah pancaran jiwamu terdalam
Engkau adalah pahlawan sejati
Cintamu telah terukir indah di langit rasa
Sejarah telah mencatat di tugu batu
Tak lapuk hujan
Tak lekang panas
Tak hancur zaman
Sekeping emas hidup telah lepas
Kembang priangan yang paling sabar
Menembus pekatnya cinta terpapar
Demi negeri ini merdeka
Berkibar-kibar sepanjang zaman
Tanjung Anom, 2024
KIDUNG TENGAH MALAM
: Soimah
Dari pati gadis manis itu pergi ke jogja
Sekolah seni belajar menari dan nyanyi
Dari dusun ke dusun menyusun
Dari desa ke desa main drama
Kethoprak, nyinden juga melawak
Dari panggung ke panggung
Sampai ke pucuk gunung
Puncaknya jakarta hingga manca negara
Woyo-woyo, he ah, he ah, eh ah!
Menari dengan hati
Menyanyi dengan cinta
Campursari meresap jiwa
Dangdutan tetap bertahan
Lapas tawamu lepas deritamu
Derajat keluarga terangkat mempesona
Kidung tengah malam membahana
Derita berakhir Bahagia
Ada kidung mengalun di tengah sunyi
Tetaplah teguh melupakan lara
Lupakan semua
Bahkan dari gangguan setan
Tidak tahu datang dari segala penjuru
Memburu dibagi waktu
Padepokan gebyokan kayu jati
Seperangkat gending slendro-pelog
Jejer pakeliran bedol kayon
Gadis pati itu memerankan setiap lakon
Dengan penuh penghayatan
Dunia pun tersenyum lebar
Di balik wajahnya yang tetap segar
Ia menyimpan kenangan pedih
Yang diasinkan
Tanjung Anom, 2024
STAMBUL KEMBANG KACANG
: Waljinah
Dari desa ke desa saat corong masih
Diikat tinggi di pucuk kelapa
Musim panen telah usai
Padi ditumbuk-tumbuk pada lesung
Sisanya disimpan di lumbung
Pesta nikah, sunatan, bersih desa diusung
Di antara siur angin menuju gunung
Suaramu mengalun ombak segara kidul
Cengkok wangi melati merambat di hati
Kembang kacang, kembang glepang
Di tanam pada sudut hati yang lara
Melupakan zaman serba sengsara
Guyub rukun sama tetangga
Dengar orkes rakyat selepas senja
Hati terhibur oleh suaramu membahana
Lumpur menjadi ratna
Stambul berbisik-bisik di telinga
Sampai belalang pun terpesona
Semarang sungainya banjir
Beras mahal tak usah dipikir
Jangkrik genggong teruslah menggonggong
Saat anjing-anjing cuma pada bengong
Lama tidak jamu
Jamu daun pepaya
Lama tak bertemu
Jika bertemu pura-pura lupa
Walang kekek belalang kadung
Usia boleh tua, suara merdumu
Masih bisa melintasi seribu gunung
Ikan lele mati dipukul
Pukullah pakai tongkat komandan
Jangan sepele sama perempuan
Ditinggal pergi kau kelimpungan
Jangkrik genggong
Reformasi cuma banyak omong
Mendayu-dayu cengkok suaramu
Melaut gembira membangun desa
Desa-desa sudah menjelma kota
Di dunia maya suaramu makin bergaya
Menghibur hati yang sedang goyang
Memikirkan utang bunga berbunga
Si walang kekek belalang kadung
Hati yang resah seperti ditelikung
Dari kota sampai ke pucuk gunung
Keroncong sejati tetap bersenandung
Tanjung Anom, 2024
TAMAN BUNGKUL & BANSOS SUWUNG
: Tri Rismaharini
Sejak di kota pahlawan penuh kenangan
Namamu berkibar-kibar
Semangatmu berkobar-kobar
Pekik merdeka kembali bergaung
Bebaskan got-got yang tumpat
Sampah-sampah berserak bernaung
Agar kawula alit bisa terus merapat
Jangan ada jarak antara pejabat
Bangun taman kota yang indah
Panas kota tetaplah ramah
Surabaya pijar data
Data nasional garis di bawah
Kepasrahan anak-anak tak bisa sekolah
Gang doli menghitam dilabur putih
Taman bungkul bukan sekedar indah
Ibu kota tempat mengawal data-data
Atas nama negara bagi-bagi nikmat
Nikmat harta nikmat pajak
Dari rakyat kembali ke rakyat
Semuanya harus jelas
Tak peduli, walikota, gubernur, menteri
Ini soal sikap birokrat sejati
Melayani bukan minta dilayani
Rakyat meluas jangan cemas
Rakyat antri jangan grogi
Katamu yang tak ada kupon
Jangan ambil bagian dulu
Data terkini orang sudah mati
Masih tercatat di sini
Cari solusi jangan cari perbedaan
Semua bakal kebagian
Bencana di mana-mana
Bantuan negara harus disalurkan
Jangan mengendap jadi bancakan
Menari-nari di atas luka demi luka
Negeri ini masih banyak ibu-ibu
Yang masih memeras asi sendiri
Untuk buah hati penerus negeri
Maaf yang tak terdata jangan kecewa
Esok lusa kita perbaiki data
Tanjung Anom, 2024
BIODATA
S. Ratman Suras, kelahiran Cilacap, 59 tahun lalu. Belajar menulis secara otodidak. Puisi-puisinya telah dimuat di beberapa surat kabar dan media online. Novel terbarunya berjudul “Sandeh” (Swarnadwipa, Medan, 2024).
Ignatius Darmawan adalah lulusan Antropologi, Fakultas Sastra (kini FIB), Universitas Udayana, Bali. Sejak mahasiswa ia rajin menulis artikel dan mengadakan riset kecil-kecilan. Selain itu, ia gemar melukis dengan medium cat air. FB: Darmo Aja.