DATA: Gambar jumlah kasus bullying di Indonesia.
SAYA Ni Kadek Dinar Wulan Pratiwi sebagai penulis opini yang berjudul “Tak Hanya Luka Luar: Bedah Realita dan Dampak Psikologis Bullying di Indonesia”.
Di sini saya akan memaparkan dan menjelaskan sedikit informasi yang saya dapat dari beberapa sumber terpercaya. Jika ada kata atau tulisan yang kurang berkenan saya pribadi mohon maaf yang sebesar besarnya. Karena, informasi yang berada dalam karya tulisan ini semua bersumber dari media sosial kemudian saya kembangkan menjadi lebih akurat jelas dan mudah untuk dipahami.
Meningkatnya Bullying di Indonesia
Bullying adalah tindakan agresif yang biasanya dilakukan seseorang untuk mengintimidasi atau mendominasi orang lain yang dinilai lebih lemah dibanding diri seorang pelaku pembullyan. Perilaku penyimpangan sosial ini dapat terjadi di mana saja, mulai dari lingkungan sekolah bahkan hingga lingkungan kerja sekalipun.
Melansir dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), telah tercatat terjadi sebanyak 226 kasus perundungan pada tahun 2022 yang menjadi teror untuk anak-anak yang masih menginjakkan kaki di bangku sekolah.
Beberapa jenis perundungan yang biasanya terjadi oleh korban di antaranya bullying fisik (55,5 persen), bullying verbal (29,3 persen), dan bullying psikologis (15,2 persen).
Sedangkan, tingkat jenjang pendidikannya siswa SD menjadi korban bullying terbanyak sekitar (26 persen), siswa SMP (25 persen), dan siswa SMA (18,75 persen).
Perundungan atau bullying yang terjadi di beberapa sekolah di Indonesia disebut “sudah mengkhawatirkan lantaran sampai mengakibatkan kematian,” menurut Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti.
Dari aspek hukum, bullying diatur dalam Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76C UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidana 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak Rp.72.000.000, 00 (tujuh puluh dua juta rupiah) dan Pasal 345 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Contoh kasus Bullying yang pernah terjadi di indonesia antara lain kasus bullying di Sukabumi di mana siswa kelas 3 SD patah tulang hingga dugaan intimidasi dari sekolah yang terjadi pada bulan Februari 2023 lalu.
Korban yang masih duduk di kelas 3 Sekolah Dasar (SD) di Kota Sukabumi menderita patah tulang di lengan kanan. Diduga didorong dan dijegal oleh teman sekelasnya hingga akhirnya korban terjatuh dan mengalami patah tulang.
Kronologisnya yaitu, NCS datang dari toilet masuk ke kelas lalu melihat teman-teman saling tarik-tarikan di kelas, NCS coba menolong satu temannya, tangannya dilepas dan temannya terjatuh hingga NCS tersandung dan ikut jatuh lalu tangannya patah.
Namun, kronologi tersebut hanya rekayasa yang dibuat oleh guru kelasnya. NCS akhirnya baru berani menceritakan kejadian sebenarnya setelah beberapa kali DS curiga dengan kronologis yang diceritakan putranya itu, hingga pengakuan sebenarnya diungkapkan sang anak dan membuat syok.
Bahwa pada saat anak saya dalam kondisi trauma berat, tangannya patah dan patahnya bukan hanya patah biasa hingga tulangnya terbalik dibawa ke ruangan UKS bersama pelaku dan temannya itu dan gurunya mengintimidasi dengan cara memberitahu apa yang harus dilakukan dengan berbohong. Jadi gurunya bilang, “Kamu jangan berkata sebenarnya yah,” jelas DS.
Itu hanya satu contoh, masih banyak kasus kasus bullying yang belum terselesaikan. Begitu dengan dampak dari bullying sendiri yaitu dapat menyebabkan stres kronis pada anak-anak. Stres yang berkelanjutan dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka.
Contoh lainnya adalah kasus mata siswi SD di Gresik ditusuk hingga buta pada 7 Agustus 2023. Seorang siswi kelas 2 SD mengalami buta permanen pada mata kanannya akibat ditusuk oleh kakak kelasnya.
Orang tua korban, Samsul Arif, mengatakan anaknya trauma dan disarankan oleh psikolog untuk pindah sekolah. Adapun dia menyerahkan seluruh proses hukum ke kepolisian.
Menurut ayah korban, Samsul Arif, kejadian bermula ketika sekolah menggelar lomba dalam rangka memperingati HUT RI ke-78. Waktu itu putrinya sedang mengikuti lomba di halaman sekolah. Tapi tiba-tiba anaknya ditarik oleh siswa lain yang diduga kakak kelasnya untuk dibawa ke sebuah gang di antara ruang guru dan pagar sekolah. Sang anak, sambungnya, dipaksa memberikan uang jajannya. Namun SAH menolak sehingga membuat pelaku diduga marah hingga menusuk mata kanan korban dengan tusuk bakso. Belakangan anaknya mengaku kalau ternyata tindakan perundungan itu bukan pertama kali dilakukan oleh pelaku. Menurut penuturan SAH, dirinya sering dipaksa memberikan uang oleh pelaku sejak masih kelas 1 SD. Akibatnya korban sering kehabisan uang dan terpaksa tidak jajan di sekolah.
Korban bullying seringkali mengalami penurunan harga diri dan kurang percaya diri. Mereka mungkin merasa tidak berharga atau merasa bersalah atas situasi tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, salah satunya dengan mengembangkan Sekolah Penggerak yang nantinya akan mengumpulkan peserta didik yang memiliki karakter profil Pelajar Pancasila.
Hal ini memperkuat karakter pada anak yang menjadi target Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Prof. Dr. Fasli Jalal, Sp.GK., Ph.D., pakar pendidikan menambahkan sudah cukup banyak norma-norma atau aturan-aturan yang diatur oleh pemerintah. Akan tetapi mau secanggih apa pun peraturan yang dibuat, tapi secara sosial belum diterima dan belum dirasa penting, itu tidak akan berjalan dengan baik.
“Menurut saya kita harus menyadari, terutama para guru secara manajemen pendidikan, bahwa sangat besar dampak negatif dari kekerasan. Walaupun yang paling sederhana, itu adalah bullying. Ini setelah dilihat secara psikologis dampaknya sangat dahsyat sebetulnya. Si perundung membuat anak jatuh harga dirinya dan itu tidak dapat dikembalikan 100 persen,” kata mantan Wakil Menteri Pendidikan ini.
Opini “Tak Hanya Luka Luar: Bedah Realita dan Dampak Psikologis Bullying di Indonesia” ini membahas permasalahan peningkatan kasus perundungan atau bullying di Indonesia sekaligus menyoroti berbagai aspek terkait.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat jumlah kasus perundungan, jenis-jenis bullying, dan tingkat pendidikan siswa yang menjadi korban.
Mengungkapkan juga dampak negatif dari bullying, seperti stres kronis, penurunan harga diri, dan kurangnya kepercayaan diri pada korban.
Upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini, termasuk pengembangan Sekolah Penggerak dan regulasi yang mengatur pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan, juga disoroti.
Mengakhiri opini dengan menyoroti pentingnya kesadaran sosial dalam menangani perundungan dan mendukung para guru dalam manajemen pendidikan untuk mengatasi masalah ini. Bullying adalah isu serius yang dapat memiliki dampak jangka panjang pada anak-anak, dan tindakan kolektif perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini
.