KEDAULATAN GELAP
Malam berangin panas
Menyusuri setapak
Ini jalur buta di bawah bulan
Ambisi bergerak sendiri
Bersama keinginan
menantang penghuni kegelapan
Tangan, tungkai lunglai menggenggam
hasrat berpesta di hening horor
Menjauh dari kegemparan duniawi
Sepatu mall, jaket branded beradu
di hamparan rumput gajah
basah di jalur malam
Suara lirih minta tolong
Panggilan dari arah tak terlacak
Inikah janji mistis keheningan
Sekarang ia merasakan sakit
Sesudah kalah bertarung
Terjungkal ke jurang
Limbung. Lelah bertahan
Luka? Jangan ditanya.
Berkeping. Berpuing
Pemuja pergi satu-satu
Kesepian merecah sisa keriangan
tanpa ampun
Kejayaan yang dijaga ketat
Meleleh dibakar ambisi
Waktu melambat sesudahnya
Memberi ruang bagi setiap orang
tercengang
Menyaksikan akhirnya
Keputusan
Tanpa syarat
Tanpa kata
Tumbang. Hilang
Selamanya
Garis langit entah di mana
Terhalang kabut sepekat kalut
Tambur bertalu di jiwa
Tepat menghantam keangkuhannya
Sebegitunya ia mengemas diri
Jadi raja bersayap kuasa
Tapi rapuh bertarung
Jadi rajawali halusinasi
Hanya pungguk perindu
Nyaring mengganggu
Malam abai
Bulan enggan memahkotai
Kelam jadi makam
Terkubur
Jadi masa lalu
Dilumuri rasa malu
Tanpa api suci
Tanpa perabuan
Larung
2025
WAYANG KAYU
Manusia kaku bergerak monoton
Diiringi suara dalang
Menyuarakan moralitas
Jadi agen kebenaran
Melukai yang tak sepaham
Menjajah
Menjarah kemurnian
Korban-korban bergelimpangan
di wilayah berbatu
Kemuliaannya dikuliti
Luka tak pernah benar-benar sembuh
Dalang menggerakkan
manusia-manusia kaku
Tokoh dan punakawan kaku
Seluruh organnya kaku
Di tangan dalang tongkat sihir
Bermuatan ambisi
Mereduksi kemurnian nurani
Kemuliaan dipatok-patok
Terbelah
Manipulatif
Katamu,
Apa salahnya ada kelahiran
yang dimuliakan sejarah
Ini bukan tentang takdir kelahiran
Tapi bagaimana menyadari
Kemuliaan ada pada semua kelahiran
Tutup semua pintu diskriminasi!
Biarkan cakrawala
tanpa diracuni perilaku jumawa
Sesederhana cinta hadir begitu saja
dari jiwa jagatraya
memasuki ceruk jiwa pendamba
Melunakkan kasih sayang
minus penghinaan
Jiwa-jiwa beku kaku
Melemahkan kemuliaan
Percakapan-percakapan tajam menusuk
Tak pernah menyudahi dendam
Sebagian meleber di pembuangan akhir
sampah arogansi
Menguarkan aroma busuk identitas
Selebihnya menyebarkan
wabah penyakit keturunan
Orang-orang, dengan rasa kehilangan
Memasuki lorong-lorong pelarian
membawa batin penuh peristiwa
Sisa luka menyakitkan
Mendamba pencerahan
Sejauh sunyi
Menjauhi riuh perdebatan
Rasa skeptis telah lama tumbuh
Di kehidupan mahadebu
Bermusim-musim
Pintu waktu membanting angin
Puing manusia kaku terhampar
di murka semesta
2025
PAGI DAHAYU
Selamat pagi
Burung-burung di kabel listrik
Berayun seirama angin
Kupu-kupu dan capung
Ngindang di ladang pacar air
Percakapan pagi dan bunga
Tak sampai separuh hari
Matahari melempar jejaring terik
Menguasai senja
Bidadari penyuka bunga terpesona
warna-warna dan rindu pagi
melamuni cakrawala
Sayapnya mengembang
Lalu mengelana di awan
Bunga-bunga sewarna senja
berladang di hati
Burung-burung bersarang di ingatan
Kupu dan capung melanglang risau
menunggu janji pagi
Bertemu saat fajar jingga
Selamat pagi kabel-kabel
yang melintang di sawah
dan ladang bunga
Jangan kirim sengat ribuan watt
pencabut nyawa
Bidadari kecil berjinjit di pematang
Belajar merasakan tajamnya rumput
Bersapa aroma pagi
Angin memandu senandung hati
2025
LANSKAP LAUTAN
Di laut nelayan tak lagi berjaya
Sampan-sampan tertambat
di pohon waru
Menadah terik
dan hati pilu
Panah-panah amarah melesat
Menyala api memerahkan garis pantai
Padam lewat pembungkaman
Waktu berjalan kuyu
Pagar-pagar bambu memanjang
Ratusan kilometer
Menghadang kemerdekaan
Takdir penghuni samudra
Mengingatkan pada pemakaman
di desa purba
Mungkinkah kita akan ziarah
ke tengah lautan, dan tertegun
di depan epitaf
“Di sini terkubur kemerdekaan”
Pengayuh sampan,
Pemuja Baruna, mengerang
Pertalian patah
Lengking camar adalah jerit nurani
Jangkar-jangkar memutar
tanpa berlabuh
Tangan-tangan tak kasat mata
Menyandera
Suara terpenjara senyap
Langkah-langkah terhenti
Terasing
Membatu
Terusir
2025
MANIPULATIF
Ia…
Naik turun mimbar
Berbicara tentang moral dan
keprihatinan, tapi
Juga….
Keluar masuk pesta kaum sosialita
Tenggelam dalam eforia
Hidup….
Disulap jadi seriang rekreasi
Lalu mengumbar ucapan tak terpimpin
Gerah menyebarkan wabah
Langit semu merah
Berlalu dituntun malam
Menuju kelam
Dinding dan lantai pesta
Bersaksi dengan kejujuran bisu
Bayang-bayang menari dalam remang
Orang-orang bergoyang meliuk
di antara dentum musik
Malam telah mengubah perilaku
Kegelapan menyungkup
Sukma-sukma dalam kuasa kelam
Pelita jiwa mati
Langit semurung kesepian
Vibrasi negatif meraja
Jadi barisan hantu pengacau
kewarasan pikir dan rasa
Udara menguarkan demam meluas
Berputar jadi angin panas
Membentuk kubangan batin
2025
BIODATA
Alit S.Rini adalah nama pena dari Ida Ayu Putu Alit Susrini, lahir di Denpasar, 22 November 1960. Menulis puisi, artikel, esai sejak 1980. Karyanya dimuat di sejumlah media massa dan buku kumpulan puisi bersama. Buku kumpulan puisi tunggalnya: Karena Aku Perempuan Bali (2003), Arunika (2023), Asmaraloka (2024). Ia mendapat penghargaan Bali Jani Nugraha dari Pemerintah Provinsi Bali (2023) dan Buku Puisi Pilihan Majalah Tempo kategori puisi untuk buku puisi Arunika (2023).