Mati
di tepi kolam, kalam berendam,
pada tubuh limbat yang ditangkar.
apakah ikan mati merasakan maut?
perut putihnya mengapung.
katamu, ya. suaraku ternyata suara kasat telinga.
apakah ada surga bagi ikan-ikan?
apakah ada neraka bagi ikan-ikan? tanyamu.
aku duduk di tanah basah,
rasakan dingin rumah para cacing.
kulihat kau menulis dengan ranting,
kutahu kau sedang nampakkan hening.
awan menggantung, katamu.
hujan akan turun? tanyaku.
hanya orang-orang bodoh
yang bertanya hal-hal bodoh.
kulihat, seekor lagi limbat mati,
mengapung, dicabik-cabik limbat lain.
aku pun ditenggelamkan ngeri yang nyeri.
benar-benar nyeri.
Kubang Raya, 19 Desember 2022
Oh
rumah ini hanya diisi kucing manyun dan aku yang melamun.
di luar hujan blambun, sebuah pelukan terkubur-tertimbun
pesan-pesan turun, hangat dan deras.
tentang masalalu yang memalukan,
di desa-desa cuma ada engkau dan seorang teman
sawah hijau melihat wajahmu yang merah,
berjongkok di atas jamban, sementara peganganmu
hanya sebuah tangan teman
di bawah kau lihat ikan-ikan bergoyang,
pikiranmu melayang-layang,
kadang seliar layang putus,
kadang sependam hasrat… “oh!”
di rumah,
ibumu marah-marah tanpa judul,
bagai cerita tanpa ujung,
adikmu keluarkan sebotol hujan dari kulkas,
hujan yang diperangkap di malam jumat.
bu, kak, buka sebotol air dingin ini, ini jimat bagi dingin hati yang jilam,
jangan marah hingga mata merah, jangan diam seperti mulut dilakban.
ibu tetiba diam,
kau tetiba tertawa,
adik kecilmu di ayunan menangis.
di depan pintu, ada bayanganmu kian membesar,
dengan tangan panjang mencari setubuh pelukan.
aku membayangkan “… .“
Kubang Raya, 15 Desember 2021 – 9 Maret 2025
Ke Ladang
ke ladang
cuma untuk pulang
ke jalan kenangan
yang berlubang;
lubang ular
lubang semut
lubang puyuh
lubang masa kecil;
yang aduh.
tapi ladangmu kini
ladang orang lain
tempatmu piknik
dari panik
sepulang dari klinik
dari kota
yang memberimu hampa
tak jemu-jemu
tak ketemu-ketemu, obatnya.
Kubang Raya, Maret MMXXV
Solfège
ada yang menari
meniti musik yang merisik di denyut nadi.
ia biarkan bumi berputar,
dalam tarian-tarian wajar.
seorang dari lorong-lorong sepi,
membanting gitar, mendengar-meresapi denting hujan.
membasahi kepala
melumuri jiwa
ia tenggelam dalam tangga nada.
yang terus bergerak-gerak
mengejek pohon yang berderak
merengek mohon yang berserak.
seperti berak bagi sakit perut di kerak bumi.
Pekanbaru, 2021 – 2025
BIODATA
Muhammad Asqalani eNeSTe. Kelahiran Paringgonan, 25 Mei 1988. Merupakan alumnus Pendidikan Bahasa Inggris – Universitas Islam Riau (UIR). Mengajar English Acquisition di TK Islam Annur Bastari. Menulis puisi sejak 2006. Puisi-puisinya terangkum di berbagai media dan memenangkan sejumlah lomba. Ia merupakan Pemenang II Duta Baca Riau 2018. Pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Cahaya Rumah. Pendiri Community Pena Terbang (COMPETER). Ia mengikuti Residensi Seniman Riau 2023 & 2024. Salah satu Emerging di Balige Writers Festival (BWF) 2023. Adalah Laskar Rempah RI melalui Muhibbah Budaya Jalur Rempah 2024. Buku puisinya Ikan-ikan Kebaikan Terbang dari Sungai ke Langit Lengang, memenangkan lomba buku internasional melalui Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (FSIGB) 2024. Ia pernah liburan gratis ke Singapura karena satu puisi dan membacakan puisinya di Nasional University of Singapore 2019. Kini ia menjadi pembicara atau motivator yang diundang ke berbagai sekolah dan helat sastra, baik di Riau maupun nasional. IG: @muhammadasqalanie.