ALANDRA DAN MATA YANG BERAIR
sepagi itu Alandra mengadu pada manda, matanya memerah
abak bergidik, menepi
manda mengusai stok obat, meyakinkan diri
orang-orang memeras air mata
demi memasang mata paling indah
seperti mata hati abak yang terdampar di jiwanya
adalah mata edisi terbaru saat Alandra tiba
ia akan jadi mata yang mengembarai riwayatnya sendiri
sampai buku tamat
dalam catatan Tuhan
Alandra sadar, air yang menggenang di matanya
bukanlah embun yang terserak saat ia buncah dari perut manda
ia kuatir anak-anak nanah di matanya
adalah banjir bah yang memenuhi jalan-jalan kecil
tempat ia merenda kisah sendiri
bersama seseorang entah di mana
Alandra tak rela jika matanya jadi mata paling basah
kala goyah sedikit saja oleh tiupan Malaikat marah
mengganggu frekuensi sukmanya
yang belum serumit sukma abak
KAKEK MENELPON CUCU
kakek tak pernah tahu, Alandra menanam rindu di balik tugas sekolah
semak suara guru yang menghambat kecipak kaki
atau hardikan teman tentang gaya rambut terkini
kakek tak pernah ingin mengirim berita buruk
tentang hati yang patah berkali-kali
Alandra mematut gawainya, bertanya-tanya
apakah kakek sarapan dengan kacang padi racikan nenek
atau singgah di kantin kampus yang sering becek
Alandra ingin tidur dengan mimpi bermain bola
di depan rumah kakek yang tanpa tiang listrik dan pos ronda
kakek memintal kenangan masa muda
sambil menirukan suara paus menembus udara
di keluasan pandang Alandra
kakek ingin Alandra jadi paus yang membelah samudra
dengan sirip bekal abak dan manda
tak senakal hiu yang merobek haluan kapal
lantas jadi berita di mana-mana
kakek menelpon cucu satu persatu sehabis Isya
di luar hujan lebat menaburkan wangi surga
kakek tak ingin berlama-lama dengan kenangan
karena lembaga masa depan sedang dituang oleh Alandra
berpacu antara omongan nakal dan mesiu
mencemari bunga-bunga
yang selepas Subuh disiram nenek
OKI DAN ALANDRA
Oki selalu bercita-cita jadi orang paling sayang pada Alandra
Alandra memelihara takzim termulia pada Oki
meski tak setinggi nada gitar yang diajarkan Oki pertama kali
kala Alandra baru mengenal betapa air mata adalah pemanis dunia
Oki tak pernah alpa berkabar pada Alandra
bukan karena Oki tak sanggup mengungkap luas cinta pada oma
Oki sadar, senyumnya yang adalah oleh-oleh terbaik buat Alandra
adalah sukacita oma di hari pertama memandang wajah Oki
Oki akan selalu meniti jalan dengan doa-doa yang dirapal menjelang Subuh oleh oma
Oki melangkah menyisir jurang setelah menyepuh semangat di bahu Alandra
di balik rindang awan yang kadang menyimpan buih hujan
Oki tak pernah menangis hanya karena ingin mengubur cinta tak kesampaian
Oki yakin, manda akan marah padanya jika Oki enggan melangkah
menjemput masa depan penuh tawa dan pekik menggema
Oki hanya ingin Alandra tak meniti sawah dengan bedil usang penembak burung
bagaimana pun perburuan paling hakiki adalah di belantara tak bertuan
yang selalu menempa Oki jadi manusia baru
sebagaimana Alandra selalu menitip pandang
tak berlumut pada Oki
AXELLE DAN GIAN
dalam setiap permainan yang kita bangun
setiap Subuh belum matang
serahkanlah seluruh keringat agar cukup sekepal
hiruk kemenangan dan galau kekalahan
dalam setiap gelut yang menghambur
di rusuk hari meninggi
catatlah huruf-huruf teriakan dan umpat
yang terjaring dan memenuh di ventilasi berdebu
karena sore akan membungkam suara-suara tak perlu
tentang keluh para ibu sepulang menabung penat
karena magrib akan mempesiang ayat-ayat
tentang kecurangan dan terseoknya lidah tetangga
dalam setiap doa para orangtua sedunia
kita akan tetap bermain dan menebak
siapakah yang akan diam akhirnya
sambil mengunyah masa lalu
yang hendak dirapal sebisanya
BARALEK TETANGGA
malam ini mempelai bersiap
menghapal kata-kata pengikat
kami berlompa mengintip
tudung saji yang tak bosan sembunyi
di pertelingkahan santan dan seledri
amak menjunjung sambal sejauh kaki berjalan
demi alek yang entah kapan sempat berulang
ditingkah salawat Nabi
berharap dunia penuh bunga dan harmoni
mainan disimpan, masa menyuram
Axelle dan Gian menyeruput manisan serupa mengusir kesedihan
kala bunga hiasan pecah berserakan
sehabis bola disundul tepat di tengah ruang makan
malam nanti main Kim entah boleh ikut atau sekadar tontonan
Axelle meringis, sambal rendang habis padahal disurukkan
para tamu bersalaman bagai tak pernah perang
tenda rusuh digedor angin badai
pawang hujan lupa dipesan
FABIO DAN GANIM
pergilah ke sawah, tempat angin bermukim di pinggang layangan
cuaca sore melipur riwayat main bola yang tak berkesudahan
kadang deru sepakan mendarat di atap tetangga
di lain waktu ultraviolet garang menghadang perburuan
ke ladang-ladang coklat
tempat liburan mendekap
pergilah ke lapangan, tempat rerumputan malu mengabarkan kerusuhan
yang singgah di televisi sering ngadat dan merajuk
kala Opa sibuk mematut remote usang
satu-satunya hiburan usai sibuk menjemput cucu pulang sekolah
dan Oma duduk di ruang tengah menjaga resah
pergilah ke balik mimpi yang masih ranum
masa depan terjulur memanggil penuh halimun
di tengah kota arak-arakan urung rampung, memamerkan kesombongan
para pejabat yang gemar menuai lambaian rakyatnya
namun kesepian di ruang sesak rakus berkuasa
bangunlah, hari menjelang siang
nyamuk-nyamuk belum mau melumuri kaki-tangan
yang masih lapar menendang bola, mengibas bulu angsa
saat dunia khusyuk dengan segala pura-pura
Catatan:
Oki : Om kecil (paman)
BIODATA
Mohammad Isa Gautama, kelahiran 1976, mengajar di Universitas Negeri Padang. Menulis puisi sejak remaja, dimuat di Media Indonesia, Republika, Bali Post, Lampung Post, Jurnal Puisi, Indo Pos, Majalah Sastra Horison, borobudurwriters.id, balipolitika.com, ompiompi.co.id, dan basabasi.co serta seluruh media cetak Sumatra Barat. Puisinya juga dimuat di belasan antologi bersama, yang terbaru “Like” (Puisi-puisi Pilihan Bali Politika 2023). Tiga buku puisi tunggalnya, Jalan Menangis Menuju Surga, (Basabasi, 2018), Bunga yang Bersemi Kala Aku Sunyi, (Bitread, 2019) dan Syair Cinta tanpa Kopi (hyangpustaka, 2022). Buku kumpulan cerpennya, Pada Sebuah Khuldi (basabasi, 2023). Emerging writer dalam ajang Ubud Writers and Readers Festival, 2017, terpilih pada Borobudur Writers and Culural Festival, 2019. Dapat disapa di IG @mohammadisagautama.
Handy Saputra lahir di Denpasar, 21 Februari 1963. Pameran tunggal pertamanya bertajuk The Audacity of Silent Brushes di Rumah Sanur, Denpasar (2020). Pameran bersama yang pernah diikutinya, antara lain Di Bawah Langit Kita Bersaudara, Wuhan Jiayou! di Sudakara Artspace, Sanur (2020), Move On di Bidadari Artspace, Ubud (2020), Argya Citra di Gourmet Garage (2021). Instagram: @handybali.