KOMENTAR: I Wayan Sutita, SH., alias Wayan Dobrak, prakitsi hukum asal Bali saat diwawancarai, Sabtu, 14 September 2024. (Sumber: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Salah satu praktisi hukum asal Bali, I Wayan Sutita alias Wayan Dobrak mengkritisi proses terpilihnya Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Umum (Ketum) Golkar secara aklamasi, dianggap telah menciderai mekanisme partai yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Golkar demi kepentingan pribadi, Minggu, 15 September 2024.
“Artinya, seharusnya dia tunduk terhadap konstitusi. Sekarang Golkar seolah-olah terobok-obok, dari partai terbuka jadi partai yang tertutup. Kok tiba-tiba jadi Ketum, padahal banyak SDM (Sumber Daya Manusia, red) lain yang lebih tepat untuk memimpin. Golkar itu bukan partai perseorangan,” cetusnya.
Selain itu, Dobrak menilai Bahlil kurang memberikan banyak kontribusi terhadap partai berlambang pohon beringin tersebut, seharusnya sebagai seorang pimpinan harus memiliki rekam jejak dan kontribusi jelas bagi partai.
“Wajar saya kritisi, karena menurut saya Bahlil kurang kontribusinya. Selama ini saya tidak pernah melihat dia sebagai kader Golkar. Saya menduga ada skenario besar dibalik ini, ia hanya berusaha membuat publik melihat dirinya lebih baik daripada Airlangga,” lanjutnya.
Untuk diketahui, pengesahan Bahlil jadi ketum tunggal Partai Golkar tertulis dalam Keputusan Munas Golkar 2024 No 11/munas/golkar/2024 tentang pengesahan calon tunggal Ketum DPP Golkar, priode 2024-2029.
Terkait hal tersebut, Wayan Dobrak menduga adanya cawe-cawe Presiden Jokowi ke internal Partai Golkar sehingga pencalonan Bahlil bisa berjalan mulus, ia mengungkapkan bahwa fenomena ini menjadi tanda bahaya untuk demokrasi di Indonesia. (bp/gk)