INTERAKSI PENONTON: Pertunjukan monolog interaksi aktif bersama penonton, bahkan salah satu penonton diajak mengikuti pose iconic Ni Pollok saat menjadi model lukisan
“Apakah Tubuh Wanita ini Hanya untuk Seni?”
“Manakah yang lebih penting, seni atau anak?”
SANUR, Balipolitika.com- Serentetan program apik Komunitas Aghumi digelar sepanjang 2024 ini. Salah satunya pentas monolog Ni Pollok. Monolog dibuka dengan pembagian kartu tarot dan stiker, lalu sosok Ni Pollok yang diperankan oleh Gek Santi menyambut dan mempersilahkan penonton untuk masuk.
Pertunjukan monolog ini terlaksana dengan interaksi aktif bersama penonton, bahkan salah satu penonton diajak mengikuti pose iconic Ni Pollok saat menjadi model lukisan.
Aktor Ni Pollok membawa penonton untuk melihat koleksi lukisan dari almarhum Le Mayeur sambil menceritakan latar belakang kehidupannya. Karirnya sebagai penari dan model, cerita pertemuannya dengan Le Mayeur, kehidupan rumah tangga bersama suaminya, hingga pergolakan batin Ni Pollok sebagai seorang istri dan perempuan.
Monolog oleh Ni Pollok tidak hanya menceritakan tentang kehidupan pribadi, ini adalah sebuah cerita tentang pergolakan batin dan dedikasi yang kuat terhadap seni.
Tak hanya monolog , Aghumi juga menampilkan drama musikal bertajuk “Rahim Bahari”, saat acara penutupan.
Saat acara penutupan Aghumi juga memberikan aghumi award kepada bunda ratih selaku pendiri narwastu autism learning dan beasiswa pendidikan agumi yang diberikan kepada Amelia Niscahaya Ningrum salah satu murid narwastu.
Wulan Dewi Saraswati, Direktur Kreatif Komunitas Aghumi, menyampaikan Ni Pollok Bercerita: Studi Tur Performatif Museum Le Mayeur sebuah Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan, Program Layanan Produksi Media Kategori Pendayagunaan Ruang Publik tahun 2023 yang difasilitasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Ni Pollok Bercerita: Studi Tur Performatif Museum Le Mayeur, berupaya membaca narasi cagar budaya Museum Le Mayeur melalui pendekatan ekofeminisme, yang membawa kesadaran khalayak publik untuk merawat bumi dan mengutamakan keadilan sosial, khususnya bagi masyarakat rentan.
Sejak berdiri pada 2018, Aghumi menjadi salah satu komunitas seni di Bali yang berfokus pada kesehatan mental khususnya mengasah daya cipta seni anak spektrum autisme. Aghumi menggunakan pendekatan praktik kesenian terapiutik partisipatoris dalam upaya terwujudnya penyembuhan, penyelarasan, dan kesadaran-kesadaran diri.
Maka, “keadilan sosial” tak hanya menyoal lelaki- perempuan saja. Melainkan juga diperluas dalam konteks keadilan bagi masyarakat rentan khususnya anak-anak dan disabilitas.
Program ini terdiri atas kegiatan: lomba, diskusi, pertunjukan, dan jelajah museum dalam format studi tur performatif.

1) Tur Performatif Museum Le Mayeur merupakan program jelajah museum Le Mayeur dalam bentuk pertunjukan. Pengunjung akan diantar oleh aktor yang memerankan tokoh Ni Pollok. Ia akan mengajak penonton berkeliling museum dengan memposisikan figure Ni Pollok sebagai subjek yang bercerita.Selain menampilkan koleksi museum, pertunjukan juga menampilkan video Arsip Ni Pollok serta video wawancara narasumber Ni Ketut Arini (Penerima Anugerah Kebudayaan Kemdikbud) yang membicarakan Ni Pollok dari perspektif penari perempuan.
2) Lomba Menggambar dan Lomba Tari Kontemporer merupakan program apresiasi yang ditujukan untuk anak-anak dan remaja dalam rangka merespon Museum Le Mayeur dan Figur Ni Pollok.
Selain untuk mengaktivasi museum, program ini juga diharapkan menumbuhkan kesadaran untuk menampilkan Ni Pollok dari berbagai perspektif. Pasca program, hasil karya peserta juga akan digunakan tim produksi sebagai materi publikasi dalam mendistribusikan figure Ni Pollok ke publik luas.
3) Diskusi “Anak dan Ibu dalam Bingkai Perempuan Penyair Bali” akan menampilkan narasumber Oka Rusmini (Penyair, Penulis) dan Mas Triadnyani (akademisi sastra). Diskusi ini akan dipandu oleh Pranita Dewi (penyair).
Ketiga penyair perempuan mempercakapkan lebih lanjut tentang cara-cara penyair Bali mengekspresikan cinta dan kasih sayang antara ibu dan anak dalam karya mereka. Penyair Bali seringkali menggambarkan hubungan ibu dan anak dengan sentuhan emosional dan spiritual yang mendalam. Dalam puisi, ibu mungkin digambarkan sebagai sosok penuh kasih yang mendidik anak-anaknya dengan bijaksana. Puisi-puisi ini dapat menyoroti pengorbanan ibu, peran mereka dalam membesarkan anak-anak, dan pentingnya bimbingan mereka dalam kehidupan sehari-hari.
4) Pertunjukan Puisi Musikal Anak-anak bertajuk “Rahim Bahari” merupakan pentas apresiasi puisi dengan format drama musikal. Pentas ini merupakan hasil dari kembangan pertunjukan yang sempat dilakukan tim produksi Aghumi, berkolaborasi dengan remaja dan anak-anak. Pertunjukan menawarkan apresiasi puisi bertema laut karya perempuan penyair Bali dari kelahiran 60-an sampai 90-an.
Program ini melibatkan berbagai pihak, salah satunya penyair perempuan Bali. Konteks penyair perempuan Bali di sini dapat dibagi menjadi dua, yakni penyair perempuan yang lahir di Bali dan penyair perempuan luar Bali yang berproses kreatif di Bali.
Adapun yang menjadi dasar pemilihan penyair perempuan ini, adalah (1) khususkan pada karya dan sosok perempuan yang karyanya belum pernah dijadikan sumber bahan apresiasi dalam konteks pertunjukan; (2) Karya perempuan yang mengandung tema laut. Adapun karya dan penyair perempuan yang akan dijadikan sumber musikalisasi yakni: (1) “Di Depan Gerbang Pulau Serangan” Reina Caesilia (1965), (2) “Stateless” Nur Wahida Idris (1976), (3) “Majene” Mira MM Astra (1978), (4) “Melankolia Senja Hari” Putu Vivi Lestari lahir tahun (1981), (5) “Gadis-gadis Tanjung Benoa” Saras Dewi (1983), (6) “Baruna” Pranita Dewi lahir tahun (1987), (7) “Sanur” Ni Made Purnamasari lahir tahun (1989), (8) “Kota dalam Ingatan” Ni Wayan Idayati (1990).
Program/kegiatan Ni Pollok Bercerita: Studi Tur Performatif Museum Le Mayeur menawarkan diskursus wacana perempuan sebagai usaha untuk membuka ruang tatapan perempuan sekaligus sebagai tawaran pengetahuan atas posisi perempuan, dan hal-hal di sekitarnya yang layak untuk diperbincangkan sehingga penting untuk dilaksanakan.
Lebih dari itu, program begitu penting dilaksanakan lantaran digelar di cagar budaya Museum Le Mayeur yang merupakan tonggak penting dalam perkembangan seni kontemporer dan seni tradisi di Bali. Selain itu, program ini melibatkan perempuan penyair lintas generasi untuk mendorong proses kreatif seniman perempuan.
Program ini diharapkan dapat menjadi ruang distribusi pengetahuan bagi karya- karya penyair perempuan Bali sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai keperempuanan dalam kehidupan sosial dan budaya.
Program ini melibatkan teman-teman penyandang disabilitas. Program ini diharapkan mampu membuka wawasan dan empati masyarakat umum terhadap penyandang disabilitas.
Program ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mendistribusikan pengetahuan mengenai karya-karya Le Mayeur dan Ni Pollok kepada publik yang lebih luas sehingga museum ini menjadi lembaga yang produktif dan dekat dengan Masyarakat.(bp/luc/ken)