Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Dr. Ngurah Agung: Kasus Bendesa Berawa Murni Tindak Pidana

PANDANGAN HUKUM: (Kiri-Kanan) Praktisi Hukum, Dr. I Gusti Agung Ngurah Agung, Terdakwa Kasus OTT, Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana dan Kuasa Hukum, Gede Pasek Suardika. (Ilustrasi: Gung Kris)

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Ahli Hukum Pidana asal Bali Dr. I Gusti Agung Ngurah Agung menyebut, kasus dugaan pemerasan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menyeret Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana, merupakan murni Tindak Pidana terlepas dari Pasal 18B ayat 2 Undang-Undang 1945 tentang masyarakat hukum adat.

“Kalau terkait hukum desa adat memang diakui oleh negara, tetapi itu khusus untuk budaya dan adat. Beda cerita dengan OTT Bendesa Adat Berawa, itu murni tindak pidana karena ada dugaan intervensi dari terdakwa (Ketut Riana, red) mengatasnamakan desa adat terhadap coorporate (investor atau perusahaan, red) dan itu tidak dibenarkan. Karena masalah izin dan sebagainya bukan kewenangan dari desa adat,” jelas Dr. Ngurah Agung, kepada wartawan Balipolitika.com, pada Kamis, 6 Juni 2024.

Menurutnya, siapapun yang melakukan upaya pemerasan ataupun pungli (Pungutan Liar) terlebih itu mengatasnamakan desa adat, tentu tidak bisa dibenarkan oleh KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), hal ini tentu menjadi catatan bagi bendesa adat lainnya agar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait pungutan yang mengatasnamakan desa adat, terlebih hal tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi jelas merupakan tindak pidana.

“Saya bukan mempersoalkan soal Tipikor (Tindak Pidana Korupsi, red) tetapi penyalahgunaan wewenang yang mengarah ke tindak pidana umum. Saya setuju kalau itu, masalah tipikor atau apa itu kan masalah kewenangan saja, tapi saya yakin ada tindak pidana di kasus itu. Poin nya adalah, ini kan hukum publik dan negara terlibat dan bertanggung jawab disitu, saya bukan membela tetapi mengapresiasi Kejaksaan yang telah memberikan suatu pembelajaran, agar kedepan tidak ada lagi oknum-oknum yang mengatasnamakan desa adat untuk kepentingan pribadinya,” sentilnya.

Pihaknya berharap negara bisa membuka secara gamblang kasus yang menimpa Ketut Riana sebagai terdakwa OTT, juga kasus ini bisa dijadikan pelajaran bagi pihak lainnya untuk tidak sewenang-wenang dalam menjalankan amanah sebagai Bendesa Adat di Bali.

Diberitakan sebelumnya, pasca digelarnya Sidang Perdana kasus dugaan Pemerasan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bendesa Adat Berawa I Ketut Riana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dengan agenda pembacaan dakwaan, Penasihat Hukum (PH) Terdakwa, Gede Pasek Suardika (GPS) mengungkapkan hal menarik melalui unggahannya di Media Sosial (Medsos), pada Kamis, 30 Mei 2024.

“Kasus ini cukup kilat karena setelah 21 hari sudah dilimpahkan dan belum genap sebulan sudah disidangkan. Kasus express ini berbanding terbalik dengan kasus OTT Imigrasi Bali yang tujuh bulan tidak ada kabar bahkan Tersangkanya tidak ditahan,” ungkap GPS.

Ia juga mengatakan, awalnya di publik didalilkan Terdakwa terlibat jual beli lahan, tetapi kini berubah urusan perijinan investasi Akomodasi pariwisata, isu jual-beli lahan menyebabkan ketertarikan tentang lokasi investasi tersebut.

Dalam unggahannya GPS juga menyebut, investasi dalam kasus itu diduga dibangun di atas tanah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, dari fakta tersebut telah menggelitik pihaknya untuk mencari tahu lebih jauh, ditemukan fakta potensi kerugian negara yang dahsyat atas praktek sewa menyewa tanah rakyat Bali tersebut.

“Khusus kasus ini investornya bernama PT Berawa Bali Utama. Soal bagaimana praktiknya, biarlah disidang nanti akan kami coba ungkap,” jelas GPS.

Ia memaparkan, uang sewa yang masuk resmi ke Pemprov dengan permainan sewa-menyewa diluar itu sangat jauh sekali, praktik permainan memainkan aset Pemprov Bali ini sangat masif dan diperkirakan nilainya bisa mencapai ratusan miliar bahkan bisa jadi menyentuh triliunan rupiah.

“Sebab ada ratusan aset Pemprov Bali yang tersebar di seluruh Bali khususnya di daerah daerah pariwisata yang potensi dijadikan bancakan. Aset itu dipraktekkan awalnya diberikan kepada perusahaan tertentu atau yayasan tertentu. Namun, dengan bermodal perjanjian sewa itu kemudian mereka mengalihkan dengan sewa-menyewa dengan harga dan tarif pariwisata kepada orang asing maupun orang luar Bali,” paparnya.

GPS mengungakapkan bahwa harga sewanya sangat bombastis dan itu semua tidak masuk kas Pemprov Bali, tetapi dinikmati oleh mereka yang menyewakan, diduga hasilnya juga dinikmati oknum-oknum yang memiliki kewenangan untuk permasalahan itu.

“Jika memang mau jujur, sangat mudah membongkar megakorupsi ini karena prakteknya sama dan dengan dikenakan TPPU maka akan ketahuan kemana aliran uang hasil sewa tanah Pemprov Bali tersebut,” lanjutnya.

GPS menilai, dari OTT Bendesa Adat Berawa pihaknya mengetahui kalau sebenarnya tidak ada masalah jual-beli lahan seperti yang diramaikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, dari kasus tersebut justru kasus terungkap ada Aset Tanah Pemprov Bali diduga dijadikan bancakan ke PT Berawa Bali Utama untuk membangun Magnum Residence Berawa, kemudian nantinya dihuni untuk pembeli sewa apartemen yang mayoritas nantinya Warga Negara Asing (WNA). (bp/gk)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!