Ilustrasi: Gede Gunada
Seduh Sulang Secangkir Puisi
: Wayan Jengki Sunarta
mungkin kau telah lupa
che guevara mengisap cerutu
di mejamu, yang berserak
puluhan kanvas perlawanan
dan ratusan diksi pergolakan
kausebut asap-asap revolusi
mungkin kau telah lupa
bait-bait huesca dan arak-arak
memabukkan, dalam serak
kausajakkan kecemasanmu
pada angin yang bangkit
dari kuburan dangkal
mungkin kau tak akan lupa
kita hanya berdua semeja
tanpa che, john, dan cerutu
seduh sulang secangkir puisi
merayakan antologi perjamuan
Ungaran, Januari 2024
Ritual Persembahan
kulangkahkan kaki-kaki pertobatan
menuju kamar mandi penyucian
kutanggalkan satu per satu
pakaian-pakaian keakuan
kugantungkan satu per satu
pemujaan-pemujaan palsu
kuambil perlahan satu per satu
gayung berisi air penyucian
kusiramkan pada satu per satu
bagian-bagian dosa tubuh
kubersihkan satu per satu
dengan pembasuh keikhlasan
kubilas lembut satu per satu
bagian-bagian tubuh nafsu
kukeringkan satu per satu
dengan handuk pengakuan
kukenakan satu-satunya
jubah mandi keyakinan
kuhirup wewangian satu per satu
di setiap harum doa tubuh
kulangkahkan satu per satu
kaki-kaki penghambaan keluar
dari kamar mandi persembahan
tak kutemukan satu pun pintu
selain lubang-lubang tanah
yang memanggil, “Kemarilah kau, satu per satu”.
Ungaran, April 2024
Setelah Gerimis
lorong waktu adalah duka manis
yang kutulis setelah gerimis
serupa tatap matamu menangis
perjalanan ini adalah pemanis
yang kukenang setelah gerimis
serupa rayu cintamu romantis
pintu hatimu adalah magis
yang kupuja setelah gerimis
serupa lirik mantra ritmis
aku dan kamu adalah rumah estetis
yang kita singgahi setelah gerimis
serupa roman-roman dramatis
Ungaran, April 2024
Caleg dan Gadis TPS
telah kupersiapkan buket
empat belas mawar pink
kuselipkan kartu pemilihku
di antara kelopak-kelopak
tak lupa kutuliskan untukmu
“Selamat hari kasih sayang”,
pemuja setiamu yang santuy
rekah senyummu menyambut
kausodorkan kartu-kartu suara
terlipat rapat serupa ingatanmu
yang pernah menyudahi semua
perjalananku denganmu
“Kau terlalu gemoy untukku”,
— gadis TPS yang lugu
kedip matamu membersamaiku
menuju bilik suara sebelah utara
hanya ada paku dan alas busa
tak seperti bilik mesra kita berdua
saat kau jenguk aku di penjara
hanya ada aku dan desahmu saja
— ini adalah jalan ninjaku
tak sepatah kata pun kauucap
saat aku selesai mencelup tinta
hanya kauserahkan kain lap
untuk mengeringkan bekasnya
mungkin perlahan kau mengingat
pernah mengeringkan deras peluh
saat kita bercinta, dan kau berbisik
“Dasar kau, caleg gila!”
Ungaran, Desember 2023
Gadis Bank
di depan teller
tak ada lembaran rupiah
kurs dan bunga bank
terpampang
mataku sesaat basah
bunga desa itu kuingat
tersenyum renyah
tanpa agunan
Ungaran, Desember 2023
Ranum Kepalsuan
mungkin ranum adalah kepalsuan
jika saja aku tak bisa menikmatinya
mungkin tangis adalah kebebasan
jika bahagia adalah bilah luka
Ungaran, Desember 2023
BIODATA
Chris Triwarseno, S.T., lahir di Karanganyar, 14 Februari. Alumnus Teknik Geodesi UGM. Seorang karyawan swasta yang tinggal di Ungaran, Semarang. Buku antologi puisi tunggalnya berjudul: Bait-bait Pujangga Sepi (2022) dan Sebilah Lidah (2023). Buku antologi puisi bersamanya berjudul : Suara-suara dari Gemuruh Selat (Jazirah Empat Belas – 2023), Sebuah Kota Menyambutku dengan Secangkir Robusta ( Indonesia Coffee Summit – 2023), RendezVOUS (Bali Politika – 2023), Pagelaran : Puisi Yogya Istimewa (2023), Lukisan Bumi (2023), Alam Sejati (2022), Puisi Untuk Dokter (2022). IG: @christriwarseno. FB: chris triwarseno.
Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama. Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.