Ilustrasi: Wayan Jengki Sunarta
TEMU
: Riri Satria
aku berasal dari dingin kabut
terbuat dari gigil lereng lawu,
yang dicairkan
oleh angin kering pesisir utara
barangkali seperti pertemuan
asam dan garam.
semua bejana terisi penuh
lalu kosong
lalu terisi dan kosong kembali
begitu seterusnya
hari-hari tumbuh tua
musim di kepala kita
menjadi uban urban
hingga matahari timbul tenggelam
menyala
membara
dalam jiwa
2024
USIA
: Riri Satria
pagi di selasar hati kaum urban,
ada yang santai menyesapi kenangan
di secangkir kopi
ada yang sibuk membaca dunia,
dalam telpon genggam
membaca tanda dan makna peta luka
tapi ada juga yang berlari-lari
tengah menjadi manusia robot dikendalikan
oleh uang dan jabatan di hiruk pikuk tubuh kota
saban hari puisi berlalu lalang di lorong itu
orang-orang kerap bersijingkat mengejar kereta waktu
tapi detak jarum jam berlarian di kepala
tik tak tik tak memutar ingatan-ingatan
yang mulai pudar dari kepala
katamu,
usia hanyalah angka
tapi hidupmu selalu menyala
2024
TERSESAT DALAM PERKARA-PERKARA NYARIS PUITIS HILMI FAIQ
di lembar-lembar puisi yang kau tulis itu
aku seperti membaca hiruk pikuk manusia
yang kepalanya menjadi pasar, etalase,
atau apa saja seperti dunia dalam berita
perkara yang saban hari karib di mata
dan aku tersesat dalam suasana nyaris puitis
di bukumu ada televisi
dalam bentuk diksi
yang mewartakan kehidupan
dan membuatku terjerumus
ke dalam ruang kata-kata
yang dibangun dengan cermat
dan aku tersadar begitu hebat
2023
MANUSIA KOTA SENO GUMIRA AJIDARMA
dari waktu ke waktu
kita hidup menua
menjadi manusia sibuk
yang hilir mudik membelah kota
mengantar luka dan mengambil
napas di pinggiran peradaban
untuk menawar harga diri
yang kian tak berharga
perempuan dan laki-laki
yang bersijingkat lewat
di perlintasan rel kereta
mengejar usia
memesan sunyi paling fana
2020-2023
BELAJAR MENJAHIT KATA PADA JOKPIN
sebab luka mengajariku
untuk bisa menjahit rasa sakitnya.
seperti koyak pada baju atau celana,
atau pada hatimu sendiri
maka, berterima kasihlah pada “luka”
juga pada dirimu sendiri
yang berhasil menyembuhkannya
menjadikan nganga serupa bunga
2020 – 2023
KHUSYUK MENYIMAK SAPARDI
sepi duduk di kursi, sendiri
wajahnya menghadap ke arah selatan
menghadang angin yang bertiup ke utara
enam puluh menit engkau menuang cerita
pada gelas-gelas ingatan dan lembar
-lembar halaman di toko buku itu
aku khusyuk mendengarmu
aku mengunyah jurus yang kauberi
engkau menaklukkan dunia dengan kata
jemarimu meremas angin, memilin diksi
hingga terperas sari-sari puisi, manis sekali
2019 – 2023
KEPADA OMA STELLA
ingatannya serupa peta masa silam
semua tercatat rapi, diperam
menjadi kenangan paling pualam
ketika aku melihat senyumnya
senyum paling ranum, kupetik
dari budi pekerti dan putih hati
tangannya seperti tangan tuhan
membagi cinta di segala cuaca
bagi mereka yang tuna netra
Oma Stella ialah mata jernih
sebuah telaga
yang memberikan air
pada setiap dahaga
cantiknya bukan hanya rupa
hatinya cermin untuk kita berkaca
BIODATA
Emi Suy, kelahiran Magetan dan kini menetap di Jakarta. Ia menulis puisi, esai, resensi dan menyukai fotografi. Email : [email protected]