Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi Gimien Artekjursi

Ilustrasi: Handy Saputra

 

DI PANTAI CACALAN SUATU HARI

—bisakah kau jerat ombak
atau kau perangkap angin
agar tak saling berkejaran
mengikis daratan?—

butir-butir pasir saling berdesakan
menyembunyikan diri di bawah gelombang
dan tanah-tanah mengubur kerasnya
di dasar asinnya air laut
nyaris tak sisa lagi pantai
tempat anak-anak berkejaran
menangkap buih
potongan beton
tinggal ujung
menyembul dari timbunan pasir
tatkala air surut
(dulu di atasnya
jadi tempat pasangan kekasih
saling bercengkrama
menebar ilusi ditemani matahari pagi
atau sekali waktu lelaki paruh baya
duduk berjam-jam mengail kejenuhan
sampai matahari tenggelam)
di sudut
gubuk-gubuk kecil beratap daun nyiur
sebagian nyaris roboh tergerus dasarnya
dan rumah kayu
(di mana orang-orang biasa berbincang
tentang kebohongan dunia
dan mimpi-mimpi tak berarti)
hanya beberapa jengkal
kelak akan tinggal kenangan
jika kau tak bisa jerat ombak
tak bisa menangkap angin
agar tak saling berkejaran mengikis daratan
karena ombak tak kan berhenti menghempas
menyisihkan tanah dan pasir
mengikis tempat kaki berpijak
menggantinya jadi tempat berkubang

jadi
bisakah kau jerat ombak
atau kau perangkap angin
agar tak saling berkejaran
mengikis daratan
agar pantai tak tenggelam?

Kumendung, Desember 2022

 

SEPUCUK CINTA BUAT TANAH BANYUWANGI

banyuwangi, saat aku jauh di tanah rantau
bukan pantai plengkung, teluk hijau, atau pantai boom
yang melintas-lintas di benakku
bukan pula hutan purwo, meru betiri atau baluran
dimana merak, banteng dan jin
saling berbagi tempat dan nasib baik
untuk hidup dan meneruskan hari esok
karena pantai
aku bisa lihat di tempat lain di mana ada laut
dan hutan
bisa kutemui di mana banyak rimbunan pohon dan belukar

gunung menjulang dengan udara menusuk tulang
aku pun pernah mendakinya di tempat lain
meski tanpa api-biru dan asap belerang
tapi keindahan alam ijen
bisa juga kulihat di gunung yang lain

banyuwangi, ketika aku berada di rantau
bukan pula hasil tanah atau kekayaan bumimu yang kuingat:
nyiur, kopi, aneka sayur dan buah
bukan gunung tumpang pitu yang memendam kilau emas
atau ragam kesenianmu yang memikat banyak hati:
tari gandrung, janger, jaranan, dan sekali waktu kebo-keboan
karena hasil bumi ataupun permata
aku bisa rasa dan dapatkan di tanah asing itu
dan semua seni budayamu
bisa kutonton dan dengar lewat gawaiku

bukan, bukan semua itu
yang membuatku ingat padamu, banyuwangi
keindahan atau apapun yang bisa kulihat dan rasa
dengan mata dan lidahku
bisa juga kuperoleh di mana aku tinggal
tapi semua itu tak bisa mengobati rinduku untuk pulang

berapapun lama kupergi
hatiku tak pernah lelap di rumah orang
hanya kakiku yang menjejak, tapi jiwaku tak membumi
ragaku bisa di tanah orang
tapi sukmaku serasa masih tertinggal di sudut kamarku

ketika di tanah rantau aku selalu rindu untuk pulang
untuk bertemu dengan orang-orang terkasihku
karena aku pergi demi mereka
hidupku pun semata untuk mereka
orang-orang terkasih yang kucinta: keluargaku!

Kumendung, 7 Agustus 2022

PESONA BANYUWANGI

banyuwangi membuka pagi dengan matahari
tak lelah meniupkan angin di pantai di ladang di hutan
dengan dendang dengan selendang
mengibas rerumputan dengan harum dupa dengan wangi bunga
apakah gandrung apakah sritanjung
menari dengan tembang dengan selendang
banyuwangi menari sekujur raga
segenap jiwa sepenuh cinta
menari bagai gandrung kasmaran
bagai barong kerasukan
bagai gadis tersandera santet jaran goyang
menari sampai lupa diri
banyuwangi kini menari di semesta raya
di langit biru di gugus cakrawala
di semesta raya
tanpa mantra tanpa sihir tanpa guna-guna
banyuwangi menari melanglang buana
dengan bandara dengan festival dengan budaya
dengan pesona alamnya
melenggang ke semua penjuru dunia
banyuwangi menari tersenyum sepanjang masa

Kumendung, November 2022

 

MENARILAH

langit menari
angin menari
hujan menari
musim menari
semua menari
tak henti menari

masihkah menari:
anganmu?
hatimu?
tanganmu?
kakimu?
matamu?
tubuhmu?

menarilah
menari dengan menari
menari tanpa henti
sebebas jiwa
lepas dari raga
menuju surga

Kumendung, 20 Oktober 2022

 

ATHEIS ATAU MUNAFIK?
: catatan untuk RG

i
ketika padang begitu terbuka
masihkah tak kau lihat tuhan di sana?
di tempat yang sebenderang itu
matamu terbuka yang tak bisa melihat
ataukah lidahmu yang tak mau mengucap
karena hati tertimbun kesombongan?

ii
hinakah seseorang mengakui bertuhan?
terhormatkah tak mempercayai adanya tuhan?
muliakah ia menyembunyikan keyakinan tentang tuhan?

iii
barangkali suatu saat
ketika nafasmu hanya tinggal di kerongkongan
baru kau akan berseru:
“aku percaya tuhan pencipta semesta dan isinya”
seperti firaun menjelang tenggelam
ditelan samudra?
o terlambat!

iv
setitik debu yang congkak
berdiri dengan keangkuhan
hanya demi setetes kenikmatan
mendustakan tuhan di keramaian
apatah untungnya

v
pada akhirnya
semua memang akan berpulang padamu
karena kau tahu
tetapi…..

Kumendung, November 2022

 

CATATAN KAPAL SELAM YANG TENGGELAM
: sebuah ingatan

–para prajurit itu mengembara selamanya
menjelajah seluruh semesta–

dan jasad-jasad beku
tenggelam di dasar terdalam
tanpa lambaian apalagi peluk sayang kekasih
menyusuri palung terjal dan karang-karang tajam
selamanya

dan di ujung cakrawala
burung-burung membawa roh-roh agar tak tersesat
merawat di bawah cahaya matahari
menyucikan dengan harum bunga-bunga
agar tak lupa jalan pulang

dan di pemakaman kubur-kubur mulai menguning tanpa penghuni
berganti mencari mimpi
yang terputus di ranjang-ranjang sepi
doa-doa dari menara suci merambat mencari para malaikat
sampai ke akhirat

dan kubur-kubur mulai menguning
kubur-kubur mulai menguning
dinginnya, o dinginnya
kubur yang menganga
menunggu para syuhada
yang sudah sampai di surga

Kumendung, September 2022

*: KRI Nanggala – 402 tenggelam 21 April 2021

 

TENTANG HUJAN

hujan tak pernah lelah
menjatuhkan tetesnya
di manapun
meski akhirnya hilang
setelah berkubang
atau hanya sekedar melintas
menuju muara
ke laut lepas
memburu mimpi
yang tak pernah tuntas

Kumendung, Oktober 2022

 

BIODATA

Gimien Artekjursi, lahir di Banyuwangi, 3 Agustus 1963. Tinggal di Banyuwangi. Menulis di media cetak dan online di Indonesia. Antologi bersama: Para Penyintas Makna (2021), Pujangga Facebook Indonesia (2022), Jazirah Sebelas: Laut dan Kembara Kata kata (2022). Fb: Gimien Artekjursi.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!