DENPASAR, BaliPolitika– Baru dilantik, Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas yang ditunjuk sebagai Menteri Agama RI menggantikan Fachrul Razi memiliki pekerjaan rumah. PR dimaksud adalah menunaikan komitmen Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi yang menyanggupi permintaan Gubernur Bali Wayan Koster melakukan revisi terhadap buku pelajaran agama Hindu lantaran memuat ajaran Sampradaya.
Sebagaimana diketahui, Fachrul Razi menyatakan revisi buku pelajaran agama Hindu sudah dilakukan. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini buku pelajaran agama Hindu sudah tuntas,” kata Fachrul Razi seperti dilansir dari Antara. Ia mengajak seluruh umat beragama untuk saling menghormati, memiliki sikap toleransi, dan saling bergotong-royong demi kebaikan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Merespons janji Fachrul Razi yang kini tugasnya dilanjutkan Yaqut Cholil Qoumas, Penglingsir Puri Ageng Mengwi, Anak Agung Gde Agung menilai pergantian posisi tak akan memengaruhi pelarangan terhadap aliran sampradaya.
“Soal pelarangan aliran Sampradaya, kalau menurut hemat saya, tidak bisa dilihat kalau Menteri Agama beda (berganti, red) lantas dilupakan. Kementerian Agama memiliki komponen di Bali: PHDI, MDA, dan Dirjen Bimas Hindu. Juga ada gubernur di sini. Saya kira sikap untuk pelarangan terhadap Sampradaya, khususnya Hare Krishna melihat kegiatan yang dilakukan di tempat umum dan sebagainya, sudah merupakan suatu sikap yang solid dari Bali,” ucap AA Gde Agung ditemui langsung, Rabu (23/12/2020).
Ungkapnya, ketegasan Gubernur Bali Wayan Koster menyikapi aliran sampradaya patut diapresiasi. Mengemban amanat sebagai anggota Komite III DPD RI yang membidangi adat, budaya, agama, pariwisata, pendidikan, dan kesehatan, AA Gde Agung mengaku sudah berulangkali membedah polemik yang meresahkan masyarakat Bali tersebut bersama PHDI dan MDA.
Tak hanya di Bali, AA Gde Agung juga menyebut persoalan menjaga kearifan lokal ini dihadapi sejumlah daerah di Indonesia. “Mereka, masyarakat Sunda mulai berpikir lebih serius tentang bagaimana cara menggali kearifan lokal daerahnya. Mereka merasa nilai-nilai kearifan lokal adi luhung yang dimiliki sudah tergerus dan mereka meminta masukan dari kami juga,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, polemik ajaran Hare Krishna dan Sampradaya membuat Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mengintruksikan 1.493 desa adat di Bali untuk tidak mengizinkan alias melarang Sampradaya termasuk Hare Krishna menggelar ritual di setiap pura, fasilitas pedruwen desa adat, dan atau fasilitas umum di wewidangan desa adat. (bp)