Ilustrasi gunung es mencair – Perubahan iklim kian nyata menjadi ancaman manusia di mana bumi kini makin panas dan es terus mencair.
GLOBAL, Balipolitika.com – Dalam beberapa dekade terakhir, suhu Bumi telah mengalami kenaikan yang signifikan.
Berdasarkan data dari layanan pemantau iklim Uni Eropa, Copernicus, suhu global telah menembus ambang batas 1,5 derajat celsius sepanjang tahun.
Angka ini merupakan batas yang ditetapkan dalam Persetujuan Paris (Paris Agreement) 2015 untuk menghindari dampak paling merugikan dari perubahan iklim.
Jika kenaikan suhu melampaui batas tersebut, laju kerusakan tidak dapat direm dan perbaikan ke kondisi semula mustahil dilakukan (irreversible).
Pemanasan global juga ditunjukkan oleh pencairan es di gunung-gunung tropis, di berbagai belahan dunia, termasuk Puncak Jayawijaya di Indonesia.
Mencairnya ”salju abadi” ini merupakan kerugian sendiri karena punahnya ekosistem unik di daerah tropis.
Kerugian lain adalah terjadi gangguan keterhubungan antara ekosistem unik tersebut dengan ekosistem di bawahnya hingga sungai, muara, dan laut.
Suhu Bumi yang meningkat juga tampak dari suhu permukaan laut, yang cenderung meningkat.
Peningkatan suhu permukaan laut ini berdampak kuat pada ekosistem terumbu karang yang memiliki habitat di perairan dangkal. Suhu yang tinggi menyebabkan karang memutih (bleaching) dan mati.
Mengapa Bumi memanas?
Peningkatan suhu ini sudah banyak yang menyebutnya sebagai pendidihan Bumi dan pemanasan global.
Penyebabnya adalah emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida dan metana yang memerangkap panas dalam sistem udara Bumi di atmosfer.
Emisi gas rumah kaca bisa berasal dari proses alam ataupun ditimbulkan dari aktivitas manusia. Proses vulkanologi, pelapukan kayu, serta pernapasan makhluk hidup di antaranya yang menunjukkan proses alami pelepasan CO2.
Sementara itu, aktivitas manusia, terutama pasca-Revolusi Industri 1850 yaitu sejak penemuan mesin uap, memicu pelepasan emisi gas rumah kaca secara besar-besaran.
Aktivitas industri, pemenuhan kebutuhan listrik dari pembangkit listrik tenaga uap, dan transportasi yang berbasis fosil kini menjadi penyumbang utama emisi gas rumah kaca.
Kegiatan lain, seperti penggundulan dan alih fungsi hutan, pengeringan gambut, dan perusakan ekosistem mangrove, menambah parah pelepasan emisi. Ada pula dari aktivitas pertanian/peternakan dan sampah/limbah. (BP/OKA)