KAWAH IBU
sebelum ibu dirayu katakata
suasana getir menghilir takut
sebab kembang api
akan meletus di pucuk pinus
lalu, ayah membawa yoni
dengan sekarung bibit unggul
ia tanamkan di kedalaman rahim
membuahkan janin
gunung berpanggung erotis
melahirkan jabang bayi
ayah mendawamkan kultus
terkubur di lembab gairah
di balik rupa ranum segar
ibu menatap lamatlamat
mawar eksotis berkelindan syahwat
di kawah ibu aku terlelap
hidup penuh isyarat taat
pada keringat ayah menuai badai
maka dari itu
tak kusangsikan lahar
berceceran di sarimu
di telapak kaki ibu
nirwana kutimba
Jakarta, 1 November 2024
GANDRUNG YANG DIGANDRUNGI GENERASI
Gandrung? tarianmu menjaring pikat
berjingkrak di langit pasir malam
tatkala bintangbintang jatuh samarsamar
ke dalam semak hutan tirtagondo
kepada marsan
yang bertapa di lorong desa
ia melihat jelata ke wajah dewi sri
dari kekhawatiran rasa takut lapar
dikejar kolonial untuk dibangunkan
ke dalam tarian paju gandrung sewu
gandrung? tarianmu budayakan kuno
yang ditebus melintasi zaman
kepada tradisi gadis rembulan
lelaki tampan serupa minak jinggo
ia pentaskan rahasia
menggelora ke pertemuan gembira
gandrung? tarianmu dayangdayang
berdandan di keramaian siang
wajah semi bermata perak
telah lama dipinang wabah
ibu bernazar kepada semesta
: sembuhlah anakku
kepada semi
yang berselendang mayang
menebusi sumur lahar nazar
pada gelombang nanar berbahaya
menabrak niat di pegangan ranum
ciuman semi tak dapat dilumat
sebab mistik abadi telah lenyap
oh, gandrung yang digandrungi generasi
tentang tarian tradisi itu
semarakkan terus ranah osing
tarianmu tak henti sejenak
sebab tuntunan sunah
sedang berdakwah iringi budaya
dan kita berdua mengatur mata
saling berpegangan tak gemetaran
selamanya akur menjujung kultur
Jakarta, 1 November 2024
MENGALIRLAH AIR KE DALAM SUKULEN DISIRAM HUJAN GUNUNG IJEN
tanah berbatu menjaring air dijerang matahari
aku berselimut kabut mata memikat pasir
di sela kaldera berdinding warna emas keperakan
setelah perjanjian purba magma tumpah
dari letusan dahsyat
di suasana malam aku mengutip bintang jatuh
rasaku memasuki lembah aroma erotis mawar
bergulat aroma mistik melati banyuwangi,
di mana bumi kupijak jiwaku raib ke dalam fana
sebab banyuwangi pintu gaib sejarah
: jawadwipa alas purwo
kepada kisah gunung purba gerbang rahasia
taman berkilauan semenjak batu-batu menjadi cincin
menjadi tugu menjadi tungku
menjadi candi lingga yoni
lalu beristana di lubuk hati kupahat taat
menjadi sajadah tempat memuji
kepada batu sulfur zat asam bermanfaat
untukmu pengunjung bermata lavender
mereka gembira di suasana geopark
cinta ibu abadi pada tarian api banyuwangi
yang pernah mengunggun risau
tanah mengabu menguar melintasi dunia
ke penjuru hebat dibangunkan sulfat
berharap tak ada lagi kekhawatiran
sebab lagu ibu batu air angin tanah
telah menjadi tumpah darah sejarah
dan kepadamu sesajen itu,
masih disimpan di nampan
mengalirlah air ke dalam sukulen
disiram hujan gunung ijen taman geopark
kita kembali merawat pasak tak lagi galak
kelak anak cucu kita terus menari
pada selendang pertiwi
Jakarta, 16 Juni 2024
BIODATA
Romy Sastra lelaki berdarah Minang, berdomisili Jakarta Barat. Salah satu karyanya mendapatkan anugerah puisi terbaik media apajake 2023, dan pernah menghadiri Temu Penyar Dunia di Pantai Chap Bachok Kelantan Malaysia 2018 oleh Pemusi Malaysia. Turut menyukseskan JSAT Banyuwangi 2024. Menerbitkan dua buku puisi tunggal (Tarian Angin 2019 dan Alegori 2023). Karya-karyanya tergabung di 100 lebih antologi buku puisi bersama, Indonesia, Malaysia, Kanada. Nama Romy Sastra terdapat di buku besar Yayasan Hari Puisi Indonesia, “Apa dan Siapa Penyair Indonesia” 2019.
Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama. Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.