Bandeng Terakhir
Tambak itu memucat. Para pemburu daratan
berkubang keringat dan luapan kuasa. Sibuk
mematok sebuah batas.
Seekor bandeng jantan berputar aneh, seperti
mencium bau penggorengan dari mulut para
pemburu daratan itu. Sungguh ia rela ujung
hidupnya berakhir sebagai lauk-pauk belaka,
tapi doanya agar di kehidupan nanti, tetap
terlahir sebagai bandeng, berakhir sia-sia.
Mulutnya membuka dan menutup lebih
lamban, sambil membayangkan setelah
kematian itu, ketika ia turun dari surga,
tambak ini telah jadi perumahan, mal,
atau sebuah jalan tol.
Apakah aku akan dibangkitkan serupa
mereka, kaum pemburu daratan itu? Dosa
apa yang telah kulakukan, keluhnya.
Aku kelak lebih baik jadi wajan bekas
atau sebuah tabung gas melon, kata si betina
sambil mengajak si jantan menenggelamkan diri
menuju dasar hidupnya.
2025
Kepiting
Cinta atau ketika berubah
sebagai luka, sama saja
jika digoreskan di hamparan
pasir. Ini hanya sisa tapak, bahkan
jejak di belakang jejak, capitnya
terus mengumbar api pasang-surut.
Luka atau saat melebar
sebagai sangkaan, sama saja
bila terjepit di sela batu karang.
Itu hanya bekas mimpi, setelah
ucapan di belakang ucapan,
cangkangnya tetap mengeraskan
kemiringan.
2025
Petarung Sebatang Kara
Kepada siapa lonceng itu digemakan
ketika kepalan berhadapan dengan
wajahmu sendiri yang telah pucat
dan menua.
Tak ada lagi sudut agar kau bisa
duduk sejenak dan menarik
nafas panjang dari semua
pukulan galau bertubi-tubi.
Bagaimana sejotos runjam milikmu
mengarah ke udara, sedangkan
seterumu adalah rasa sunyi belaka
yang menepiskan lengan pertanyaan
dari genggaman lain yang
tak kunjung tiba.
Kau sungguh merindukan teriakan kecil
yang memberimu tenaga kata-kata atau
sesekali sebuah bualan yang menjadikan
memar sekujur kenanganmu.
2025
Membayangkan Baris-Berbaris Bersama Chairil
Aku di belakangmu, bukan untuk menunggu
dengan sia-sia atau yang penghabisan
mataku berpaut pada bahumu.
Setelah aba-aba berhitung menderu,
kepalamu harus berpaling ke kanan
agar secepuh cemasmu hilang dalam urutan.
Ah, kini kutahu, berada di sini bersama kelam
dan perhitunganmu, diriku bertukar rupa
dengan yang tak acuh terucapkan si komandan.
Seterusnya, aku tak punya lagi bahan untuk menebar
sikap sempurna bersamamu. Tak ada kata-kata
yang bisa diluruskan, meski tangan sudah dirapatkan
ke badan.
Kelak di luar lapangan upacara ini
kita akan kembali ke Karet
dengan kesunyian masing-masing.
2024
Empat Khayalan Gerak Jalan
; Nirwan Dewanto
Apa yang akan kau kosongkan setelah berhenti
dan sebelum langkah biasa, hanyalah sekian
perasaan bolong saat berhimpun dalam perkara
simpulan tali sepatumu yang mudah lepas.
Apa yang ingin kau hijaukan dari aba-aba maju
seketika melangkah dari sikap sempurna, mungkin
ini sepadan dengan garis masa depan yang enggan
terarungi oleh tatapan kedua matamu yang memerah.
Apa yang hendak kau hentakkan sebelum kaki kiri
menyentuh hamparan kasar, barangkali serupa
cinta setengah buta, padahal telapaknya itu cukuplah
diangkat 20 cm bersama lengan kanan dilenggangkan.
Apa yang harus ia pastikan ketika punggung
ibu jari yang gempal menghadap ke atas
dan lengan kiri yang lampai berpulang
ke belakang tatapanmu.
Boleh jadi kau berulang terhadang
kisah lama si kiri dan si kanan
yang tak sampai-sampai berjumpa
dalam satu barisan.
2024
Asmaradana Baris-Berbaris
: buat GM
Ia dengar derap para pekerja yang berirama sendu
menuju lapangan utara. Seperti suara baris-baris
kematian yang rampak tertelan ke bawah bumi
dan sebagian mengepung semesta pagi.
Kekosongannya melenggang, menembus
pori-pori wajahmu. Tapi ia dan mereka
berbalut harapan sebuah upacara
yang tak pernah kekal.
Kemudian ia menunggu jalan lain
sikap sempurna yang tersamarkan
dalam peta pikirannya. Cinta dan
arah perjalanan yang tersebut-sebut
di semua kitab kuno, namun ia seperti
ingin menatap yang mungkin tersimpan
dalam langkah kaki kiri yang dihentakkan
dan diluruskan selurus-lurusnya seperti
mencari tanah yang menjanjikan.
Cita-citanya terus mengalir sampai
barisan itu. Dan lihatlah, punggung
ibu jari mereka telah menghadap
ke atas hingga lengan kanan diayunkan
ke belakang sudut tatapanmu.
Tapi ia ingin sejenak saja di lapangan ini,
karena angin begitu keras membawa langkah kita
agar perlahan balik badan menuju
barisan lain, menuju panggilan aba-aba
yang tak terdengar lagi palsunya.
2024
Apel Pagi Bersama Petarung Kidal
: Dody Kristanto
Bangun dan bilas badanmu dengan air dingin
agar kulitmu tak terbakar. Keramaslah lebih dulu
demi menolak segala bala serupa beruntusan atau
jerawat langka di dahi
Dan berangkatlah menghadap si komandan upacara
dengan kerajinan seekor semut, sebelum terkepung
tugas-tugas kantor yang tak mungkin kau bendung
saat merapat ke badan.
Demi menahan berkas kehadiran di pojokan,
simpan jurus-jurus pencak mimpimu di laci arsip
paling bawah. Jangan murung, jurus-jurus itu
masih bisa kau panggil sewaktu-waktu bila matamu
sudah takluk oleh sapuan para jawara ngantuk.
Dan mengertilah adab di lapangan ini untuk menjauh
sejenak dari segala pohon rindang. Ambil terik matahari
dan ancangan sikap sempurna setelah si pemandu acara
menutup semua mulut yang masih berdengung
di kerumunan.
Ketika aba-aba lencang kanan diseru
dan teman di samping mengangkat lengan
dengan jari-jari mengenggam sampai menyentuh
bahumu, percayalah, ini bukan acaman. Jangan
tangkis atau menguar serangkai pukulan kidalmu,
hingga badan si teman tumbang berkalang tanah.
Berjagalah, jika amanat ini terlanggar, semua riwayatmu
bakal tamat setelah bubar upacara ini.
2024
BIODATA
Yana Risdiana, lahir di Bandung. Larik-Larik dari Jurus Dasar Silat Cimande (Inboeku, 2018) merupakan kumpulan puisi tunggal pertamanya yang masuk nominasi 20 Buku Puisi terbaik Sayembara Buku Puisi HPI 2018 dan memperoleh Anugerah Pustaka Terbaik 2019 (juara II) untuk kategori puisi. Kini berdomisili di Bandung.