BADUNG, Balipolitika.com- Konsultan properti Colliers Indonesia menyoroti tren penurunan kinerja bisnis perhotelan di awal tahun 2025.
Head of Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto menjelaskan bahwa penurunan bisnis perhotelan ini sudah sangat terasa dan faktanya membuat sejumlah hotel, khususnya di luar Bali memilih “gulung tikar”.
Di Provinsi Bali, terutama Kabupaten Badung yang merupakan jantung pariwisata Pulau Dewata, kondisi ini diperparah oleh “gaya baru” berwisata di kalangan warga negara asing (WNA).
Salah satu “gaya baru” berwisata itu adalah memilih kos-kosan sebagai tempat tinggal sementara dibandingkan hotel dan villa yang resmi terdaftar di pemerintah daerah.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali menerangkan bahwa berbagai keluhan dari anggota terkait sepinya hotel merupakan fakta.
Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace menyebut faktor pemicu sepinya hotel padahal jumlah kunjungan wisatawan relatif stabil adalah keberadaan akomodasi pariwisata yang tidak teridentifikasi alias bodong, termasuk di dalamnya kos-kosan.
Merespons kondisi ini, Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) DPRD Badung, I Wayan Puspa Negara, S.P., M.Si. mendukung pembentukan tim terpadu pengawasan dan pengendalian atau pengelolaan rumah kos, villa pribadi, dan sejenisnya serta tim optimalisasi pendapatan pajak daerah.
“Akhir-akhir ini pelaku akomodasi wisata formal seperti hotel, resort hotel, dan city hotel serta asosiasi PHRI mengeluhkan sepinya tingkat hunian akomodasi formal yang cenderung rendah, sementara tingkat kunjungan wisman masih stabil. Bahkan, sesuai data dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai menyatakan bahwa secara target jumlah penumpang domestik memang menurun atau tidak tercapai dilihat dari tingkat kunjungan bulan Januari, Februari, dan Maret 2025. Selama tiga bulan, pax atau jumlah penumpang domestik minus 10 persen, tetapi yang internasional naik 10 persen dibanding bulan Januari, Februari, Maret tahun 2024,” ungkap Puspa Negara sembari menjabarkan target Pemerintah Provinsi Bali terkait jumlah kunjungan wisman tahun 2025, yakni ditarget 6,5 juta, naik dari capaian tahun 2024 sebesar 6,3 juta.
“Melihat data kunjungan wisatawan stabil, tetapi tingkat hunian kamar hotel tidak berbanding lurus, maka pertanyaanya para wisman itu riilnya tinggal di mana?” tanya Puspa Negara.
Oleh Pemerintah Kabupaten Badung, ketidaksinkronan itu disinyalir disebabkan karena para turis kebanyakan tinggal di kos-kosan.
Kondisi ini menyebabkan pemerintah didorong untuk segera membentuk tim pengawasan dan penanggulangan pembangunan atau pengelolaan rumah kos.
“Namun demikian, saya mencoba memberikan analisa empirik bahwa wisatawan ternyata tidak hanya tinggal di kos-kosan, akan tetapi tersebar juga di villa-villa private, apartement, town house, dan sejenisnya yang tersebar khususnya di Badung dan Denpasar. Oleh karena itu, saya dukung penuh upaya Pemerintah Badung untuk membentuk tim pengawasan dan pengendalian atau pengelolaan rumah kos dan sejenisnya untuk selanjutnya dapat memperkuat upaya pendataan akomodasi yang jelas menuju pariwisata yang berkualitas. Di sisi lain demi terciptanya optimalisasi pendapatan pajak daerah,” tandasnya.
Puspa Negara menambahkan pihak eksekutif harus sesegera mungkin merumuskan regulasi terkait tim pengawasan dan pengendalian atau pengelolaan rumah kos dan sejenisnya, baik berupa Peraturan Bupati Badung maupun Peraturan Daerah atau Perda sebagai payung hukum pelaksanaannya.
“Saya tetap berharap Pemerintah Badung untuk tetap memperkuat supervisi, monitoring, dan evaluasi melalui unit teknis serta menegakkan law enforcement, menggencarkan patroli, kunjungan, visitasi unit terkait seperti Satpol PP, Dinas Pariwisata, dan DPMPTSP Badung ke zona-zona destinasi. Selanjutnya saya juga mendorong pemerintah daerah melakukan validasi data akomodasi pariwisata dan sarana-prasarana kepariwisataan bekerja sama dengan Puslitbang Universitas Udayana dan universitas lainnya untuk menerjunkan surveyor ke seluruh wilayah Badung atau melakukan sensus pariwisata yang komprehensif di Badung untuk mendapatkan data presisi tentang pariwisata,” desak politisi Partai Gerindra Dapil Kuta itu.
Berbekal basis data yang bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya, Puspa Negara menilai Pemkab Badung akan lebih bisa merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembangunan industri pariwisata di Gumi Keris secara efektif dan produktif.
“Karena hanya dengan data yang baik atau valid kita akan bisa merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembangunan secara efektif dan produktif. Oleh karena itu dalam tim terpadu juga harus dilibatkan badan statistik dan lembaga pendidikan tinggi,” sambung Puspa Negara.
“Di lain sisi, menjamurnya kos-kosan yang diminati para wisman menunjukkan adanya perkembangan keadaan yang dimanfaatkan oleh wisman melalui medsos. Tentu ini adalah bagian dari kelemahan kita di tingkat supervisi, monitoring, dan evaluasi yang harus dibenahi pula. Artinya, kini ada tren wisatawan memilih akomodasi sektor nonformal dibanding akomodasi formal berupa hotel, resort, villa, condotel, dan sejenisnya. Akomodasi nonformal itu salah satunya adalah kos-kosan, villa pribadi, town house, hingga rumah tinggal pribadi di mana mereka rasakan lebih murah, mudah, dan nyaman. Akibatnya, kualitas pariwisata kita terlihat terdegradasi dan murahan. Hal ini tidak boleh dibiarkan dan harus segera dilakukan langkah menggeser kembali pemanfaatan dari akomodasi nonformal menuju akomodasi formal sesuai ketentuan yang berlaku,” tutupnya. (bp/ken)