BH. Riyanto:
Umbu #2
Jangan ditanya
kemana pergi Sang Pengembara
Selain ke sunyi Cinta!
Umbu #3
Kautulis puisi-puisi
di padang-padang kesunyian
Kaudekap segenap rindu
pada Kekasih
Kaupilih
jalan hidup yang Sejati
Hingga
mati pun
kau sungguh abadi!
Vito Prasetyo:
Amsal Cinta
menunggu hari esok
seperti pohon-pohon yang belajar tumbuh
daun-daun di tubuhnya senantiasa menerangkan tentang hidup
dan selalu saja, satu-persatu daun itu gugur meninggalkannya
pada batangnya, (ia) menghitung jarak usia
sepanjang hidupnya, pohon tidak pernah mengenal apa itu cinta
biarkan mengalir, pada terik matahari
pada hujan yang membasahinya
sebab itulah frasa terindah bagi pohon untuk menyatakan cinta
2024
Selebar Jarak Musim
tidak lagi ‘kutemukan pesan-pesan rindu
yang berisi tentang kenaifan cinta
dunia menjelma corong-corong gelisah
semua bersembunyi, mungkin di gorong-gorong
sebab cinta terkadang tersumbat
di balik kata-kata rumit; hingga absurd
membuntukan jalan-jalan air
sejauh jarak mimpi
dan selebar musim; hujan dan kemarau
2024
Muhammad Daffa:
Pengakuan
kubuka kubur
pada diri,
terkuak
puisi tersembunyi
batu-batu dalam darah
beserta sungai disenyapkan
bicaralah! kuberi dunia
dari nganga luka
hidup yang berjalan
menempuh rute panjang igauan
banjarbaru, 231325
Samar Kamar
tiap kali hari mengantar
ke pembaringan
ia bayangkan aku
sebentang jalan
yang dihapuskan
dari semacam dongeng
tapi dongeng telanjur gugur
buah bibir gagal bertutur
orang-orang memakamkannya
jauh sebelum kita
ditulis jari-jemari kata
banjarbaru, 133625
BIODATA
BH Riyanto atau Budi Hariyanto lahir pada 15 Oktober 1973. Melukis dan menulis puisi. Buku-buku puisi tunggalnya adalah “Pesan Pendek Dari Tuhan” (2013), “Suramadu, Kisah Kau-aku” (2015 ), “Hujan yang Mengguyur di Sepanjang Ingatan” (2019), “La’ang”(2020 ), dan “Musim Orang Mati” (2024), “Segeletar Pinggul” (2025). Ia berhikmat mengajar Seni Budaya di SMAN 1 Pademawu sejak 1997 hingga sekarang. Berumah di Desa Kaduara Barat-Larangan-Pamekasan-Madura.
Vito Prasetyo, dilahirkan di Makassar Februari 1964. Bergiat di sastra sejak 1983. Tinggal di Malang. Pernah kuliah di IKIP Makassar. Karyanya tersebar dan termuat pada seratus lebih media cetak dan elektronik. Di antaranya: Koran Tempo, Media Indonesia, Kompas.id, Republika, Jawa Pos, Pikiran Rakyat, Majalah Pusat, dll. Termaktub dalam puluhan buku antologi. Buku Kumpulan Puisi tunggal: “Rindu, Sunyi dan Kematian” (Lentera.app – 2024). Beberapa kali menjadi nominasi dan juara lomba cipta puisi tingkat nasional.
Muhammad Daffa, kelahiran Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 1999. Alumnus Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga. Puisi-puisinya dimuat Bali Politika, Koran Tempo, Kompas, Sastramedia, Majalah Mata Puisi, Majalah Sastra Kandaga, Tabloid WHUUSZH, dan Harian Rakyat Sultra. Buku puisi tunggalnya berjudul TALKIN(2017), Suara Tanah Asal(2018) dan Hantu-Hantu Kepala Ayah(2025). Dapat disapa di akun instagramnya: @sebermulahujan. Kini ia bergiat sebagai redaktur kolom sastra Nyangkem.id.