BALI, Balipolitika.com – Dalam Agama Hindu juga mengenal puasa. Sebab puasa merupakan bagian dari ritual agama, baik agama Hindu, Islam, Budha atau agama lainnya. Bahkan termasuk juga oleh para penganut aliran kepercayaan lainnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, puasa adalah tidak makan dan tidak minum pada siang hari dengan niat tertentu.
“Dalam kamus Bahasa Bali bahwa puasa berarti kenta, brata, dan tapa,” ucapnya Jero Mangku Ketut Maliarsa. Sedangkan dalam agama Hindu pengertian puasa berbeda, yaitu kata puasa berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata upa dan wasa.
Upa artinya dekat atau mendekat, dan wasa mengandung makna Tuhan Yang Maha Kuasa. Intinya adalah mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa, maksudnya adalah memuja keagungan-Nya dengan tidak makan dan tidak minum selama 24 jam.
Serta dengan menerapkan ajaran agama Hindu, dalam hal mengendalikan Panca Indera, mengendalikan hawa nafsu, atau mampu mengendalikan pikiran dan keinginan.
“Melaksanakan puasa dalam ajaran Agama Hindu di Bali, bukan saja tidak makan dan minum. Tetapi ada makna dan hikmah yang mendalam yang harus implementasi dalam hal pengendalian diri, untuk mengekang hawa nafsu,” jelas pensiunan kepala sekolah ini.
Guna mencapai ketenangan dan keharmonisan hidup. “Makanya kata puasa dalam agama Hindu di Bali, dari bahasa Sansekerta yaitu Upawasa,” sebutnya.
Bahwa tujuan berupawasa, adalah untuk menerapkan ajaran agama Hindu dengan memuja kemahakuasaan-Nya agar mencapai tujuan hidup dalam agama Hindu. Yaitu Moksartham Jagadhita ya ca iti Dharma.
Pelaksanaan upawasa, kata dia, harus dengan niat dan keyakinan yang mendalam dalam menerapkan ajaran Dharma atau ajaran agama Hindu.
Dalam pelaksanaanya dengan memuja Tuhan, dengan sarana canang asebit sari atau pejati bahwa ada niat untuk berpuasa sehingga mendapat tuntunan-Nya.
“Begitu juga saat mengakhiri upawasa, juga melaksanakan persembahyangan dengan tujuan menyampaikan rasa syukur karena telah berhasil berupawasa,” imbuhnya.
Upawasa yang oleh umat Hindu di Bali, biasanya pada hari suci Siwaratri, hari suci Nyepi, hari suci Purnama atau Tilem. Kemudian pada hari kelahiran, atau sesuai dengan keinginannya.
“Umat Hindu di Bali tidak mengenal puasa Senin dan Kamis, ini kemungkinan keyakinan Hindu kejawen,” ucapnya. Pada saat upawasa, umat tidak makan dan minum selama 24 jam. Setelah selesai itu, barulah makan.
Lalu tata cara makannya, dengan minum air putih, serta makan yang lembut terlebih dahulu agar tidak mengganggu pencernaan.
“Berkah dan hikmah atau tujuan yang dapat dari melaksanakan upawasa sangat luar biasa,” tegasnya. Di antaranya dapat atau mampu mengendalikan hawa nafsu. Sehingga bisa mengendalikan diri dengan menerapkan ajaran agama.
Sehingga mencapai kebahagiaan lahir batin serta jiwa dan pikiran jadi Shanti dan Jagadhita. Ada pula puasa mutih. Di mana artinya hanya makan nasi putih saja tanpa lauk- pauk serta minum air putih saja. (BP/OKA)