JAKARTA, Balipolitika.com- Perusahaan ritel terkemuka, ACE Hardware (PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (AHI), resmi bertransformasi menjadi AZKO setelah berakhirnya perjanjian lisensi dengan Ace Hardware International Holdings, Ltd. yang berlangsung selama 29 tahun.
Langkah ini menandai dimulainya era baru dengan fokus pada pembangunan identitas merek yang sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan, sambil memastikan pelindungan kekayaan intelektual sebagai prioritas utama.
Lisensi franchise Ace Hardware yang berakhir pada 31 Desember 2024 menandai akhir dari kerja sama yang telah berlangsung lama.
Perubahan ini memberikan PT AHI kesempatan untuk membangun merek baru yang sepenuhnya dimiliki, dengan memprioritaskan pendaftaran dan pelindungan merek AZKO di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum.
Berkaca dari kisah ini, terobosan dari rebranding jenama ini adalah bagian dari strategi PT AHI untuk menciptakan nilai baru yang relevan dengan pasar saat ini. Jadi, setelah lisensi merek berakhir, bukan berarti usaha yang berjalan juga ikut berakhir, tetapi justru dapat menelurkan kekayaan intelektual baru.
“Dalam konteks ini, pelindungan merek AZKO menjadi landasan penting untuk memastikan transisi berjalan mulus dan perusahaan mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional,” ujar Direktur Merek dan Indikasi Geografis Hermansyah Siregar.
“Transformasi ini menjadi kesempatan bagi AZKO untuk memperluas pasar dan menawarkan inovasi baru kepada pelanggan. Dengan merek yang sepenuhnya dimiliki, perusahaan memiliki fleksibilitas lebih besar untuk berinovasi tanpa batasan hukum terkait lisensi,” lanjutnya.
Beragam Bentuk Lisensi dan Pentingnya Pencatatan
Koordinator Pemeriksaan DJKI Agung Indriyanto menjelaskan bahwa lisensi merek memiliki berbagai bentuk.
Agung memaparkan setidaknya enam bentuk lisensi di bidang merek:
- Merchandising Umumnya pada jenis lisensi ini adalah pemberian izin penggunaan karya cipta seperti karakter animasi untuk digunakan dalam produk barang atau jasa selain merek untuk menambah nilai dari suatu produk;
- Franchise Jenis lisensi ini sering dikenal masyarakat. Dengan franchise, pembeli lisensi tidak perlu mengurus perizinan bisnis karena semuanya telah diatur untuk diduplikasi di lokasi lain;
- Brand Extension adalah pemberian izin penggunaan merek oleh pihak lain untuk produk-produk diluar produk utama pemilik merek, contohnya Coca-Cola yang mengizinkan penggunaan mereknya untuk produk sepatu dan topi karena Coca-Cola bukan produsen barang tersebut;
- Co-Branding Sebagai contoh adalah kolaborasi antara dua merek besar untuk menyasar pasar bersama, seperti kolaborasi Apple dan Nike dalam membuat jam pintar;
- Component Branding pemberian izin penggunaan merek yang merupakan bagian/komponen dari produk utama, seperti merek-merek komponen dari berbagai perusahaan dalam satu produk laptop;
- Standarisasi atau Sertifikasi Lisensi ini adalah penggunaan merek yang dapat digunakan oleh siapa saja yang memenuhi standar tertentu yang disyaratkan oleh pemilik merek, seperti logo Halal, SNI, atau ISO.
Menurut Agung, lisensi tidak wajib dicatatkan di DJKI, tetapi pencatatan lisensi merek sangat disarankan untuk memberikan kepastian hukum terutama dalam hal penegakan hukum.
“Pencatatan lisensi saat ini di DJKI juga sangat mudah karena kami telah membangun sistem Pencatatan Otomatis Perjanjian Lisensi Merek (POP Lisensi Merek) yang bisa menyelesaikan proses hanya dalam waktu kurang dari 10 menit,” tambahnya.
POP Lisensi Merek dapat diakses melalui laman merek.dgip.go.id. Pemohon harus memastikan seluruh dokumen dan persyaratan telah lengkap sebelum melakukan pencatatan.
DJKI terus mendukung pelaku usaha yang ingin memperkuat pelindungan kekayaan intelektual mereka melalui layanan pendaftaran merek dan edukasi terkait. Untuk informasi lebih lanjut tentang pelindungan kekayaan intelektual, silakan kunjungi situs resmi DJKI di dgip.go.id. (bp/dp/ken)