Ilustrasi – Kasus HIV/AIDS menurun di Bali, hal ini pun harus menjadi konsen banyak pihak agar kasus ini terus menurun.
BALI, Balipolitika.com – HIV/AIDS adalah momok menakutkan bagi banyak orang, khususnya karena penyakit ini tidak dapat sembuh. Serta penderitanya harus minum obat seumur hidup.
Kasus HIV maupun AIDS di Bali kini telah mengalami tren penurunan. Tren penurunan ini sudah terjadi mulai tahun 2016 hingga tahun 2024 ini.
Hal ini menunjukkan, kepedulian masyarakat terkait permasalahan ini mulai meningkat, termasuk kesadaran untuk melakukan pengecekan hingga melakukan pengobatan bagi yang positif.
Tahun 2015 ada sebanyak 2.529 kasus, dan menurun di tahun 2016 menjadi 2.423 kasus, lalu terus mengalami penurunan, di tahun 2024 hingga Juni 2024 masih ada 989 kasus.
Hal ini berdasarkan pemaparan Pengelola Program PMTS, Yahya Anshori di Komisi Penanganan Aids (KPA) Provinsi Bali saat pembentukan kepengurusan Kader Jurnalis Peduli Aids (KJPA) periode 2024-2027, Kamis lalu.
Yahya memaparkan, dari Januari hingga Juni 2024, kasus HIV baru yang ada di Bali sebanyak 989 kasus.
Hal ini melalui pelaksanaan tes HIV yang menyasar kabupaten dan kota di Bali. Di mana Denpasar dengan kasus tertinggi yakni 400 kasus, lalu Badung 217 kasus dan Buleleng 126 kasus.
“Denpasar tertinggi karena ada banyak layanan dan aktif melakukan screening. Dan ini bukan hanya dari Denpasar saja, karena bisa saja dari luar dan ikut tes di Denpasar,” imbuhnya.
Sementara itu, hingga Juni 2024, estimasi Orang Dengan HIV (ODHIV) di Bali sebanyak 25.739. Dari jumlah itu, 23.495 ODHIV hidup dan mengetahui statusnya, dengan 12.742 orang mengetahui status dan sedang mendapat pengobatan ARV.
Kemudian, 3.776 ODHIV yang minum ARV yang dites VL, serta 3.545 orang sedang dalam pengobatan ARV yang VL-nya tersupresi.
“Tersupresi atau bisa dalam artian virusnya tidur, tidak akan menularkan lagi ke pasangannya, meskipun tidak menggunakan alat kontrasepsi. Namun mereka harus terus mengonsumsi ARV seumur hidup dan tidak boleh putus. Kalau putus maka akan muncul lagi virusnya,” tambah Dian Pebriana, selaku Pengelola Program Monitor dan Evaluasi KPA Prov Bali.
Sementara itu, terkait penularan HIV di Bali sejak tahun 1987 kebanyakan melalui hubungan heteroseksual sebanyak 73 persen, homoseksual 18 persen, biseksual sebanyak 3 persen, dan perinatal 3 persen.
“Selain heteroseksual atau dengan lawan jenis, kasus homoseksual atau disebut LSL juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan,” katanya.
Untuk mengatasi hal itu, pihaknya pun melakukan berbagai intervensi termasuk skrining secara berkala.
Di desa-desa juga dilaksanakan penguatan kader desa peduli AIDS. Untuk di sekolah dan perguruan tinggi juga dilakukan Penguatan Kader Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) & KMPA.
Juga ada program Harm Reduction yang meliputi program Layanan alat suntik steril (LASS), terapi Rumatan Opiate dan perawatan ketergantungan napza lainnya, promosi kondom untuk penasun dan pasangan seksualnya. Pencegahan dan Pengobatan infeksi menular seksual, hingga konseling dan Tes HIV.
Tak hanya itu, jurnalis di Bali juga dilibatkan melalui Kader Jurnalis Peduli Aids (KJPA). KJPA ini beranggotakan jurnalis yang ada di Bali baik dari media online, cetak, televisi, hingga radio. (BP/OKA)