KRITISI: Pengamat sosial Bali, I Made Mariata, S.H., saat menjadi narasumber di salah satu Podcast Channel. (Sumber: FB)
DENPASAR, Balipolitika.com- Menyoroti fenomena yang terjadi di masyarakat Bali khususnya beberapa waktu belakangan ini, salah satu Pengamat Sosial Bali, I Made Mariata, S.H., akrab disapa Pak Dek mengungkapkan hal mengejutkan, terkait Bali rawan krisis sosial, budaya dan pariwisata yang akan menghantam di masa depan, dikutip Kamis, 15 Agustus 2024.
Hal tersebut diungkapkan Made Mariata di salah satu episode Podcast yang diunggah pemilik Channel YouTube “Toilet Mana?”, pada Rabu, 14 Agustus 2024, dengan jumlah tayangannya mencapai 5,939 views, mengatakan saat ini Bali secara perlahan mulai mengalami krisis sosial dan budaya, tanpa disadari generasi Bali mulai kehilangan potensinya untuk menjadi masyarakat yang lebih maju.
Ketergantungan terhadap 5 pilar sektor pariwisata Bali menjadi pola yang mengatur kehidupan bermasyarakat, perlahan tapi pasti mulai menggerus jati diri orang Bali yang hidupnya dikendalikan oleh para pendatang, secara tidak langsung telah merubah karakter masyarakat Bali yang berbudaya.
“Saya melihat harusnya pendatang lah yang harus mengikuti pola hidup masyarakat di Bali. Masyarakat Bali memiliki kearifannya sendiri, jangan diputar balikan sehingga Bali yang harus mengikuti aturan para pendatang. Itulah yang terjadi, sadar tidak sadar budaya Bali dibunuh secara perlahan,” cetusnya.
Selain itu, ketergantungan Pemerintah Daerah (Pemda) terhadap Pemerintah Pusat menjadi hal yang sangat dilematis, sehingga apapun yang akan dilakukan oleh Bali selalu mendapatkan tekanan dari para pemangku kepentingan di tingkat pusat, hal ini dianggapnya telah menghambat proses pemertaan dan pembangunan di Bali.
“Apa tidak bosan? Segala sesuatu harus pusat. Semua harus dipikirkan untuk masa depan. Sekarang saya balik bertanya sebagai contoh, apa ada orang-orang pusat memikirkan berapa banyak tumbuh-tumbuhan ikonik Bali yang sudah punah? Ga ada yang memperhatikan itu,” sentilnya.
Selanjutnya ia mengatakan, sebagian besar masyarakat Bali saati ini telah keluar dari basis kebudayaannya, kejujuran, kebersahajaan dan respek pada alam, basis kebudayaan yang masih tampak terlihat pada masyarakat hanya soal menjaga tradisinya saja.
Lebih jauh dikatakan, contoh nyata yang ia lihat adalah kesemena-menaan pada alam, tanah yang dengan mudah diperjual belikan, karena semata-mata dilihat sebagai komoditas ekonomi untuk memenuhi keinginan, ego dan keserakahan.
“Kasian saya melihat masyarakat Bali saat ini, selalu dijadikan komoditi, dijual murah. Bangun! Bali harus mempersiapkan diri, sudah saatnya lepas dari segala ketergantungan,” tegasnya.
Lemahnya sistem pendidikan, lembaga adat, agama dan budaya menjadi pemicu menurunnya kualitas moral masyarakat Bali, menjadi sebuah persoalan yang harus segera dituntaskan oleh Pemimpin Bali selanjutnya, sejatinya Bali harus segera diselamatkan dari jurang kehancuran.
“Jangan lagi Bali dijadikan korban, semua-semua dipolitisasi dengan menghalalkan segala cara. Kalau seperti ini terus, Bali nyaris tidak adan keteladanan dalam sebuah kepemimpinan. Jadi, jangan salahkan suatu saat di Bali muncul kepengikutan dan kesetiaan palsu pada pemimpin, karena basisnya adalah kepentingan sesaat saja,” imbuhnya. (bp/gk)