KOMENTARI: (Kiri-kanan) Ketua Tim Strategi Pemenangan Mulia-PAS, Dr. Gede Pasek Suardika, S.H., M.H., dan Koordinator Rumah Kemenangan Rakyat – Sekar Tunjung Centre, Drs. I Ketut Ngastawa, S.H, MH., saat diwawancarai awak media, Kamis, 14 November 2024. (Sumber: Gung Kris)
BADUNG, Balipolitika.com- Semakin tegang, itulah gambaran singkat situasi di Badung pasca mencuat kabar adanya indikasi pemanfaatan dana hibah di Kabupaten Badung yang tak sesuai aturan dalam proyek pembangunan Pura di Bualu, sejumlah pihak mulai meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk tegas membasmi adanya Mafia Hibah alias Leak Hibah yang telah menggerogoti uang rakyat Badung, Kamis, 14 November 2024.
Setelah ramai di pemberitaan terkait proyek pembangunan Pura di Bualu yang pendanaannya bersumber dari Dana Hibah Kabupaten Badung hingga menuai permasalahan baru di masyarakat, Ketua Tim Strategi Pemenangan Mulia-PAS, Dr. Gede Pasek Suardika, S.H., M.H., alias GPS mengaku sangat prihatin jika benar adanya indikasi keterlibatan aktor besar sebagai leak hibah dalam delik aduan masyarakat di Bualu, menjadi pertanda agar Aparat Penegak Hukum (APH) baik di Kepolisian ataupun di Kejaksaan untuk segera mengambil langkah strategis, mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi di balik proyek yang menggunakan uang negara tersebut.
“Pertama saya apresiasi kinerja Polda Bali terkait OTT (Operasi Tangkap Tangan, red) Perbekel Bongkasa, saat ini mampu membuka tabir baru dari muncul keluhan warga soal hibah di Bualu. Jika memang benar, seperti apa yang saya baca di banyak pemberitaan, tentu saya pribadi sangat prihatin. Kok ada oknum yang tega merampas uang rakyat? Aparat harus segera bertindak, telusuri semua hibah-hibah yang telah mengalir di seluruh Bali ini. Karena menurut saya, sistem korup ini sudah pasti ada yang menciptakan, sehingga aparat harus segera mengungkap siapa leak hibah ini,” imbuhnya.
Lebih lanjut GPS menjelaskan, sebagaimana pengalamannya berkecimpung di dunia hukum yang telah membawanya menangani sejumlah kasus, pihaknya melihat fenomena Hibah Musibah di Bualu merupakan sebuah sistem, memang dirancang oleh oknum-oknum tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari adanya kebijakan penyaluran dana hibah, khususnya Kabupaten Badung, sehingga ia patut menduga adanya dugaan aktor besar bermain dalam skandal Mafia Hibah di Badung ini.
“Kalau saya menilai dari peristiwa OTT sebelumnya, sebenarnya bukan itu target yang seharusnya. Pasti ada mafianya dan ini yang harus aparat ungkap, disitu banyak uang negara menguap. Metodenya gampang, sekarang sudah ramai pemberitaan tinggal cek ke lapangan, selidiki siapa saja yang terlibat dalam proyek lalu hitung presentase kualitas bangunannya dengan anggaran yang telah dikeluarkan, apabila ada ketimpangan sudah pasti ada leak (Iblis jadi-jadian, red) itu yang makan,” terangnya.
Senada dengan GPS, Koordinator Rumah Kemenangan Rakyat, Sekar Tunjung Centre, Drs. I Ketut Ngastawa, S.H, MH., menambahkan, atas adanya peristiwa OTT ditambah dengan fenomena Hibah Musibah di Bualu seharusnya APH dapat mencari tau lebih dalam, apapun alasannya bagi Kepolisian maupun Kejaksaan sudah sewajarnya mencari benang merah dibalik dasar aduan warga terkait proyek pembangunan Pura di Bualu yang penggunaan dananya dinilai tidak sesuai mekanismenya.
“Instruksi Bapak Presiden Prabowo jelas, ini waktunya mereka (aparat, red) bersih-bersih. Kalau memungkinkan, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi, red) turun langsung ke Bali, cek semua Bansos (Bantuan Sosial, red) yang telah disalurkan. Masyarakat juga jangan takut, ungkapkan semua apa yang menjadi kendala dan fakta di lapangan, biar tidak terus Bali dibeginikan oleh mafia,” cetusnya.
Mengakhiri sesi wawancara dengan awak media, Ketut Ngastawa mengharapkan adanya aksi nyata yang dilakukan APH di Bali, tidak hanya sekedar euphoria sesaat saja pasca OTT di Bongkasa, bahwa ada ikan yang lebih besar untuk dijadikan target sehingga momentum bersih-bersih di Bali ini bisa efektif berjalan.
“Ini semua kan trust issue (krisis kepercayaan, red). Bagaimana momentum OTT kemarin bisa dimanfaatkan dengan baik oleh para aparat, jangan hanya sekedar onani lalu puas. Berdasarkan apa yang saya baca di berita fenomena di Bualu ini sangat TSM (terstruktur, sistematis, masif, red), harus ada niat serius jika mau mengungkap siapa mafia hibah sesungguhnya di Bali ini,” tutupnya.
Proyek Pura di Bualu Gunakan Dana Hibah Kini Jadi Masalah
Diberitakan sebelumnya, bantuan Dana Hibah dari Pemkab Badung kembali menuai sorotan tajam dari masyarakat Kabupaten Badung itu sendiri, pasca munculnya informasi terkait proyek pembangunan Pura di Bualu gunakan dana hibah kini bermasalah.
Pasalnya, Dana Hibah yang diperuntukkan untuk pembangunan salah satu pura di Bualu justru bermasalah.
Sesuai prosedur, Dana Hibah ini adalah Uang Rakyat bersumber dari Pajak yang kemudian dikelola oleh Pemkab Badung.
Selanjutnya, bantuan Dana Hibah ini diajukan oleh warga Kabupaten Badung itu sendiri, yang digunakan buat kepentingan rakyat melalui tahapan pembangunan pura.
Atas dasar tersebut, warga Pengempon Pura di Bualu mengajukan proposal, yang disiapkan oleh Tim Perumus yang berasal dari luar.
Setelah dibuatkan proposal, datanglah Tim Verifikasi, lalu dicek ke lapangan dan disetujui, yang akhirnya Dana Hibah cair senilai Rp 2 milyar ditransfer langsung masuk ke rekening panitia.
Setelah dana masuk Rp 2 milyar, justru ditemukan dana berupa Down Payment (DP) senilai Rp 700 juta tertanggal 26 Oktober 2023, yang langsung diambil dari rekening panitia dan diserahkan ke pihak pemborong atau kontraktor berinisial WA, dengan dalih pekerjaan tahap pertama, yang ternyata disebutkan proyek pembangunan seharusnya dikerjakan sesuai spesifikasi dan gambar didalam isi proposal tersebut.
“Ternyata, dalam prakteknya tidak sesuai dengan spesifikasi dan bahan lama dipakai lagi, sehingga jadi pakrimik (buah bibir, red) pembicaraan utama warga,” keluh salah seorang warga Pengempon Pura di Bualu.
Anehnya lagi, warga tidak diperbolehkan mengetahui tahapan kerja pembangunan Pura, lantaran semua pekerjaan pembangunan sudah diserahkan ke pihak pemborong lengkap berisi Tim Pengawas dan Kode Etik.
Padahal, warga Badung penerima Dana Hibah berhak mengetahui rincian Dana Hibah yang diperoleh sesuai peruntukannya.
“Dapat Rp 2 milyar, tapi uang Rp 15 juta tetap berjalan, sampai penyerahan hasil laporan malah minus Rp 140 juta. Itu malah jadi pakrimik krama (warga, red), karena pengerjaan juga tidak sesuai spesifikasi,” kata salah seorang warga setempat.
Oleh karena itu, warga Pengempon Pura di Bualu berharap, anggaran Dana Hibah senilai Rp 2 milyar itu dikerjakan sesuai dengan RAB yang telah ada didalam proposal.
Diduga pekerjaan Pembangunan Pura itu tidak sesuai dengan rencana kerja semula, justru ada dua Pelinggih yang masuk di proposal, tetapi tidak dikerjakan oleh pihak pemborong, tapi justru dibiayai swadaya oleh warga Pengempon Pura sendiri.
“Pokoknya proposal dapat segitu, jangan banyak tanya dan komentar, juga itu berkat minta Dana Hibah. Jadi, kami tidak bisa komentar dan berbuat apa-apa,” urainya.
Sesuai isi proposal, lanjutnya ada 19 Pelinggih yang semestinya wajib dikerjakan.
Namun, hanya 2 Pelinggih yang disebut Parahyangan dan Taksu tidak dikerjakan, sehingga hanya 17 Pelinggih saja yang dikerjakan pihak pemborong.
“Di proposal ada Pelinggih Parahyangan dengan nilai Rp 76.506.090,- dan juga Pelinggih Taksu senilai Rp 60 juta-an itu tidak dikerjakan pemborong,” ungkapnya.
Menyikapi hal tersebut, pihaknya berharap siapapun yang berkaitan dengan tahapan pembangunan Pura di Bualu berkenan segera mengecek ke lapangan.
“Pihak berwenang agar mengecek dan langsung turun ke lapangan. Jadi, Dana Hibah jika tidak dikelola dengan baik dan benar bisa menjadi musibah. Siapapun pejabatnya yang tidak benar bisa rebah,” tutupnya. (bp/gk)