Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

ARTIKELPenelitian dan RisetTeknologi Terkini

Wujudkan Air Tanah Bali yang Berkelanjutan

Oleh: Prof. Dr. Ir. I Gusti Ngurah Nitya Santhiarsa, MT., dan Dr. Putu Dodik Heka, ST, MT.

JELANG FORUM DUNIA: Proses pemasangan ecodrain atau biopori skala rumahan di wilayah Denpasar. (Sumber: bp/gk)

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Guna mewujudkan air tanah di Bali yang berkelanjutan, berdasarkan kajian siklus air, air laut yang asin merupakan sumber air tawar terbesar di bumi, mengapa demikian? Ini karena proses siklus air, yang bermula dari panasnya sinar matahari, sepanjang siang hari air laut mendapat pemanasan dari sinar matahari, maka sebagian air laut menguap menjadi uap air, kemudian naik ke atas, menyatu menjadi awan, Rabu, 8 Mei 2024.

Selanjutnya, terbawa oleh hembusan angin, menuju daratan dan pegunungan, disana awan berkumpul menjadi mendung dan mengalami pendinginan, uap air menjadi butiran air, dengan demikian terjadilah hujan di pegunungan.

Hutan yang ada di sekitar pegunungan akan menyimpan sebagian air hujan, diserap ke dalam tanah, dan pada lokasi tertentu berkumpul menjadi mata air, dimana mata air ini menjadi pangkal dari aliran air sungai, yang mengalir menuju dataran rendah dan pesisir, kembali bertemu dengan lautan.

Demikianlah siklus air yang terjadi di bumi. Memang sekitar 70 persen permukaan bumi ditutupi air laut, sehingga jumlah air laut sangat melimpah, namun belum bisa dinikmati langsung oleh manusia sebagai air minum dan air irigasi, memang manusia dan banyak makhluk lainnya lebih membutuhkan air tawar, yang justru jumlahnya sangat sedikit dan bergantung pada proses siklus air.

Jika dikaji lebih lanjut, air tawar yang sedikit itu ternyata lebih banyak berada di dalam tanah sebagai air tanah (ground water) dibandingkan yang berada di permukaan tanah seperti air danau dan air sungai.

Boleh dikatakan sebuah ironi, ternyata air tawar yang jadi kebutuhan manusia dan banyak makhluk lainnya, jumlahnya sangat sedikit dan hanya ada pada daerah tertentu, jadi sangat sulit untuk mendapatkannya secara berkelanjutan.

Belum lagi sekarang ini ancaman pencemaran lingkungan yang berasal dari aktifitas industri dan transportasi serta pengerusakkan kawasan hutan, yang mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas sumber air tawar.

Semua ini membuka pintu gerbang krisis air tawar berskala global yang tetunya mengancam keberlangsungan hidup manusia di bumi.

Kebutuhan air tawar semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan peningkatan aktifitas, pada saat yang sama terjadi peningkatan polusi lingkungan dan kerusakan hutan, belum lagi ada fenomena cuaca ekstrim, seperti cuaca kemarau yang panjang dan gelombang hawa panas.

Pada daerah perkotaan dan industri, dimana kebutuhan air tawar sangat besar, pemanfaatan air sungai atau air danau sudah tidak mencukupi lagi, sehingga terjadi pemanfaatan air tanah secara besar-besaran, sepanjang waktu, bahkan cenderung tidak terkendali, hal mana dikhawatirkan menguras volume air tanah, sehingga makin lama makin berkurang daya dukung sumber air pada kehidupan di wilayah tersebut.

Pemanfaatan air tanah semestinya diawasi oleh Pemerintah dengan cermat, dan sejak awal Pemerintah telah mempunyai data daya dukung sumber air di wilayahnya, agar bisa menata keberlanjutan sumber daya air untuk optimasi kesejahteraan masyarakat.

Bagaimana keadaan di Bali, khususnya Kota Denpasar? Krisis air tawar di Bali, khususnya Denpasar, juga sudah terjadi, salah satu tanda adalah, kalau di halaman rumah kita ada sumur, maka di musim kemarau, misal di Bulan Juli, periksa keadaan sumur, apakah sumur itu kering hingga dasarnya terlihat, maka itu tandanya permukaan air tanah turun dan volume air tanah berkurang.

Untuk mengetahui kondisi ketersediaan air tanah di Kota Denpasar, diperlukan beberapa data hasil pengamatan, terutama data tentang curah hujan dan tinggi air muka tanah, baik selama musim kemarau maupun musim hujan.

Berdasarkan logika, jika curah hujan tinggi, daya serap permukaan tanah tinggi, maka tinggi muka air tanah akan rendah (diukur dari permukaan tanah) dan yang menjadi pokok perhatian adalah kondisi permukaan tanah.

Daya serap air hujan oleh permukaan tanah bergantung pada besarnya porositas (berpori) dan luas tanahnya, Dimana akibat laju Pembangunan fisik yang tinggi di perkotaan membuat menurunnya luas Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru.

Permukaan tanah yang berpori berkurang ditutpi oleh lapisan beton dan aspal yang kedap air, sehingga secara kuantitas, daya serap air hujan menurun, hal mana bisa menyebabkan tinggi air muka tanah semakin turun atau cadangan air tanag menurun atau berkurang.

Selanjutnya, dilakukan bahasan sederhana tentang pemantauan kondisi air tanah di seluruh wilayah Bali, yaitu dengan pemasangan alat monitor ketinggian permukaaan air sumur control yang letaknya tersebar di seluruh Bali, setidaknya ada lima sumur control di tiap kecamatan di Bali, jadi minimal ada 57 kali 5 (285) sumur kontrol yang terpantau langsung dengan bantuan perangkat sensor, kamera dan perangkat internet.

Melalui sumur kontrol ini data dan fakta tentang kondisi air tanah dapat dipantau secara real-time dan akurat.

Pada musim kemarau, terutama di fase akhir musim, umumnya terjadi peningkatan kedalaman muka air tanah , bahkan ada sumur yang kering, tidak ada airnya pada kedalaman tertentu. Sumur control yang kering hal ini menandakan bahwa jumlah kandungan air tanan di sekitar wilayah itu berkurang.

Berkurangnya jumlah air tanah tentu bukan hanya karena curah huja atau lamanya musim, namun ada juga akibat faktor lain seperti kondisi permukaan tanah di wilayah tersebut dan juga bagimana pola pemanfaatan air tanah di area tersebut.

Pembangunan baik itu gedung maupun jalan cenderung menutupi permukaaan tanah yang secara alami berpori, sebagai jalan masuknya air hujan meresap ke dalam tanah yang nantinya menjadi air tanah.

Semakin banyak gedung dan jalan maka makin rendah kemampuan permukaan tanah di area tersebut dalam menyerap air hujan. Pada saat yang sama, bisa jadi pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih semakin meningkat baik karena pertumbuhan rumah tangga ataupun industry sehingga cadangan air tanah pun makin lama makin berkurang.

Jika air tanah berkurang terus, maka bahaya atau krisis air bersihakan muncul sebagai ancaman bagi kelestarian kehidupan di perkotaan. Bagaimana sikap kita dalam menghadapi ancaman krisis air tanah?

Pertama, kita harus menjaga kualitas dan kuantitas pori permukaan tanah, salah satu cara yang efektif adalah membuat ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka biru sebanyak mungkin di wilayah perkotaan, kedua, membangun system drainase yang berkelanjutan (ecodrain) di perkotaan, dimana ada 2 sistem drainase, satu drainase untuk limpahan air hujan, dan yang kedua, saluran untuk membuang air limbah ke selokan atau parit.

Khusus untuk menjaga kelestarian air tanah, maka ecodrain yang dimaksud adalah system drainase limpahan air hujan, prinsip utama ecodrain ini adalah bagaimana memasukkan air hujan sebanyak mungkin ke dalam tanah, sehingga tidak terjadi genangan air atau banjir di suatu wilayah kota.

Berkaitan dengan upaya ini, maka dikembangkanlah teknologi lubng resapan biopori dan sumur resapan, boleh dikatakan teknologi yang praktis pada metode ecodrain adalah membuat gsumur resapan dan lubang biopori yang terangkai dengan saluran limpahan air hujan di setiap rumah atau gedung.

Pembuatan lubang biopori maupun sumur pada prinsipnya adalah mengganti luasan pori tanah (bidang horizontal) yang telah tertutup lapisan beton dan aspal dengan luasan pori tanah (bidang vertikal) pada lubang.

Secara proporsional, bisa diperkirakan berapa lubang biopori atau lubang sumur yang diperlukan untuk ekuivalensi dengan luas tanah yang telah dibangun, yaitu dengan perbandingan luas persegi tanah terbangun dengan luas dinding silinder atau tabung (asumsi lubang berbentuk slinder) maka rasio ini menunjukkan jumlah dari lubang biopori yang diperlukan, demukian juga dengan hitungan jumlah sumur yang dibutuhkan, masih ada lagi model lain untuk perhitungan jumlah kebutuhan lubang biopori dan sumur resapan.

Adapun manfaat tambahan lubang biopori dan sumur resapan adalah untuk tempat pembuangan sampah organik yang nantinya bisa dipanen sebagai sampah organic, jadi gerakan biopori dan sumur resapan ini banyak manfaatnya, atau bisa dinyatakan Gerakan ini sangat ekonomis sekaligus sangat ekologis. (bp/gk/prof)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!