lustrasi: I Nyoman Wirata
SKETSA PEKAK TEWEL
cerita absurd lewat
suara serulingnya
suara adalah kata
seruling adalah jiwa
rahasia hidupnya
sengaja diberi tabir
paripurna
penyerahan diri kepada riuh
kepada pasar raya kota
pada nasib
dan
kegilaan
di pasar raya kota
menjadi pertapa
filosof jalanan
mencari jalan hidup
jalan mati
jika bukan pedagang obat
mungkin pesulap
atau
pasien lepas:
gila!
sebab
bebek seekor
menemani kemana pun
pergi bersama
aku bertemu
yang tak kukenal
dia bebas
dari yang mengenalinya
di riuh tenggelam
raib di pusaran peristiwa
di suara dingin serulingnya
para pedagang
mandi angin
di suara bising
orang-orang mandi api
di suara baling-baling
pikiran tergantung arah angin
lalu lintas orang-orang
transaksional jangka pendek
tawar-menawar
pinjam-meminjam
pinjaman lunak
lintah darat diadili
tanpa pembelaan
dia
pohon tua di pinggir jalan
sejak pagi hingga pagi
udara berat berlogam
dalam balutan polutan
menyerbuk
cerita
kehidupan bertemu alurnya
lewat suara serulingnya
2024
SKETSA RSU
didiagnosa
akupun paham
kewarasan hanya mimpi
mungkin
tanah liat dibentuk
jadi patung kodok ditiupkan roh
jadilah aku
realitas ini bukan kutukan
dua telinga mendesing selalu
kemudian kelamin dibedah
muncul serigala liar
“normal! katanya
kau masih muda
jangan galau!
kita memiliki kecenderungan
sama dan
baik-baik saja
sayangi diri
pemberian kasih Ilahi
tersenyum
tertawa
sendiri
minum kopi
tak lebih dari
3 cangkir sehari tanpa gula
tak suka
merendahkan merek berbeda
sebab
lain merek kopi lain rasa
lain ayat di kitab suci
lain pula rasanya
dan
bila terlalu banyak gula
di situ banyak semut
penyakit itu serupa semut
dan
semut merah
semut hitam
kedengaran indah di lagu pop
tubuhku
taman margasatwa
seekor naga terpelihara di perut
setiap pagi berteriak
minta sarapan
serigala kesepian di kelamin
bangun selalu di malam hari
laparnya terpelihara
oleh kesepian
seperti laci
isi kepala dituang
ternyata
isinya selain iri
gosip
dengki
kata-kata
omong-omong kosong
barang rombengan
juga sampah
sebab aku pemulung
yang pasti
bukan tentang surga mimpiku
itu sebab
merasa di neraka
“jangan galau
Itu baik-baik saja
di neraka banyak bintang film
biografi kematianmu
belum ditulis
di kamar mayat belum dicatat
ambil nomernya
tunggu antrean
boleh pulang
sebagai sembuh”
hanya di rsu
sebuah kalimat :
“anda tak memenuhi syarat
menelan obat penenang!”
terasa menyenangkan
kalimat itu menggantung
bila melamar jadi pns
lalu berhitung
jika berhutang untuk
meluruskan jalan
namun kini bukan zamannya
hanya menunggu kambuh
jika kembali
jatuh hati dan patah
tak perlu sembuh
tersenyum sendiri
menyanyi dan tertawa
menyayangi hati
pasrah pada langit
sesungguhnya tak perlu
sebuah diagnosa
aku pun tahu diri
perlu dirahasiakan
sengaja kaburkan
tak dikabarkan
2024
SKETSA PASAR
Di sinilah rumah jagal
karena kita bukan sapi maka
harga yang menyembelih
rasa takut dicekik
karena harga
terlalu tinggi
apakah bisa segera dibeli
bila kelewat murah menawar
harga diri akan jatuh
memberi harga pada diri
tak berarti menjual hati
ke lain orang
harga mencekik leher
leher terasa
leher bebek
ditarik keluar dari
kurungan kerumunan nasib
kemudian tinggal
di daftar menu makanan
di sebuah warung makan
seperti gerombolan penghasut
yang lainnya
berteriak
nafas tersengal menunggu nasib
bumbu retorika merek apa
dipakai agar jadi hidangan
sebagai sebuah pembebasan
bumbu retorika
merek pembangunan
milik sebuah rezim
sudah kadaluarsa
budaya politik
penuh janji
lalu mewarnai kuning atau
hijau pada tembok
memilih baju berwarna
juga
tempat sampah
pagar
yang memakan tanaman
rumah sakit tetap putih
rumah bordil tetap hitam
gincu merah
rambut oranye
giginya ungu
pilihan politiknya abu-abu
menunggu transaksi
menjelang pemilu
juga kekupu malam
tetap hitam
bekerjasamalah dengan pasar
nasihat bijak ibu kita kota
tak ada yang menerima cuma-cuma
harus memberi
sebelum mengambil
di pasar raya
luka pun menari. harus bisa
menari
dengan wajah suci
sebagai pemain opera jalanan
di eskalator
bersama para badut
bersama minum kopi
melupakan perbedaan merek
keyakinan
orang-orang
yang mengenal pasar
tahu bagaimana harus bersikap
menimbang
katakata agar nampak bijak
menjelma bunglon
bersumpah
demi keuntungan
berani membeli berani
menawar
apabila harga diri
terasa direndahkan pacar
tinggalkan saja sementara
di rumah orang tuanya
bila tahu
rasa diiris pisau kesepian
tahu kemudian
bagaimana pertemuan
pertemanan
memerlukan waktu
agar kesetiaan bersahabat
hingga dibawa mati
setelah mati kutu
2024
SKETSA FOOD COURT
di daftar menu
ada yang menyebut dirinya permanen wujudnya
rasanya tetap sama
kemarin dan nanti
manis pedas balado
balada ikan
asin lautnya tetap gurih
diberi bumbu rempah
golongan ekonomi lemah
harus gigih
menemukan alamat
dimana ruah tumpah
riang dan nikmat
ketika lapar ingin menaklukkan
kabar baiknya
ada cara bermain di tengah riuh
saat dirayu aroma rendang
kemayu geliat daun singkong
sambal hijau
warung minang munangmaning
kabar buruknya
kekuasaan
suka belajar
pada pedagang sate kakilima
sendiri memegang kendali
mengipas
menusuk
menyusuk
mainkan!
seekor ikan bakar
nasi hangat
kopi kental dan
rasa pahit sayur gondaria
malam hari di loteng kayu
atap rendah kampung urban:
hirup tandas
bening kopi dingin
bening kehidupan adalah sajak
menyesap ke jaringan saraf
suara itu kian menjauh
belok kanan
menghilang
di simpang empat veteran
menuju pos jaga
sebagai penjaga gawang
2024
SKETSA BALIAN BANTIRAN BEDAG POLENG
usianya berjanggut
putih bulu burung kuntul
hatinya ngelayang
rindunya samudera
tanpa tepi
membayangkan diri
damar mati
di dalam kamar sepi
dia
burung hantu
ingin ditemani bulan
namun
bulan purnama berbunga
bimbang
bila sejenis kaki 4 dia pasti
jenis pemamah biak
mengunyah suara suara purba
membidik langit
apa dia bisa mengusir air
dan mendung
di musim hujan?
andai dia sapi
tanduknya boleh jadi
tanduk menjangan
pastilah kekasihnya
sawah pujaan
bijak bajaknya mengolah rasa
menjulang riang
rasa bertumpang-tumpang
lewat jalan kamasutra
mungkin!
kenalilah musuhmu,
katanya suatu hari
aku menemukan
di dekat tulang rusuk
di balik bantal tidur
berupa kenangan
cemburu
sewaktu muda
cemburu buta
sesudah tua serupa
pisau tumpul
pisau dapur berkarat
cempaka wangi bikin resah
lebah ungu yang gagah berani
percaya diri
menari
atraksi birahi
serupa pohon tigaron
pamer bunga akarnya
merusak bangunan suci
lalu
sungkawa
patah hati
mati
sebab ingin
kuasa raja raksasa
naik wilmana
melarikan Sita
cempaka wangi
tak secantik Sita
lebih menarik
disebut Arimbi
atau Syailandri
wanginya semerbak
menoreh hati dan mimpi
hingga bikin
patah hati
apa sesungguhnya
yang ditakuti
berani mati namun
mengapa takut patah hati
hidup harus berani hidup
jika takut kehilangan tidur
jangan jadi peronda
merayakan katakata
di kota raya
agar
menyala senantiasa kata
menyahut senantiasa suara
rasa menjelma bayang
serupa wayang
langit wingit kelirnya
2024
BIODATA
I Nyoman Wirata lahir di Denpasar, 1953. Mulai menulis puisi sejak tahun 1975. Bekerja sebagai guru seni budaya sejak tahun 1980, pensiun tahun 2013. Dalam bidang sastra, dia pernah meraih Juara 1 Penulisan Puisi se-Bali yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Bali (1977), Sepuluh Puisi Terbaik se-Bali yang digelar Bali Post (1978), Juara III Sayembara Penulisan Naskah Buku Bacaan Tingkat Nasional Antar Guru yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1993), Juara II lomba menulis novel yang digelar Bali Post (2003). Puisi-puisinya dimuat di berbagai media massa, seperti Bali Post, Kalam, dll. Juga terhimpun dalam buku “Tutur Batur” (2019), “Mengunyah Geram” (2018), “Pernikahan Puisi” (2017), “Klungkung Tanah Tua Tanah Cinta” (2016), “Dendang Denpasar Nyiur Sanur” (2012), “Hram” (1988). Buku puisi tunggalnya adalah “Merayakan Pohon Di Kebun Puisi” (2007) dan “Destinasi” (2021). Dia menerima anugerah Widya Pataka (2007) dan Bali Jani Nugraha (2020) dari Pemerintah Provinsi Bali. Selain menekuni sastra, dia aktif melukis.