BADUNG, Balipolitika.com – Lagi terjadi kasus korupsi yang menyeret prajuru desa, kali ini Perbekel Bongkasa.
Penangkapan Perbekel Bongkasa juga terjadi, saat sang kepala desa sedang mengikuti acara tentang korupsi di Puspem Badung.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali pun akhirnya menetapkan Perbekel Bongkasa, I Ketut Luki ini sebagai tersangka.
Bukan tanpa alasan, Ketut Luki dugaannya menerima fee proyek pembangunan pura. Ketut Luki pun hadir saat konferensi pers di Lobi Ditreskrimsus Polda Bali, sehari setelah penangkapan.
Kabagbinopsnal Ditreskrimsus AKBP, Ni Nyoman Yuniartini, mengatakan bahwa pelaku menerima uang fee proyek pembangunan pura sumber dana APBDes Bongkasa tahun anggaran 2024 sebesar Rp20 juta.
Sementara itu, Kasubdit 3 Tipikor Krimsus AKBP M. Arif Batubara mengatakan, saksi-saksi yang telah mendapat pemeriksaan dalam perkara ini sebanyak empat orang yakni pelapor, kontraktor, yang menyerahkan uang dan sopir pelaku.
Kasus ini terungkap, dari pelapor yang menerima informasi masyarakat bahwa Ketut Luki meminta persentase fee kepada kontraktor penyedia.
Ketut Luki meminta fee proyek dengan segera dan dia menunggu di Puspem Badung. Ketut Luki berada di Puspem Badung, untuk menghadiri undangan seluruh perbekel dalam acara sosialisasi dan penilaian implementasi Indikator Kabupaten/Kota Anti Korupsi oleh Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK.
“Pelaku keluar gedung tempat rapat yang kemudian berjalan seorang diri menghampiri seseorang (saksi) dan akhirnya pelaku meminta dan menerima sejumlah uang kemudian masuk ke saku kanan celana panjang,” bebernya.
Polda Bali menyergap dan menemukan barang bukti. Tim membawa Ketut Luki ke ruangan kerjanya di Kantor Desa Bongkasa dan melakukan penggeledahan.
Ditemukan barang bukti terkait dokumen pengajuan, realisasi dan pertanggungjawaban sehubungan dengan APBDes Bongkasa 2024.
Kemudian dengan penggeledahan di rumah pelaku di Banjar Tanggayuda, Bongkasa. Ada lagi barang bukti lainnya.
Ketut Luki tidak memroses termin yang pengajuannya oleh penyedia atau kontraktor dengan cara menunda penandatanganan Surat Perintah Pembayaran (SPP).
Pelaku tidak melakukan Autorisasi pada Sistem Informasi Bank Bali (IBB), sebelum ada kesanggupan dan kesepakatan untuk memberikan fee, sehingga dana termin yang terajukan oleh kontraktor belum bisa transfer ke rekeningnya.
“Barang bukti yang telah tersita uang Rp 20 juta di saku kanan celana panjang hitam pelaku. Uang tunai total Rp 370 ribu pada saku baju endek yang pelaku pakai, dan satu ponsel berwarna emas merk Samsung S24 Ultra,” bebernya.
Barang bukti lainnya dokumen pengajuan, realisasi, dan pertanggungjawaban dana APBDes Bongkasa dan BKK Kabupaten Badung 2024, KTP, kartu perbankan, tablet Samsung, Laptop, buku tabungan, BPKB, Sertifikat Hak Milik (SHM), dan lain-lain.
AKBP Arif menjelaskan, tersangka terjerat Pasal 12 huruf e undang-undang Nomor 20 tahun 2001 sebagaimana perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak Pidana Korupsi.
“Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” jelasnya. (BP/OKA)