DENPASAR, Balipolitika.com- Kelancaran pasokan dan peningkatan produktivitas menjadi isu strategis pengendalian inflasi pangan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra).
Merespon hal tersebut, Bank Indonesia bersama Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP–TPID) menegaskan komitmennya untuk mencapai stabilitas harga pangan dengan memastikan kelancaran pasokan dan peningkatan produktivitas melalui penyelenggaraan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Wilayah Balinusra 2025.
GNPIP kali ini mengangkat tema “Sinergi dan Inovasi Peningkatan Produksi dan Penguatan Ketahanan Pangan Guna Mendukung Asta Cita Nasional serta Pengendalian Inflasi di Wilayah Balinusra” pada 23 Mei 2025, bertempat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali.
Penyelenggaraan gerakan ini menggambarkan sinergi dan inovasi yang erat dengan turut melibatkan kementerian/lembaga terkait diantaranya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Pariwisata, Badan Pangan Nasional.
Penyelenggaraan GNPIP menghasilkan sejumlah komitmen untuk menjaga kelancaran pasokan dan meningkatkan produktivitas pertanian.
Salah satunya, komitmen penguatan kerja sama Perumda untuk memasok bahan pangan ke industri pariwisata.
Sebagai destinasi pariwisata dunia, kebutuhan pangan Bali juga dipengaruhi oleh kunjungan wisatawan.
Untuk itu, penguatan rantai pasok produk lokal, linkage antara petani, perumda, dan industri pariwisata menjadi hal yang sangat penting untuk tetap menjaga kelancaran pasokan dan stabilitas harga pangan.
Komitmen ini juga merupakan bentuk penguatan implementasi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 99 Tahun 2018 Tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali. Dalam Pergub tersebut dijelaskan bahwa industri Horeka wajib menggunakan produk tanaman pangan, hortikultura, perternakan, dan perikanan lokal Bali sebanyak 30% dari volume yang dibutuhkan.
Komitmen kerjasama pemenuhan pangan lokal ke industri pariwisata ini secara simbolis dilakukan melalui MoU antara Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali dengan Perumda Bhukti Mukti Bhakti, Kabupaten Bangli, dan Perumda Swatantra, Kabupaten Buleleng.
Melalui kerja sama ini, Perumda berperan sebagai offtaker yang menyerap hasil produksi pertanian dari petani, peternak, dan UMKM lokal.
Perumda juga melakukan quality control terhadap produk untuk selanjutnya didistribusikan ke industri pariwisata seperti hotel dan restoran.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aida S. Budiman menyampaikan apresiasi atas dukungan Pemerintah Provinsi Bali terhadap penggunaan produk lokal dengan diterbitkannya Pergub No. 99 Tahun 2018.
Aida menegaskan dengan adanya dukungan Pergub dan juga penguatan komitmen dari perumda dan industri sangat tepat karena mendukung tercapainya efisiensi rantai pasok, terjaganya daya saing produk lokal, serta meningkatnya kesejahteraan petani, peternak, dan UMKM, serta mendukung bangga produk lokal.
“Saat ini hotel-hotel di Bali sudah menyediakan produk lokal khas Bali misalnya salak Bali. Hal ini sangat baik dan perlu untuk terus ditingkatkan ke depan” tutur Aida.
Produk pangan lokal khas Bali lainnya seperti kopi Bali dan teh khas Bali juga sangat potensial untuk didorong ketersediaannya di jaringan hotel dan restoran di Bali. (bp/jk/ken)