BADUNG, Balipolitika.com– Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menghadiri undangan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali dalam Penilaian Dokumen Andal dan RKL-RPL Kegiatan Pembangunan The Standard Hotel & Oakwood Premier Berawa Beach oleh PT Pantai Berawa Resort yang dibangun di Jalan Pantai Berawa, Gang Kedaton No. 5, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Selasa, 8 April 2025.
Acara tersebut dihadiri oleh Kefas Alkasio Yonathan yang mewakili penanggung jawab usaha PT Pantai Berawa Resort.
Penilaian dokumen dilakukan di The Java Pantry, Jalan Cok Agung Tresna No.36, Dangin Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.
Made Krisna Bokis Dinata, S.Pd., M.Pd. selaku Direktur Eksekutif Walhi Bali turut hadir dalam Penilaian Dokumen ANDAL dan RKL-RPL ini.
Pertama Bokis langsung menyinggung apa yang telah disajikan di dalam dokumen terkait ketersediaan dan kebutuhan air, khususnya pada tahap operasional yang mana dokumen mengklaim bahwa akan menggunakan air Perumda Air Minum Tirta Mangutama Kabupaten Badung (PDAM Badung) yang dinilai mampu menyediakan air.
Dalam dokumen, Hotel Bintang dengan jumlah 556 kamar dengan total sebanyak 657 tempat tidur ini akan membutuhkan air sebesar 463,55 meter kubik/hari untuk tahap operasionalnya.
Padahal, catatan yang dihimpun Walhi Bali sendiri mengungkapkan berbagai masalah yang dialami PDAM Badung.
Masalah dimaksud mulai dari dampak pertumbuhan pariwisata yang menyebabkan peningkatan permintaan air bersih secara drastis di mana sangat banyak hotel yang sekedar formalitas saja memasang PDAM.
Kemudian PDAM Badung yang juga terus menambah sumur bor dari 8 menjadi 10 di tengah kondisi penurunan debit mata air alami di berbagai titik sumber PDAM.
Mirisnya, PDAM Badung mengalami tingkat kebocoran mencapai 48,96 persen di tahun 2020, ditambah pipanya pernah meledak di berbagai lokasi.
Bahkan, saat ini untuk memenuhi kebutuhan air PDAM Badung juga sedang membangun reservoir air untuk memenuhi kebutuhan air di Badung Barat.
“Dengan melihat situasi Perumda Air Minum Tirta Mangutama Kabupaten Badung yang sebenarnya sudah dihujani berbagai masalah, apakah yakin Perumda Badung mampu mengcover kebutuhan air bagi hotel ini? Kami menduga hal tersebut tidak mungkin terjadi,” tungkas Bokis.
Lebih lanjut, melihat situasi yang tengah dialami PDAM Badung terutama mengenai distribusi dan keandalan dalam memenuhi kebutuhan air di Kabupaten Badung, tentu membuat Walhi Bali skeptis jika penanggung jawab usaha akan sepenuhnya bergantung terhadap PDAM Badung.
Mengingat tak ada transparansi detail mengenai kemampuan PDAM Badung dalam memenuhi kebutuhan air sebagaimana diuraikan secara rinci dalam dokumen, Bokis menggarisbawahi ancaman yang akan dihadapi masyarakat lokal setempat jika Pembangunan The Standard Hotel & Oakwood Premier Berawa Beach oleh PT Pantai Berawa Resort berlanjut, yakni krisis air bersih.
Faktanya, saat ini, cakupan layanan air bersih untuk wilayah Tibubeneng hanya 26,90 persen di mana kondisi itu menandakan bahwa pasokan air untuk masyarakat lokal berada dalam kondisi kritis.
Hal ini juga didasari pernyataan Kepala Direktur Teknik Perumda Air Minum Tirta Mangutama Kabupaten Badung, Made Suarsa di berbagai media yang mengungkapkan wilayah Badung Barat kerap menghadapi gangguan pasokan air akibat terbatasnya kapasitas sistem distribusi sehingga beberapa daerah perlu disalurkan dan distribusi air seperti wilayah Dalung, Canggu, Pererenan, dan Tibubeneng.
“Atas hal tersebut tentu kami bisa menyimpulkan jika pemenuhan air proyek hotel ini belum tentu sepenuhnya berasal dari PDAM, melainkan kami duga juga akan melakukan pengambilan air bawah tanah (ABT),” tegas Bokis sembari mengingatkan sekali lagi tentang ancaman krisis air bersih yang mengancam masyarakat lokal setempat.
Selain itu, di dalam dokumen disampaikan bahwa sumber air dari Perumda Air Minum Tirta Mangutama Kabupaten Badung berasal dari air permukaan Tukad Penet dan Tukad Mati.
Hasil analisis Walhi Bali menunjukan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) lokasi pengambilan air, yakni gabungan batas DAS Tukad Penet, DAS Tukad Badung, dan DAS Tukad Ayung secara garis besar memiliki status SPAB yang defisit.
Patut dicatat bahwa, status ekosistem alami penyediaan air yang terancam pengambilan air permukaan.
Sebagian besar status cadangan air tidak berkelanjutan, dan hilir dari DAS lokasi titik pengambilan air permukaan proyek dari PDAM yakni Tukad Penet dan Tukad Mati berstatus telah mengalami intrusi air laut.
Namun, dalam dokumen, sedikit pun tidak ada narasi mengenai dampak yang akan ditimbulkan akibat pengambilan air permukaan di kedua tukad tersebut dan DAS yang dilaluinya, dengan jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan air bagi proyek hotel ini pada tahap operasional.
“Penggunaan sumber air permukaan yang berasal dari Tukad Penet dan Tukad Mati secara besar-besaran kami nilai akan mengancam dan memperparah krisis air di Pulau Bali” terang Bokis.
Dikonfirmasi secara terpisah I Made Juli Untung Pratama S.H,.M.Kn dari Divisi Advokasi KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali juga menyoroti proyek tersebut.
Menurutnya, dokumen tersebut sudah mengonfirmasi lokasi yang jelas-jelas rawan berbagai bencana seperti banjir dan tsunami ditambah tutupan lahannya masih didominasi vegetasi merupakan daerah yang semestinya tidak dibangun karena akan merugikan masyarakat.
“Kita seharusnya juga berkaca kepada beberapa kejadian di beberapa pantai lain seperti Seminyak dan Legian yang villa dan hotelnya bisa tenggelam karena banjir serta bule atau wisatawan sampai harus dievakuasi dengan perahu karet. Apabila pembangunan hotel ini dipaksakan di tempat yang sudah secara jelas terkonfirmasi rawan bencana banjir, maka sama halnya kita mengulangi hal yang sama seperti di Seminyak dan Legian,” ujar I Made Juli Untung Pratama.
Di akhir sesi ini, Made Krisna Bokis Dinata bersama rekannya Ida Bagus Arya Yoga Bharata menyerahkan surat tanggapan dan diterima oleh Ida Bagus Adi Palguna, S.Si., M.Si. selaku pimpinan rapat yang mewakili Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali. (bp/ken)