KOMENTARI: Pengamat Politik dari Universitas Warmadewa, I Nyoman Wiratmaja, mengomentari soal panasnya situasi politik dalam negeri pasca pelantikan para Kepala Daerah se-Bali. (Kiri) Mantan Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto. (Kanan) Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. (Ilustrasi: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Pasca keluarnya instruksi Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, melarang para kadernya yang menjadi kepala daerah untuk mengikuti kegiatan retret (pembekalan) di Akademi Militer (Akmil) di Magelang, telah memicu ketegangan situasi politik di tanah air, sejumlah elemen masyarakat berharap Bali tidak dijadikan korban dalam situasi ini.
Ketegangan situasi politik pasca keluarnya instruksi Megawati tersebut, juga dirasakan di Bali yang diketahui 9 dari 10 kepala daerah termasuk gubernur yang resmi dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto, merupakan para kader dari partai berlambang banteng tersebut, saat ini diketahui mereka masih berada di Yogyakarta dan dalam posisi dilematis untuk memutuskan, apakah mereka akan mengikuti instruksi partai? ataukah instruksi negara? Menjalani retret, di Amkil, Magelang, 21-28 Februari 2025.
Adanya fenomena politik Nasional yang juga mengguncang Bali tersebut, menadapat respon dari salah satu pengamat politik asal Bali, I Nyoman Wiratmaja, menegaskan bahwa kepala daerah yang telah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto, seharusnya memiliki kewajiban untuk menaati aturan pemerintah pusat serta mengutamakan kepentingan masyarakat luas tak terkecuali di Bali.
“Kalau sudah kepala daerah dilantik oleh Presiden RI lalu disumpah, seharusnya retret (pembekalan, red) itu menjadi kewajiban. Walaupun Presiden tidak bilang harus, tetapi.kan Mendagri sudah meminta minimal ada perwakilan dari masing-masing daerah,” tegasnya.
Selanjutnya, pria yang juga akademisi Universitas Warmadewa itu juga sempat menyinggung, “Menariknya, ada instruksi ketum partai yang melarang kadernya sebagai kepala daerah untuk hadir kesana. Apakah ini bertaji? Berkekuatan? Jelas tidak. Kader-kadernya itu sudah dilantik, seandainya instruksi itu dilanggar dan mereka ini dipecat partai, tidak akan mempengaruhi jabatan mereka sebagai kepala daerah,” lanjutnya.
Terkait pernyataannya soal instruksi Ketum Partai itu tidak memiliki kesaktian untuk mempengaruhi para kepala daerah yang sudah resmi dilantik, Nyoman Wiratmaja juga menekankan, jika memang salah satu dari kader partai yang menjadi kepala daerah tersebut ada yang dipecat, akibat melanggar instruksi partai, dipastikan partai-partai lain akan berebut untuk meminang mereka sebagai kadernya.
“Kalau sudah barang jadi gini saya yakin, banyak yang akan merangkul. Sekali lagi ini sudah masalah amanah rakyat, bukan lagi partai. Saya berharap jangan rakyat yang dikorbankan untuk kepentingan satu golongan tertentu. Ini yang perlu dipikirkan, masa depan Bali ini mau kemana? Indonesia ini mau seperti apa? Jangan kira omongan saya ini menyudutkan PDIP, tidak, ini perspektif yang netral,” sentilnya.
Mengakhiri sesi wawancara dengan wartawan, Nyoman Wiratmaja menambahkan, fenomena ini akan menjadi tanda tanya publik, sebenarnya Indonesia ini apa? Berharap, para pemimpin pilihan rakyat ini bisa benar-benar menjadi panutan, lebih menonjolkan karakter negarawan, sehingga masyarakat ini bisa yakin dan merasa telah benar memilih pemimpinnya.
“Kalau sudah begini diawal saja sudah keliatan teori saja, praktiknya sulit. Mestinya mereka ini bisa menjadi panutan, bukan sebaliknya. Bali mau mereka bawa kemana? Jangan lagi dipertahankan ego-ego itu, tidak baik,” tutupnya. (bp/GK)