LAPOR: Tim Gopta Law Firm saat mendampingi korban kasepekang melapor ke Polda Bali, Rabu, 14 Agustus 2024. (Sumber: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Sanksi adat kasepekang kembali memakan korban, terbukti 2 orang Kepala Keluarga (KK) yang berstatus krama tamiu di Desa Adat Telaga telah diusir secara sewenang-wenang oleh Desa Adat Telaga pada tanggal 29 Juni 2024.
Bahkan sebelum diusir, hak pelayanan atas air minum juga telah diputus oleh Desa Adat atas sepegetahuan Perbekel Desa Telaga.
Alhasil, 2 KK tersebut kini tengah lontang-lantung dan kehilangan mata pencaharian.
“Tiang bingung mangkin pak (saya bingung pak, red), ten wenten pekaryan mangkin (tidak punya pekerjaan sekarang, red),” ucap Made, yang tidak bersedia dipublish nama lengkapnya, Rabu, 14 Agustus 2024.
Sebelumnya Made menekuni profesi sebagai petani di lahan milik pribadi orang tua biologisnya, yakni pak Nyoman yang juga diusir dari Desa Adat Telaga.
“Kurenan tiange lantas suud medagang, ulian mesegel warung ne (istri saya juga berhenti berdang, karena disegel warungnya, red),” lanjutnya.
Dari penuturan Made, tampak bahwa setelah dijatuhkan sanksi adat kasepekang, ia dan keluarga akhirnya kehilangan mata pencaharian.
Utamanya warung tempat istrinya berjualan, pun turut disegel oleh pihak Desa Adat Telaga.
Berdasarkan penelusuran informasi di lapangan, diketahui Made dan bapak Nyoman beserta istri ternyata telah dipaksa untuk meninggalkan pekarangan rumah yang telah berstatus sertifikat hak milik (SHM).
Bahkan setelah dilakukan upaya cheking pada intansi terkait, diketahui bahwa SHM tersebut sudah terbit pada tahun 2017 silam.
Fakta inilah yang cukup menggelitik, karena desa adat seolah memiliki kewenangan yang besar sehingga dapat memaksa seseorang untuk angkat kaki dari tanah yang notabene menjadi milik pribadi.
Diperoleh informasi, bahwa pada saat dilakukan pengusiran terhadap 2 orang Kepala Keluarga (KK) yang berstatus krama tamiu di Desa Adat Telaga pada tanggal 29 Juni 2024 yang lalu, ada aparat yang bertugas untuk mengamankan jalannya tindakan pengusiran tersebut.
Konon aparat yang bertugas sudah sempat mencoba menengahi, tetapi salah seorang krama justru memobilisasi krama desa adat lainnya dan akhirnya membuat aparat yang berwenang terpaksa untuk meminta agar Made dan bapak Nyoman beserta istri mengamankan diri.
Sanksi adat kasepekang yang berujung dengan pengusiran ini pun akhirnya kini memasuki babak baru, yaitu ada upaya hukum yang tengah diajukan oleh Made dan bapak Nyoman.
Melalui bantuan penasehat hukum, Made dan bapak Nyoman akhirnya melaporkan kasus ini ke Ditreskrimum Polda Bali dengan Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) Nomor: STTLP/B/579/VIII/2024/SPKT/Polda Bali, pada Rabu, 14 Agustus 2024.
“Tiang sampun berusaha untuk berdamai nike, nanging ten wenten hasil (saya sudah berusaha untuk menyelesaikan masalah ini secara damai, namun tidak ada hasil, red),” tutup Made. (bp/gk)