DENPASAR, Balipolitika.com– Setelah permohonan Praperadilan Nomor: 25/Pid.Pra/2024/Pn Dps ditolak oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, mantan anggota DPRD Kabupaten Badung dua periode, I Made Dharma, SH resmi ditahan oleh penyidik Dit Reskrimum Polda Bali pada Kamis, 6 Februari 2025 malam.
Ia menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat dengan objek berupa surat keterangan 470/101/Pem Jimbaran tanggal 4 Agustus 2022 yang seolah-olah dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan Jimbaran.
Usai I Made Dharma, kini giliran 17 orang lainnya, yaitu I Ketut Sukadana, I Nyoman Reja, I Made Atmaja, I Wayan Sudartha, I Ketut Senta, I Nyoman Sumertha, I Ketut Alit Jenata, I Made Mariana, Ni Wayan Suweni, I Gede Wahyudi, I Made Putra Wiryana, I Made Nelson, I Nyoman Astawa, I Ketut Suardana, I Wayan Arjana, dan I Made Alit Saputra yang seolah berada di ujung tanduk.
Para klien Diego Maradona Tampubolon, SH itu seolah “ditelanjangi” oleh para saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang Praperadilan Nomor: 1/Pid.Pra/2025/Pn Dps di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Jumat, 14 Februari 2025.
Mereka diduga ikut memalsukan silsilah sebagaimana tersaji dalam sidang bertepatan dengan Hari Valentine di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar di mana kesaksian tiga saksi kunci dalam memberatkan posisi ke-17 tersangka.
Adapun ketiga saksi kunci yang dihadirkan, yakni mantan Lurah Jimbaran Wayan Kardiasa dan saksi ahli hukum adat Bali I Ketut Sudanta serta Dr. Dewi Bunga selaku ahli hukum pidana yang menerangkan para tersangka Made Dharma. dkk. yang dilaporkan Made Tarip Widarta. dkk. memenuhi unsur pidana pemalsuan yang disangkakan dalam penetapan tersangka.
Di bawah sumpah, Mantan Lurah Jimbaran Wayan Kardiasa di hadapan Hakim Tunggal Sayuti,SH., MH. mengatakan bahwa surat keterangan silsilah yang dijadikan dasar oleh Made Dharma tidak pernah dikeluarkan Kantor Keluaran Jimbaran dan dipastikan palsu.
Fakta ini membuat terang sengketa silsilah kedua keluarga antara Made Dharma anak dari ibu perkawinan nyentana dengan Made Tarip Widarta. dkk. keluarga pihak laki-laki menjadi perebutan karena ada dua silsilah.
Sang mantan Lurah Jimbaran Wayan Kardiasa menegaskan bahwa surat keterangan silsilah yang dimiliki Made Dharma tidak pernah dikeluarkan semasa ia menjabat.
Keterangan di bawah sumpah ini menegaskan bahwa perkara pemalsuan silsilah diduga dilakukan oleh Made Dharma dan 17 orang lainnya di mana mereka diduga memalsukan surat keterangan waris dari Lurah Jimbaran.
Ahli Hukum Adat Bali, Dr. I Ketut Sudantra, S.H., M.H. di bawah sumpah menjelaskan bahwa untuk membuktikan peristiwa lampau terkait adanya perkawinan nyentana jika tidak ada saksi dan tidak ada dokumen tertulis bisa dilacak dari 2 aspek.
Pertama, fakta-fakta setelah perkawinan di mana keluarga itu berswadarma atau melakukan kewajiban di bidang palemahan pawongan, palemahan.
Jika kewajiban terkait Tri Hita Karana dilakukan di pihak keluarga suami berarti perkawinan biasa; sebaliknya jika ditunaikan di keluarga istri berarti perkawinan nyentana.
“Di merajan mana salah satu mempelai disemayamkan? Kalau di keluarga suami berarti perkawinan biasa, kalau Dewa Hyang di keluarga istri berarti nyentana. Satu keluarga pasti punya satu merajan, meskipun pindah pasti disemayamkan di merajan tersebut. Leluhurnya yang nyentana disemayamkan di merajan aslinya? Faktanya yang diklaim nyentana lalu dewa hyang di merajan asli, bukan di merajan istri, berarti itu perkawinan biasa,” jelas ahli.
Terangnya, syarat kawin nyentana pada umumnya sama dengan perkawinan biasa, yakni jika sebuah keluarga tidak dikaruniai anak laki-laki.
Hal ini terjadi karena dalam kepercayaan Hindu Bali, anak dari anak laki-lakilah yang akan mengantarkan leluhur ke surga.
“Hukum ada Bali berkaitan dengan kedudukan purusha atau anak laki-laki. Kalau tidak punya anak laki-laki, maka anak perempuan jadi Sentana Ngerajeg atau berposisi sebagai purusha dan status laki-laki jadi pradana,” jelas I Ketut Sudantra.
Ditanya apakah sesuai hukum adat Bali laki-laki yang nyentana mungkin kawin lagi dengan perempuan lain dan dibawa ke keluarga istri? Dengan tegas I Ketut Sudantra menjawab tidak ada poligami dalam sistem perkawinan nyentana sebab itu menyalahi karma dan si laki-laki akan diusir.
“Kalau lebih dari satu (poligami), berarti umumnya perkawinan biasa,” tegas I Ketut Sudantra.
Sementara itu, Ahli Hukum Pidana Dr. Dewi Bunga menjelaskan bahwa dugaan pemalsuan ini merujuk pada Pasal 263 KUHP yang mencakup pembuatan dan penggunaan surat palsu.
“Dalam kasus ini, surat keterangan waris yang diajukan sejak awal memang tidak pernah ada dalam arsip Kantor Lurah Jimbaran,” ungkapnya.
Usia menyimak kesaksian 3 ahli, Hakim Tunggal Sayuti menyatakan bahwa persidangan akan berlanjut pada Senin, 17 Februari 2025 dengan agenda pembacaan putusan.
Sementara itu, Kuasa hukum pelapor Made Tarip Widarta, dkk., Harmaini Idris Hasibuan, SH, Drs, I Ketut Artha, dan I Ketut Arianta, SH dari Kantor H2B Law Office Harmaini Idris Hasibuan and Associates Legal menjelaskan bahwa ketiga saksi yang memberikan keterangan dalam persidangan seluruhnya membuktikan bahwa benar surat silsilah keterangan waris itu terbukti palsu.
Ungkapnya, saksi ahli Ketut Sudantra mengatakan nyentana tidak mungkin terjadi kalau ada saudara perempuan yang punya saudara laki-laki dan tidak mungkin terjadi kalau laki-laki punya istri tiga, lebih-lebih kejadianya sudah 200 tahun lalu yang lalu plus tidak ada bukti.
Lanjut Harmaini Idris Hasibuan, ahli hukum pidana menerangkan teori tentang 263 KUHP itu terdiri dari ayat 1 ayat 2: ayat 1 membuat surat palsu sedangkan ayat 2 memalsukan surat.
“Kalau membuat surat palsu dari awal tidak ada, terus dia ada-adain. Contohnya seperti surat keterangan itu. Awalnya tidak ada, tidak ada buktinya. Di Kantor Lurah tanggal itu tidak ada mengeluarkan surat itu kosong, tapi kalau jika sudah kosong berarti apalagi kan?” jelasnya.
Dalam sidang saksi hukum pidana juga mengatakan bahwa surat-surat palsu itu poin pentingnya adalah tentang isi materi dan tidak perlu pembanding atau apapun kecuali pembandingnya itu keterangan yang berbeda dengan materi surat tersebut.
Tegas Harmaini Idris Hasibuan sidang sengketa warisan antara Made Dharma,dkk. versus Made Tarip Widarta, dkk. tercatat sebanyak 29 gugatan perdata maupun pidana.
Tujuh kasus sudah tuntas di mana tinggal 22 kasus masih bergulir dan dua gugatan perdata Made Darma Kalah dan inkrah semuanya dimenangkan kliennya Made Tarip Widarta. (bp/ken)