APRESIASI: Tim Gopta Law Firm saat mendampingi keluarga IMS melapor ke Polda Bali, terkait Kasepekang Desa Adat Telaga. (Kanan) I Gusti Ngurah Putu Alit Putra. (Ilustrasi: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Pasca dilakukannya proses penyelidikan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Bali, keberlanjutan kasus Kasepekang yang menimpa IMS dan keluarga selaku korban yang terjadi di Desa Adat Telaga, Busung Biu, Buleleng, pada bulan Juli 2024 lalu, kini mulai memasuki babak baru.
Berdasarkan informasi yang dihimpun melalui perwakilan tim Kuasa Hukum IMS dari Gopta Law Firm, kasus yang sedang ditangani Polda Bali berdasarkan Laporan Polisi (STTLP) Nomor: STTLP/B/579/VIII/2024/SPKT/Polda Bali tersebut, dikabarkan saat ini tim penyidik Ditreskrimum Polda Bali sudah mengantongi sejumlah nama untuk ditetapkan sebagai tersangka dan akan segera melakukan gelar perkara, untuk meningkatkan status kasus tersebut dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Hal tersebut diungkapkan I Gusti Ngurah Putu Alit Putra mewakili Kadek Eddy Pramana selaku koordinator tim pengacara Gopta Law Firm mengatakan bahwa, pihaknya mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan penyidik Polda Bali dalam menangani kasus ini, berharap dengan kasus Kasepekang ini dapat dijadikan pembelajaran bagi seluruh masyarakat Bali, agar tidak ada lagi kesewenang-wenangan yang mengatasnamakan Desa Adat di Bali.
“Sejauh ini yang kami tahu, penyidik sudah memeriksa sejumlah saksi. TKP (Tempat Kejadian Perkara, red) juga sudah disambangi, kemungkinan dalam waktu dekat akan digelar perkaranya untuk naik sidik dan menetapkan tersangkanya,” ungkap pria yang akrab disapa Wah Alit tersebut kepada Balipolitika.com, Kamis, 23 Januari 2025.
Lebih lanjut Wah Alit menambahkan, dari perjalanan kasus ini ia melihat adanya kemungkinan dua orang akan ditetapkan sebagai tersangka, menduga adanya kesewenang-wenangan alias abuse of power sebagai motif dibalik kasus yang melibatkan sejumlah oknum perangkat Desa Adat Telaga berinisial WBA, IKM, IMA, dan KA selaku terlapor.
“Menurut pandangan kami ada kemungkinan dua orang yang kami duga kuat akan dijadikan tersangka. Kita lihat nanti setelah gelar perkara, mengingat kasus Kasepekang ini dilakukan secara non prosedural dan cenderung ada sentimental oknum-oknum terhadap IMS dan keluarga. Awal dicetuskannya perkara Kasepekang ini justru almarhum (IPC/Saksi, red) yang diduga melakukan cuntaka raos, mengapa kemudian keluarganya yang terkena kasepekang dalam sehari berubah 180 derajat kehidupan mereka, pencaharian ekonomi, psikologis, sekolah anak anak semua amburadul dalam sehari, sungguh miris kita hidup di negeri demokratis masih ada perundungan mengatasnamakan hukum adat Bali,” paparnya.
Wah Alit meyakini bahwa penyidik mampu menguak fakta sesungguhnya dalam kasus ini, terlebih adanya dalil-dalil hukum menyatakan bahwa Kasepekang itu tidak memenuhi unsur dan prosesnya tidak sesuai prosedur, sehingga kasus memang murni Tindakan Pidana.
“Ini ranahnya sudah pidana, maka dari itu kasus ini kami laporkan ke Polda Bali. Terlebih keluarga ini diusir secara paksa oleh Massa dari tanah dan bangunan Hak Milik yang bersertifikat dan itu dilindungi Undang-undang serta Konstitusi NKRI,” tutupnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pasca berstatus terlapor di Polda Bali, Bandesa Adat Telaga, Deby Ariyanto kepada wartawan mengakui, bahwa pihaknya yang berwenang terkait Kasepekang berujung pengusiran terhadap IMS dan keluarga, selaku pelapor yang terjadi di Desa Adat Telaga, Busung Biu, Buleleng, pada bulan Juli 2024 lalu.
Saat disinggung soal dugaan kesewenang-wenangan yang dilakukannya terhadap IMS dan keluarga, Bandesa Deby mengakui adanya dugaan tersebut, tetapi ia menegaskan bahwa, sebagai pemangku kepentingan di desa dalam menjatuhkan sanksi terhadap IMS dilakukannya berdasarkan hasil Paruman Desa (Rapat Desa), ia menyinggung pihak pelapor tidak memiliki dasar hukum jika menuding pihaknya secara pribadi paling berkepentingan terkait peristiwa Kasepekang tersebut, mengingat semua keputusan dilakukannya dengan cara musyawarah di desa.
“Benar nika (itu, red) pak, artinya kalau dugaan (kesewenang-wenangan, red) itu benar saja. Tetapi kembali kepada hukum praktis, realitanya, ketika saya dituding seperti itu tolong buktikan dulu, dimana kata-kata saya yang seakan saya sewenang-wenang? Ada faktanya saya pernah menyudutkan? Kalau perjalanan akhir dari masalah ini adalah ke hukum, saya sebagai warga negara yang baik tentu akan mengikuti semua prosedurnya. Tetapi, harus ada dasar yang jelas, buktikan kalau memang peristiwa itu semua atas dasar perintah saya dan bukan hasil Paruman desa,” tegasnya kepada wartawan melalui sambungan telepon, Jumat, 6 Desember 2024. (bp/gk)