BADUNG, Balipolitika.com– Sebanyak 221.802 warga Kabupaten Badung mencoblos Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Badung Nomor Urut 2, I Wayan Adi Arnawa- I Bagus Alit Sucipta (Adicipta) sehingga menang telak di Pilkada Badung 2024, Rabu, 27 November 2024 lalu.
Salah satu janji dan komitmen politik yang membuat Adicipta “di atas angin” sehingga mampu mengalahkan rivalnya, Paslon Nomor Urut 01, I Wayan Suyasa- I Putu Alit Yandinata (Suyadinata) adalah program unggulan berupa bantuan Rp2 juta per KK setiap hari raya yang konon sudah dialokasikan dalam APBD 2025.
Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) DPRD Badung, I Wayan Puspa Negara mendorong Adicipta untuk merealisasikan janji politik tersebut dengan catatan harus melindungi masyarakat penerima agar aman plus nyaman dari persoalan hukum, sosial, dan psikologis.
“Bantuan bersifat populis Rp2 juta per KK bagi masyarakat Badung pada saat hari raya keagamaan merupakan janji Paslon Adicipta. Kami sangat sepakat pemberian itu dilaksanakan karena Adicipta unggul atau menang sehingga harus memenuhi janjinya. Akan tetapi, kita perlu melindungi masyarakat penerima agar aman dan nyaman dari persoalan hukum, sosial, dan psikologis. Maka kami memandang perlu kajian hukumnya dan nomenklaturnya seperti apa di APBD Badung karena pemberian bantuan itu sifatnya berkelanjutan. Sekali lagi kami setuju pemberian Rp2 juta per KK untuk masyarakat dengan catatan kajian yuridis, filosofis, historis, dan psikologisnya harus jelas serta otentik. Terlebih dahulu, data harus valid serta adil dan merata,” ucap I Wayan Puspa Negara, Kamis, 5 Desember 2024.
Menjadi catatan Fraksi Gerindra DPRD Badung, program unggulan berupa bantuan Rp2 juta per KK setiap hari raya yang konon sudah dialokasikan dalam APBD Badung Tahun 2025 itu berpotensi menjadi prank politik sekaligus menimbulkan rasa ketidakadilan sehingga dalam realisasinya harus benar-benar taat azas.
Ungkapnya, setiap program pemerintah harus dikaji secara yuridis, filosofis, historis, dan psikologis karena menyangkut performa pemerintah terkait good government plus clean governance, kecermatan perencanaan, ketaatan hukum, dan pengayoman pada hajat hidup orang banyak.
“Bahwa Adicipta menyatakan pemberian Rp2 juta per KK pada setiap hari raya keagamaan adalah untuk pengendalian inflasi, sedangkan program pengendalian inflasi daerah sudah ada tiap tahun dari tahun ke tahun melalui TPID, Tim Pengendali Inflasi Daerah. Artinya inflasi sudah diproyeksikan dengan cermat pada setiap tahun anggaran. Hal itu terlihat secara normatif pada Tim Pengendalian Inflasi Daerah,” urai politisi asal Legian, Kuta, Badung itu.
Normatif dimaksud, yakni dalam rangka pengendalian inflasi agar tetap rendah dan stabil sehingga mendukung perkembangan perekonomian daerah dan menyejahterakan masyarakat, perlu dilakukan langkah strategis melalui wadah koordinasi antar lembaga.
Pemerintah Kabupaten Badung sendiri membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Badung melalui SK NOMOR 6446/01/HK/2017 tentang Pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten Badung yang diketuai oleh Bupati Badung, Wakil Ketua adalah Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Pelaksana Harian adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Badung, dan Sekretaris adalah Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Badung.
“Jadi TPID harusnya sudah memiliki formula penanganan dan manajemen penanggulangan inflasi daerah yang firm dan tertata sistematis, bukanya dengan begitu mudah, terburu-buru dan instannya tanpa kajian tajam secara yuridis, filosofis, historis, dan psikologis menerima janji paslon yang terlihat manis, tapi berpotensi memberi prank politis,” tekan I Wayan Puspa Negara.
Bebernya, secara yuridis Fraksi Gerindra DPRD Badung melihat angka biaya tak terduga pada APBD Tahun 2025 senilai Rp237 miliar yang melambung dan membengkak dari hanya Rp72 miliar di Tahun 2024.
Besarnya angka BTT Rp237 miliar ini menunjukkan seolah-olah Badung akan mengalami bencana darurat di tahun 2025, padahal angka itu ditumpangi oleh program pemberian Rp2 juta per KK saat hari keagamaan senilai Rp 165 miliar.
BTT ungkap I Wayan Puspa Negara adalah singkatan dari Belanja Tidak Terduga, yaitu pengeluaran anggaran yang digunakan oleh pemerintah daerah (Pemda) untuk keperluan mendesak dan keadaan darurat.
BTT dapat digunakan untuk mengatasi bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, dan kejadian luar biasa.
Kedua, mengatasi kebutuhan daerah dalam rangka pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia.
Ketiga, mengendalikan inflasi dan keempat mengembalikan kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup
Meskipun pemerintah daerah dapat menggunakan anggaran belanja tidak terduga (BTT) untuk mengendalikan inflasi karena BTT adalah pengeluaran anggaran yang bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan kondisi daerah untuk keperluan mendesak atau keadaan darurat, I Wayan Puspa Negara mengajukan pertanyaan apakah sudah daruratkah perekonomian rumah tangga masyarakat Badung sehingga saat hari raya harus diberikan bantuan Rp2 juta per KK?
“Jika ya, maka dibuatlah formulanya dengan baik dan tidak melanggar aturan. Tapi, jika tidak darurat inflasi, maka bantuan itu sifatnya transaksional semata apalagi berkelanjutan, sehingga kurang tepat diambil dari anggaran BTT, meskipun kami pandang bantuan itu akan membuat masyarakat Badung happy, tapi dengan catatan tidak menimbulkan prank, tidak melabrak landasan yuridis, filosofis, historis, dan psikologis serta adil dan merata,” tegas I Wayan Puspa Negara.
Lebih lanjut, Fraksi Gerindra DPRD Badung memandang rencana diberlakukannya syarat menerima program unggulan berupa bantuan Rp2 juta per KK setiap hari raya, di antaranya tidak berstatus ASN/PNS, berpenghasilan di bawah Rp5 juta, ber-KTP Badung minimal selama 5 tahun, otomatis memupus harapan para ASN dan PPPK berpenghasilan rendah.
“Adanya tiga syarat ini tentu membuat pupus harapan para ASN dan PPPK yang berpenghasilan rendah. Demikian juga masyarakat yang pekerjaannya tidak menentu hingga yang bekerja di sektor nonformal karena fluktuasi pendapatan rumah tangga, sehingga akan ada kendala atau kecemburuan jika diberikan berdasarkan pendapatan masyarakat Badung yang kurang dari Rp5 jt sebulan karena data itu sepertinya belum valid dan belum ada sensus khusus di Badung terkait warga Badung berpendapatan kurang dari Rp5 juta. Artinya, data pendukung masih relatif lemah dan dinamis. Data harus valid terlebih dahulu dan jika data tidak valid, maka kami proyeksi akan menimbulkan kegaduhan,” ungkap I Wayan Puspa Negara memberikan peringatan.
Sambungnya, nomenklatur BTT harus digunakan secara bijak karena untuk pengendalian inflasi selain menggunakan dana BTT ada beberapa upaya lain yang dapat dilakukan pemerintah daerah seperti melaksanakan operasi pasar murah, melakukan sidak ke pasar dan distributor, bekerja sama dengan daerah penghasil komoditi, hingga gerakan menanam.
BTT layak digunakan mengacu Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Sementara itu, inflasi adalah hal yang biasa terjadi dan harusnya sudah bisa diantisipasi dengan baik.
“Jadi menurut hemat saya program pemberian Rp2 juta per KK harus menunjukkan keberpihakan pada pemerataan dan keadilan serta menjadi program kegiatan inovasi di unit teknis atau SKPD atau OPD,” urainya.
Ditambahkan I Wayan Puspa Negara janji kampanye Adicipta menurut sumber sudah dipastikan dialokasikan dalam APBD Badung Tahun Anggaran 2025, padahal nomenklatur APBD Tahun 2025 faktanya tidak eksplisit menyebutkan bantuan Rp2 juta per KK, melainkan hanya tercantum BTT.
“Artinya, kami masih belum firm melihat dari segi aturan dan perspektif lainnya seperti aspek sosiokultural, historis, filosofis, dan psikologis. Oleh karena itu, kami meminta kajian hukum, kajian filosofis, kajian historis, dan kajian psikologis sebelum hal itu dapat diterapkan,” rincinya.
“Selanjutnya, menurut saya sebelum mengeluarkan SK penerima bantuan hari raya keagamaan, harus melakukan kajian matang. Bila diperlukan meminta arahan dari aparat penegak hukum seperti kejaksaan untuk mendapatkan legal opinion. Jangan sampai kebijakan yang sejatinya untuk membantu masyarakat malah menimbulkan masalah hukum di kemudian hari terlebih membuat prank bagi masyarakat yang dapat menimbulkan mosi tidak percaya dan dapat meruntuhkan kewibawaan Pemerintah Badung yang ber-Sasanti Cura Dharma Rakcaka atau kewajiban pemerintah untuk melindungi kebenaran dan rakyatnya,” tutup I Wayan Puspa Negara. (bp/ken)