JANJI: (Kiri-kanan) Cagub Bali Nomor 2, Wayan Koster, Mantan Gubernur Bali 2008-2018, Made Mangku Pastika. (Ilustrasi: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Menarik perhatian warganet pasca digelarnya debat ketiga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bali 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), adanya pemaparan visi, misi dan program kerja masing-masing calon gubernur sebagai wacana untuk membawa Bali ke arah yang lebih baik selama lima tahun kedepan, dikutip Kamis, 21 November 2024.
Diungkapkan Cagub Bali Nomor 2, Wayan Koster yang mengobral janjinya untuk kesejahteraan petani, melalui rencana pengembangan pertanian modern berkonsep Smart Agriculture, termasuk pelatihan dan akses penggunaan teknologi bagi petani.
“Program yang disiapkan diantaranya mengembangkan sistem pertanian modern Smart Agriculture, akses dan pelatihan penggunaan teknologi digital, memperbanyak komunitas petani muda keren untuk berbagai informasi pengalaman dan keberhasilan,” jelas Koster.
Wacana hanyalah sekedar wacana, apa yang diungkapkan Wayan Koster selaku incumbent (petahana) di Pilkada Serentak 2024, berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi pada sektor pertanian Bali saat ia masih memimpin di periode 2018-2024.
Menariknya, alih fungsi lahan pertanian di Bali berlangsung secara masif selama Koster menjabat, tercatat Bali kehilangan lahan pertanian seluas 3.895 hektare pada 2023, menambah catatan dalam kurun sepuluh tahun terakhir dimana seluas 11.985 hektare lahan pertanian di Bali telah menyusut menjadi beton, menyisakan sekitar 68.059 hektare lahan pertanian yang masih tersisa saat ini.
Masifnya alih fungsi lahan pertanian di Bali menjadi hal yang akan mempengaruhi kesejahteraan petani, perlu digarisbawahi proyek Pusat Kebudayaan Bali telah mengorbankan 9,38 hektare lahan pertanian termasuk Subak Gunaksa, belum lagi wacana pembangunan Tol Gilimanuk-Mengwi sepanjang 96,21 km, diperkirakan akan membantai 480,54 hektare lahan pertanian aktif di sepanjang jalur tersebut.
Adanya ketimpangan antara janji manis yang diungkapkan Wayan Koster pada debat ketiga beberapa hari lalu, dengan fakta miris sektor pertanian Bali selama ia menjabat, tentu menuai tanda tanya bagi publik, apakah ia akan konsisten soal kesejahteraan petani Bali jika terpilih lagi sebagai gubernur? Atau hanya sekedar wacana yang dibumbui konsep Tri Hita Karana saja untuk meraih suara para petani? Tentu masyarakat Bali kali ini akan lebih cerdas dalam menilainya.
Sementara terkait maraknya alih fungsi lahan pertanian di Bali atau jalur hijau sepanjang kurun waktu hingga tahun 2023, Mantan Gubernur Bali 2008-2018, Komjen Pol (Purn) I Made Mangku Pastika mengungkapkan, selama alih fungsi lahan masih terjadi di Bali tentu kesejahteraan petani hanya akan menjadi sebuah rencana saja.
Menurutnya, Bali kedepan memerlukan sosok pemimpin yang mampu berkomitmen untuk membendung maraknya alih fungsi lahan pertanian di Bali, memberikan solusi jangka panjang untuk menyelamatkan subak-subak di Bali, tak hanya pemimpin yang berfokus di sektor pariwisata saja.
“Ibarat buah simalakama ini, oleh karena itu Bali butuh solusi jangka panjang. Perbaiki lagi RT RWB kita, harus ada konsisten dari pemerintah. Jangan lagi dikasih izin untuk jalur hijau, apalagi yang bangun tanpa izin ya harus ditindak lah. Banyak sekali wacana (kesejahteraan petani, red) itu, tapi faktanya tidak disepakati,” ungkapnya, 18 November 2024.
Mangku Pastika menjelaskan, banyaknya proyek pembangunan akomodasi pariwisata di Bali telah banyak mengorbankan lahan pertanian, tak khayal berkurangnya luas lahan pertanian dan jumlah subak di Bali justru akan memberikan dampak negatif terhadap kesejahteraan petani.
“Sekarang kenyataannya Bali masih jauh dari (Kesejahteraan petani, red) itu. Alih fungsi lahan masih terjadi, terus petani ini mau bertani dimana? Bali harus punya pemimpin yang benar mau memikirkan itu, tidak hanya omon-omon saja, jangan biarkan persoalan ini terus berlarut-larut,” imbuhnya. (bp/gk)