BLAK-BLAKAN: Wakil Ketua DPRD Bali, I Wayan Disel Astawa menanggapi fenomena hibah bermasalah di Kabupaten Badung. (Ilustrasi: Gung Kris)
BADUNG, Balipolitika.com- Pasca ramainya pemberitaan terkait proyek pembangunan Pura di Bualu yang pendanaannya bersumber dari Dana Hibah Kabupaten Badung, pada akhirnya menuai permasalahan baru di masyarakat, Wakil Ketua DPRD Bali, I Wayan Disel Astawa, secara blak-blakan mengungkapkan bahwa banyak anggota dewan yang terkontaminasi dana hibah tersebut, sehingga mereka tidak berdaya untuk menjalankan fungsi pengawasan sebagai wakil rakyat di Badung, Kamis, 14 November 2024.
Hal tersebut diungkapkan Disel saat disinggung wartawan Balipolitika.com, terkait lemahnya pengawasan dewan terhadap adanya indikasi pemanfaatan anggaran Dana Hibah Badung yang tak sesuai dengan pelaksanaannya, seharusnya menjadi kewajiban anggota DPRD selama 5 tahun untuk melakukan pengawasan, kontrol, hingga budgeting terhadap perjalanan penggunaan anggaran daerah termasuk hibah yang dimaksud.
“Selama lima tahun kemana aja? Seharusnya diawasi, termasuk BPK (Badan Pemeriksa Keuangan, red) juga bisa. Tapi sekarang kenapa BPK selalu mengatakan APBD Badung selalu baik-baik saja? Kalau ditanya DPR di Badung selama sepuluh tahun penyaluran hibah itu mereka sudah banyak yang terkontaminasi, sekarang kalau sudah mencuat seperti ini di media massa apa perlu lagi dari DPR? Aparat harus bertindak segera,” sentil Disel, melalui sambungan telepon.
Lebih lanjut Disel menegaskan, setelah adanya temuan yang telah ramai diberitakan media di Bali terkait adanya indikasi pemanfaatan hibah yang tak sesuai aturan tersebut, ia mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) di Kepolisian dan Kejaksaan untuk segera mengambil langkah tegas, melakukan penyelidikan mendalam terkait pemanfaatan dana hibah di seluruh Bali dan mengungkapkan fakta yang sebenarnya guna menjawab keresahan masyarakat pasca beredarnya kabar temuan di Bualu beberapa hari yang lalu.
“Saya bukan lagi mendorong, sudah kewajiban APH itu. Apalagi sudah jelas, dari hasil jurnalisme investigasi di media sudah diungkapkan, tinggal pertanyaannya aparat mau turun tidak untuk mencari tahu? Orang lagi tidur aja bisa ditangkap kok, apalagi ini jelas datanya,” tegas Disel.
Disel mengungkapkan keprihatinannya, saat mendapati ramainya pemberitaan terkait indikasi Dana Hibah Jadi Masalah di Badung, terlebih adanya peristiwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) oknum Perbekel Bongkasa menjadi momentum tepat, agar APH benar-benar melakukan fungsi dan tanggung jawabnya terhadap negara.
Proyek Pura di Bualu Menggunakan Dana Hibah Kini Menjadi Masalah
Diberitakan sebelumnya, bantuan Dana Hibah dari Pemkab Badung kembali menuai sorotan tajam dari masyarakat Kabupaten Badung itu sendiri, pasca munculnya informasi terkait proyek pembangunan Pura di Bualu gunakan dana hibah kini bermasalah.
Pasalnya, Dana Hibah yang diperuntukkan untuk pembangunan salah satu pura di Bualu justru bermasalah.
Sesuai prosedur, Dana Hibah ini adalah Uang Rakyat bersumber dari Pajak yang kemudian dikelola oleh Pemkab Badung.
Selanjutnya, bantuan Dana Hibah ini diajukan oleh warga Kabupaten Badung itu sendiri, yang digunakan buat kepentingan rakyat melalui tahapan pembangunan pura.
Atas dasar tersebut, warga Pengempon Pura di Bualu mengajukan proposal, yang disiapkan oleh Tim Perumus yang berasal dari luar.
Setelah dibuatkan proposal, datanglah Tim Verifikasi, lalu dicek ke lapangan dan disetujui, yang akhirnya Dana Hibah cair senilai Rp 2 milyar ditransfer langsung masuk ke rekening panitia.
Setelah dana masuk Rp 2 milyar, justru ditemukan dana berupa Down Payment (DP) senilai Rp 700 juta tertanggal 26 Oktober 2023, yang langsung diambil dari rekening panitia dan diserahkan ke pihak pemborong atau kontraktor berinisial WA, dengan dalih pekerjaan tahap pertama, yang ternyata disebutkan proyek pembangunan seharusnya dikerjakan sesuai spesifikasi dan gambar didalam isi proposal tersebut.
“Ternyata, dalam prakteknya tidak sesuai dengan spesifikasi dan bahan lama dipakai lagi, sehingga jadi pakrimik (buah bibir, red) pembicaraan utama warga,” keluh salah seorang warga Pengempon Pura di Bualu.
Anehnya lagi, warga tidak diperbolehkan mengetahui tahapan kerja pembangunan Pura, lantaran semua pekerjaan pembangunan sudah diserahkan ke pihak pemborong lengkap berisi Tim Pengawas dan Kode Etik.
Padahal, warga Badung penerima Dana Hibah berhak mengetahui rincian Dana Hibah yang diperoleh sesuai peruntukannya.
“Dapat Rp 2 milyar, tapi uang Rp 15 juta tetap berjalan, sampai penyerahan hasil laporan malah minus Rp 140 juta. Itu malah jadi pakrimik krama (warga, red), karena pengerjaan juga tidak sesuai spesifikasi,” kata salah seorang warga setempat.
Oleh karena itu, warga Pengempon Pura di Bualu berharap, anggaran Dana Hibah senilai Rp 2 milyar itu dikerjakan sesuai dengan RAB yang telah ada didalam proposal.
Diduga pekerjaan Pembangunan Pura itu tidak sesuai dengan rencana kerja semula, justru ada dua Pelinggih yang masuk di proposal, tetapi tidak dikerjakan oleh pihak pemborong, tapi justru dibiayai swadaya oleh warga Pengempon Pura sendiri.
“Pokoknya proposal dapat segitu, jangan banyak tanya dan komentar, juga itu berkat minta Dana Hibah. Jadi, kami tidak bisa komentar dan berbuat apa-apa,” urainya.
Sesuai isi proposal, lanjutnya ada 19 Pelinggih yang semestinya wajib dikerjakan.
Namun, hanya 2 Pelinggih yang disebut Parahyangan dan Taksu tidak dikerjakan, sehingga hanya 17 Pelinggih saja yang dikerjakan pihak pemborong.
“Di proposal ada Pelinggih Parahyangan dengan nilai Rp 76.506.090,- dan juga Pelinggih Taksu senilai Rp 60 juta-an itu tidak dikerjakan pemborong,” ungkapnya.
Menyikapi hal tersebut, pihaknya berharap siapapun yang berkaitan dengan tahapan pembangunan Pura di Bualu berkenan segera mengecek ke lapangan.
“Pihak berwenang agar mengecek dan langsung turun ke lapangan. Jadi, Dana Hibah jika tidak dikelola dengan baik dan benar bisa menjadi musibah. Siapapun pejabatnya yang tidak benar bisa rebah,” tutupnya. (bp/gk)