Ilustrasi: Bonk AVA
Peradaban yang Kekal dalam Buku
Pada akhirnya
hanya lewat lorong-lorong kosong
yang tersebar dalam sebuah buku,
Izrail akan pergi
dengan ayat ajal
yang karam,
serupa seseorang dengan cinta
bertepuk sebelah tangan.
“Keabadian,”
kata keramat penyair,
akan datang memeluk tubuh kita,
juga hiruk-pikuk peradaban
dalam sajak kita.
Maka sebuah pena kunyalakan,
dan kutuliskan apa-apa
yang bakal menjadi kota.
Sambil menulis aku berdoa,
semoga kelak apa yang lahir
dari embus napas
terus jalan-jalan ke kota itu
dan merangkul kata-kata
yang kuwariskan
di setiap jengkal gedung megahnya.
Sumenep, 2023
Museum Masa Depan
Buku ialah museum
Di dalamnya, kalimat-kalimat
Menghimpun ingatan
Dari tahun memar,
Menjelma artefak
Yang bertahun kemudian
Bakal diziarahi
Oleh nama-nama
Yang masih diperam jam.
“Pada waktu kutitipkan
Setiap ingatan lewat kata-kata.
Di kemudian hari biarlah
Ia bertunas di kepala lainnya
Sebagai kuil, saban waktu
Rajin memberikan petuah,”
Ucap seorang penyair
Sebelum jadi epitaf
Di bawah pohon kamboja.
Baginya, buku adalah museum
Dalam lembar halamannya
Tiap peristiwa menjadi ingatan
Yang ingin terus memberi amanat
Tentang masa yang bakal layu.
Pamekasan, 2023
Adaptasi
Tak bakal ada yang sama
Saat hari lahir dari
Rahim tanah tenggara
Koran-koran akan tiba
Berserakan di halaman mata
Mimpi semalam yang masih basah
Tiba dengan doa berwarna oranye
Lalu tangan waktu datang
Menyulap segala yang
Dikeriputkan angka
Tak bakal ada yang sama
Dari rahim tanah tenggara
Bunga-bunga baru mekar
Dan sebuah musim baru
Akan memeluk jam-jam
Yang akan berpendar
Dengan lagu tentang perubahan
Sumenep, 2023
Dalam Siklus Reinkarnasi, Kenangan Perlahan Pudar
(Janji Seribu Bulan; Skialingga)
Dan rindu akan jadi virus
Menghapus seluruh file komputer
Berisi kenangan, juga luka
Hingga lumat musnah sebagai sejarah
Wajah cinta yang berkelebat
Hendak pergi secepat kilat
Remukkan jiwa
Ke dalam tahun tanpa purnama
Lalu di penghujung dermaga
Sebelum tubuhmu lebur dalam lapis kerak bumi
Segalanya bakal sia-sia, hilang tak bersisa
Serupa komputer sehabis direstore
Sumenep, 2024
Gamon
(Janji Seribu Bulan; Skialingga)
Sebuah penjara kita bangun
Dari masa lalu
Yang menolak dikubur
Arsip-arsip memori menggunung
Sesaki akar kepala
Jadi sampah
Jadi nanah
Barangkali kita adalah pesakitan
Yang mengidap hoarding disorder
Sehingga mengira segalanya berharga
Dan menjadikannya paket kado
Bagi hari yang datang menjenguk
“Apakah luka perlu diwariskan
Dan dikekalkan?”
Pertanyaan itu datang berulang
Dan selalu pulang
Membawa hampa
Sementara sebuah penjara terbangun
Di dalamnya kita terkurung
Sumenep, 2024
BIODATA
Fathurrozi Nuril Furqon, lahir di Sumenep, 1 Agustus 2002. Menyukai puisi dan novel, serta suka main game Genshin Impact.
Bonk AVA adalah nama pena dari Putu Sumadana, lahir di Denpasar, 27 Juli 1987. Puisi dan esainya dimuat di sejumlah media masa. Selain menulis, ia suka melukis. Pameran yang pernah diikutinya adalah “Silang Sengkarut” di Dalam Rumah Art Station, Denpasar. Kini ia bergiat di komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP), Bali.