Ilustrasi: Gede Gunada
PRASASTI
: makam SDD.
Rimbun daun bambu menaungi makammu
Sekarang telah memasuki bulan Juli
Suhu 34 derajat menghangatkan tanah pemakaman
Aku rindu ‘hujan bulan Juni’ dan kokok ayam pelung
di halaman belakang rumahmu
Serta pohon belimbing wuluh yang kau lihat berjalan-jalan
mengelilingi kompleks perumahan di tepian situ Gintung.
Kuusap prasasti di tanah makam yang tertulis puisimu
Dan kubacakan dengan suara gemetar
Seolah telah kaupahatkan tinta emas di hati
para penyair untuk selalu mengolah imajinasi.
Kutinggalkan area pemakaman Wijayakusuma
yang terlihat rapi dan bersih
Pohon kenanga yang tak pernah berhenti berbunga
Biarlah menjadi puisi yang abadi
Untuk mencatat bahwa setiap zaman ada penyair besarnya.
2024
BAOBAB
: bersama F. Rahardi
Taman Buah Mekarsari telah berubah menjadi penuh semak belukar
Ketika pandemi corona telah memaksa untuk menutup pintu gerbangnya.
Engkau mengajakku mengelilingi taman setelah dibuka kembali
Dan memperkenalkan aneka ragam tanaman yang berasal dari berbagai penjuru dunia
Dan ketika kau tunjukkan indahnya bunga Jacaranda
Aku menjawab telah memiliki pohonnya namun belum
kupindahkan dari pot untuk ditanam di sudut halaman.
Melanjutkan berkeliling taman engkau tunjukkan dua pohon Baobab
yang pertumbuhannya tidak sama
Mengingatkan pohon baobab yang kulihat di sudut gedung societet Subang
Dan baobab berharga ratusan juta di sebuah halaman gedung rektorat.
Betapa rinci engkau jelaskan nama pohon berikut nama latinnya
Tapi yang kuingat mengapa pernah gelombang cinta
begitu diburu orang dan harganya bisa mencapai jutaan rupiah?
Engkau hanya menanggapi dengan senyuman
dan seolah ada rahasia yang disembunyikan.
2024
MA’AWUO DANAU BAKUOK
Siang menyambut kedatangan dengan ucapan salam
penuh kehangatan dalam perjumpaan dan kenangan
bersiap mengikuti Ma’awuo Danau Bakuok
menjaga tradisi warisan nenek moyang
menjaga marwah di dalam hati agar tidak pernah padam.
Di Danau Bakuok – tak sekadar membawa jala untuk menjaring ikan
ada jatidiri masyarakat adat Kanagarian Tambang
ada ikatan kebersamaan dalam musyawarah dan mufakat
ada beragam ikan yang akan memberikan rejeki dengan senyuman
ada tradisi adat berabad silam yang perlu dilestarikan.
Kita telah diajari oleh ninik mamak untuk saling berbagi
semesta mengamati dan akan selalu mengamini
aku pun ikut turun ke danau dengan niat yang suci
mengikuti tradisi Ma’awuo Danau Bakuok
menjelang datangnya bulan suci ramadan yang dinanti.
Gobah-gobah yang dibuat dari pucuk enau
menjadi penanda kehidupan di danau harus dijaga
biarlah ikan-ikan kecil bebas melanjutkan kehidupannya
dan tahun mendatang aku ingin kembali ke danau Bakuok
turut mengambil ikan yang telah gemuk perutnya.
Setelah doa bersama mengucap syukur kepada pemilik kehidupan
dan jala pertama telah ditebar oleh pucuk adar
marilah kita berlomba menangkap ikan dengan senyuman
menyibak air siapa tahu ada ikan besar melompat di hadapan
dan pulang ke rumah sambil membayangkan harumnya ikan bakar.
2024
LANCANG KUNING
Duduk di tepian sungai Siak
perahu hilir mudik meninggalkan alur air yang panjang
permukaan sungai terlihat bercahaya
seperti cahaya kejayaan kerajaan Siak Sri Indrapura
yang ditulis dalam buku Hikayat Siak.
Adakah tiba-tiba sebuah perahu Lancang Kuning lewat
dan nakhodanya mengajakku turut menyusuri masa lalu
mengingatkan pada kerajaan bahari yang kuat
dan menguasai jalur perdagangan di selat Malaka
di tengah tekanan imperialisme Eropa.
Di atas perahu Lancang Kuning dengan kepala berbentuk naga
lengkap dengan meriam dan peralatan perang lainnya
seolah kulihat Sultan berdiri gagah siap berperang melawan penjajah
menjelajah lautan yang membentang dari laut Cina hingga selat Malaka
di bumi Lancang Kuning: Riau telah mewarisi semangat dalam bentuk yang beda.
2024
BIODATA
Bambang Widiatmoko, penyair berasal dari Yogyakarta. Kumpulan puisinya al. Mubeng Beteng (2020), Kirab (2021), Liat Pulaggajat (2022), Tetaplah Tidur Mendengkur (2024). Puisinya terhimpun dalam antologi puisi bersama al. Dari Jalan Semarang Sampai Kayutangan. (2023), Tanah Tenggara (2023), Identitas, Kemanusiaan, Kampung Halaman (2023), Puisi di Tanah Cahaya (2023), Rendezvous (2023), Kulminasi (2023). Kumpulan esainya Jalan Cahaya (KKK, 2022). Ikut menulis esai di buku al. Nyanyi Sunyi Tradisi Lisan (ATL, 2021), Esai dan Kritik Sastra NTT (KKK, 2021), Mencecap Tanda Mendedah Makna (FIB UI, 2021), Sastra, Pariwisata, Lokalitas (HISKI Bali, 2021), Antologi Kritik Sastra dan Esai (KKK. 2021), Jalan Sastra Lampung (DKL, 2022). Di Antara Gudang, Rumah Tua, pada Cerita (Gramedia, 2022), Oase di (Tepian) Kota (2023). Bergiat di Asosiasi Tradisi Lisan (ATL). WA 0821 1250 7979
Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama. Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.