STUDI KASUS: (Kiri-kanan) Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu dan Kepala Pusat Studi Hukum Perbankan, Dr. Zulfi Diane Zaini S.H.,M.H. (Ilustrasi: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Fenomena kemunculan skandal Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dalam pusaran kasus dugaan tindak pidana perbankan yang merugikan korbannya hingga miliaran rupiah beberapa waktu lalu, tengah menjadi perbincangan hangat warganet di Bali berusaha mencari tahu kebenaran informasi terkait permasalahan yang terjadi agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat, Rabu, 10 Juli 2024.
Sejumlah praktisi keuangan hingga ahli perbankan memberikan sudut pandangnnya terkait fenomena kemunculan skandal KSP di Bali, sebagai upaya agar masyarakat tidak terjebak lagi dalam praktik-praktik ilegal alias bodong yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab kerap mengatasnamakan lembaga Koperasi ataupun KSP di Bali, menekankan pentingnya literasi masyarakat tentang legalitas Koperasi yang melaksanakan usaha simpan-pinjam.
Perlu diketahui warganet, pasca diberlakukannya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) per 12 Januari 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki tugas baru untuk mengawasi KSP yang menjalankan fungsi industri jasa keuangan, pengawasan penuh dari OJK tersebut berlaku mulai akhir Januari 2025 mendatang, namun dalam menentukan KSP mana yang harus diawasi oleh OJK juga harus melalui proses penyeleksian dari Kemenkop UKM.
Sementara terkait maraknya skandal KSP memakan korban yang terjadi di Bali, Kepala OJK Region 8 Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu menjelaskan untuk saat ini pihaknya belum bisa melakukan upaya apapun terkait isu skandal yang terjadi di Bali mengingat kewenangan untuk mengawasi KSP yang menjalankan fungsi IJK alias KSP openloop (memberikan layanan selain dari anggota yang tercatat) baru berlaku pada Januari 2025.
Sehingga sementara pihaknya hanya bisa mengimbau masyarakat khususnya di Bali, agar selalu berhati-hati dengan modus pinjaman online ataupun penawaran pinjaman berproses mudah yang mengatasnamakan koperasi, sesungguhnya itu bukanlah koperasi resmi.
“Untuk saat ini KSP belum menjadi kewenangan kita. Yang bisa kami lakukan adalah dengan upaya perventif tentang sektor jasa keuangan itu seperti apa, saya berharap kejelian masyarakat untuk meneliti keabsahan lembaga keuangan tersebut,” ungkap Puji Rahayu kepada Balipolitika.com, 10 Juli 2024.
Di sisi lain, salah satu Ahli Hukum Perbankan, DR. Zulfi Diane Zaini S.H.,M.H., dari Universitas Bandar Lampung menambahkan, berbeda dengan lembaga keuangan perbankan prinsip KSP secara garis besar dapat didefinisikan bahwa usaha simpan pinjam koperasi merupakan kegiatan menghimpun dana dan menyalurkannya kepada para anggotanya dengan segala kesepakatan bersama.
Berbeda dengan perbankan atau lembaga keuangan lainnya yang berusaha mencari nasabah sebanyak-banyaknya, koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya melalui akses permodalan yang didapat dari koperasi itu sendiri, walaupun saat ini faktanya banyak koperasi memberikan akses permodalan kepada non anggota.
Sesuai dengan ketentuan pada pasal 9 UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sebagai lembaga usaha dengan badan usaha yang memiliki status badan hukum setelah akta pendirianya disahkan oleh pemerintah, koperasi mempunyai kekhususan tersendiri dalam menjalankan kegiatan usahanya, berdasarkan prinsip yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
“Yang menjadi poin edukasi saya buat masyarakat adalah, banyak saat ini yang salah kaprah menyimpan uang di koperasi sama dengan di bank. Aturannya sudah jelas, kalau ada koperasi yang menggunakan istilah-istilah perbankan (nasabah, tabungan, kredit, deposito dan lain-lain, red) itu sudah menyalahi Undang-Undang. Ranahnya sudah pidana karena koperasi yang menjalankan praktik-praktik perbankan itu bisa diketegorikan sebagai bank gelap,” cetusnya, Selasa, 9 Juli 2024.
Menurutnya, perlu adanya kesadaran masyarakat dan pengawasan ketak dari para pihak terkait dalam mewujudkan koperasi yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, pemeriksaan harus dilakukan agar koperasi di Bali berjalan sesuai dengan kaidahnya.
Skandal Koperasi Simpan Pinjam Makan Korban
KORBAN SKANDAL KSP: Kasus yang dialami I Gusti Ayu Ketut Setiawati menjadi pembelajaran masyarakat. (Ilustrasi: Gung Kris)
Menjadi pembelajaran bagi masyarakat Bali, terkait adanya skandal koperasi yang menimpa seorang wanita berusia 44 tahun, bernama I Gusti Ayu Ketut Setiawati asal Tabanan, diduga menjadi korban tindak pidana perbankan dan atau penipuan/penggelapan dalam jabatan oleh manajemen salah satu KSP di Denpasar, mengalami kerugian miliaran rupiah dan kasusnya sudah berjalan di Polda Bali.
Singkat cerita, wanita asal Tabanan ini menjelaskan, dirinya membuat Laporan Polisi nomor: STPL/1923/XI/2023/SPKT/Polda Bali karena pihak koperasi selalu mengulur ngulur waktu untuk memberikan data.
Sementara di sisi lain, pihak koperasi mempersiapkan segala sesuatu yang diduga untuk dapat menguasai asetnya.
Ia mengaku sudah beritikad baik sebagai anggota koperasi mau membayar atas apa yang menjadi kewajibannya dengan perhitungan yang benar.
Tindakan yang dilakukan manajemen koperasi yang berkantor di Jalan Wandira Sakti Nomor 8 Ubung, Denpasar Utara terbukti dengan sita eksekusi asetnya oleh Pengadilan Negeri (PN) Tabanan.
“Saya mau melunasi utang–utang pinjaman saya di koperasi tetapi seakan–akan dipersulit dan untuk menguasai aset saya yang dijaminkan,” ungkapnya, 22 Februari 2024.
Dalam laporannya, penyidik sudah menyatakan ada unsur penggelapan, dan memberikan keterangan yang tidak benar terkait atas dana-dana.
Sebagai salah satu contoh, dana deposito sejumlah Rp200 juta yang ditarik pada tanggal 24 Agustus 2021.
Dimana menurut keterangan Koperasi, dana tersebut dipergunakan untuk pembayaran pokok utang sebesar Rp 49.004.900.
“Dan pembayaran bunga sebesar Rp. 150.995.100, namun faktanya riwayat status pinjaman jelas terlihat bahwa pembayaran bunga sebesar Rp 150.995.100 ini hanya dibayarkan sebesar Rp 6.611.250 saja. Lalu kemana dana sebesar Rp 144.383.850 yang dibawa oleh koperasi. Kemudian dana pembayaran pokok sebesar Rp 49.004.900 yang katanya dipergunakan untuk membayar pokok?” ujarnya dengan nada tanya.
Dijelaskannya, dalam surat pernyataan bersama saat penyerahan jaminan, 27 Agustus 2021 jelas tertulis bahwa pokok utang masih sebesar Rp 528.000.000 tidak ada pengurangan pokok.
Jadi pernyataan koperasi yang menyatakan bahwa telah menarik uang depositonya pada tanggal 24 Agustus 2021, dipergunakan untuk pembayaran pokok.
Sebab, nyatanya tanggal 27 Agustus 2021 pokok tidak berkurang.
“Kemana uang saya dibawa? Dan masih banyak lagi kejanggalan – kejanggalan data dan informasi dari koperasi. Untuk itu, saya berharap pihak penyidik mengusut tuntas masalah ini sampai saya mendapatkan keadilan,” katanya.
Manajemen KSP tersebut sudah beberapa kali telah memenuhi panggilan penyidik.
Namun sangat minim data yang dibawa dengan alasan bahwa data ada di kantor sebanyak 4 dus.
Namun ditunggu tunggu tidak kunjung datang sampai pada akhirnya penyidik Polda Bali datang ke kantor koperasi pada tanggal 19 Februari 2024 dan Selasa 20 Februari 2023.
Sampai dengan hari ini pihak koperasi belum menyerahkan data yang disebutkan dengan alasan, sedang dipersiapkan.
“Dalam proses penyidikan ini, pihak KSP EDM melakukan manuver dengan mengajukan lelang jaminan di KPKNL Denpasar. Ini membuktikan bahwa koperasi sangat tidak berkeprikemanusiaan,” urainya.
Terkait dengan laporan ini, pihak koperasi melalui kuasa hukumnya mengatakan, pihak koperasi telah menjalan prosedur sesuai dengan aturan yang ada.
“Koperasi ini bukan baru berdiri satu atau dua tahun, tapi hampir dua puluh empat tahun. Dan koperasi ini juga berprestasi masuk sepuluh besar nasional. Dan hanya satu orang nasabah ini saja yang melakukan protes sehingga membuat kegaduhan. Justru pelapor ini sebagai nasabah yang tidak menepati janji–janjinya untuk melakukan pelunasan,” katanya. (bp/gk)