HARAPAN MASYARAKAT BALI: Praktisi Hukum Agraria asal Bali, I Wayan Sutita, S.H., akrab disapa Wayan Dobrak saat ditemui wartawan Bali Politika, di Jalan Badak Agung, Denpasar, Jumat, 5 Juli 2024. (Sumber: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Disela-sela kesibukan para elit Partai Politik (Parpol) di Bali menyiapkan para kandidat terbaiknya untuk diusung sebagai Bakal Calon (Balon) Kepala Daerah, hingga penantian turunnya rekomendasi tingkat pusat pada Pilkada Serentak 2024, Prakitisi Hukum Agraria, I Wayan Sutita akrab disapa Wayan Dobrak menitipkan pesan kepada sosok Gubernur Bali Terpilih 2024, Jumat, 5 Juli 2024.
Pesan Wayan Dobrak bernarasikan motivasi dan harapan sebagai masyarakat Bali, agar pelaksanaan Pilgub Bali pada 27 November 2024 mendatang, mampu melahirkan sosok Pemimpin Bali yang benar-benara berani melawan para sindikat mafia pertanahan di Bali, keberadaanya kerap menjadikan masyarakat awam sebagai target korban dari praktik ilegal jual-beli obyek berupa bidang tanah.
“Pesan saya cuma satu kepada siapapun nanti Gubernur Bali (Pilkada Serentak 2024, red) terpilih, sikat habis sindikat mafia tanah di Bali. Sudah banyak masyarakat jadi korban, mafioso-mafioso ini tidak pernah berkerja sendiri, mereka sistematis dan cenderung rapi juga melibatkan oknum-oknum pejabat Notaris hingga APH (Aparat Penegak Hukum, red) dalam praktiknya. Maka dari itu, perlu keberanian dari seorang Pemimpim Bali kedepan agar keberadaan sindikat ini bisa di sapu bersih,” tegas Wayan Sutita dari Dobrak Law Office, Jalan Tukad Balian, Denpasar.
Selain itu, pria yang pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Gianyar 2012-2017 itu menambahkan, sudah saatnya kedepan Bali memiliki pemimpin yang mampu bersikap tegas, terhadap keberadaan sindikat mafia tanah yang hanya ingin mengeksploitasi seluruh kekayaan dimiliki Bali.
Ia menjelaskan, masifnya praktik sindikat mafia tanah di Bali, dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan atas kepemilikan tanah, tetapi ketersediaan tanah di Bali terbatas, menjadi pemicu timbulnya peran mafia bermain mencari keuntungan, dari adanya peningkatan kasus sengketa tanah di Bali.
“Harus jadi catatan bagi para calon pemimpin terkait maraknya praktik mafia tanah di Bali ini. Pilkada ke pilkada, tahun ke tahun gubernur silih berganti namun satupun tidak ada yang peduli dengan persoalan ini. Saya berharap Gubernur Bali yang baru tidak tutup mata, sudah banyak masyarakat jadi korban. Kita memang alami juga sejumlah kasus, terkait jual-beli tanah yang prosesnya belum lunas,” imbuhnya.
“Pelaku (Mafia Tanah, red) ini biasanya memanfaatkan perjanjian Notaris, locus delicti (lokasi sengketa, red) dan tempo deliciti (waktu kejadian sesuai konteks, red) nya benar-benar disesuaikan. Jadi mereka betul-betul merangkai peristiwa itu seolah-olah jual-beli itu terjadi lunas, terstruktur lah, bahkan ada yang kerjasama dengan oknum Notaris terlihat resmi, sindikat seperti ini harus di sapu bersih dari Bali,” lanjut Dobrak.
Pilkada Bali 2024 merupakan momentum tepat untuk menyeleksi para kandidat calon gubernur, bagi Wayan Dobrak problematika pertanahan di Bali kerap luput dari perhatian para gubernur terdahulu, membuat jaringan sindikat mafia tanah di Bali semakin merajalela.
“Kalau memang pemimpin-pemimpin Bali ini tidak lagi ada yang peduli, saya kembali saja mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati saat akan menjual ataupun membeli tanah, keberadaan jaringan mafia tanah semakin luas di Bali, masyarakat harus waspada dalam bertransaksi obyek berupa tanah,” sentilnya. (bp/gk)