KRAMA BALI KEDAT POLITIK: Pasca pertemuan Ketua DPD PDIP Bali, Wayan Koster dengan Ketua DPD Gerindra Bali, Made Muliawan Arya, aroma menyengat Koalisi Merah Putih jelang Pilkada Bali 2024 berbanding terbalik dengan hasil poling warganet digagas akun @jurnalisrakyat. (Ilustrasi: Gung Kris)
BADUNG, Balipolitika.com- Mimih! (Terkejut) pasca pertemuan antara dua elit partai politik (Parpol) di Bali yakni, Ketua DPD PDI Perjuangan Bali, Wayan Koster alias KBS (Koster Bali Satu) dengan Ketua DPD Gerindra Bali, Made Muliawan Arya alias De Gadjah, ternyata menuai banyak respon warganet sehingga menginisiasi dibuatnya poling Pilkada Bali 2024 oleh akun Instagram (IG) @jurnalisrakyat, dikutip Jumat, 5 Juli 2024.
Pertemuan itu membuat semakin menyengatnya aroma Koalisi Merah Putih mengusung Pasangan Calon (Paslon) Tunggal Koster-Mulia melawan Kotak Kosong (Koko) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilakda) Bali 2024, di lain hal menariknya, poling yang dilakukan akun IG @jurnalisrakyat hasilnya justru di luar dugaan.
Selama 12 jam poling berjalan pasca dibuka ke publik pada, Kamis 4 Juli 2024, data menunjukan sebesar 77% warganet (rata-rata pengikut akun IG @jurnalisrakyat) condong memilih kotak kosong, sedangkan 23% warganet memilih duet Koster-Mulia pada poling di akun dengan 22 ribu pengikut tersebut.
Adanya rilis hasil poling warganet yang memilih untuk memenangkan kotak kosong ketimbang duet Koster-Mulia di Pilkada Bali 2024, dengan selisih persentase yang sangat jauh itu, menjadi sinyal pertanda bahwa gerakan Asal Jangan Koster bukan lagi sekedar isapan jempol semata, sebagai indaksi menandakan warganet atau masyarakat (krama) Bali saat ini sudah “Kedat” terhadap situasi politik di Pulau Dewata.
Sementara adanya wacana Koalisi Merah Putih mengusung paslon tunggal menjadi perumpamaan akan kehadiran fenomena kotak kosong di Pilgub Bali 2024, sempat diulas oleh tim redaksi Bali Politika di sejumlah materi pemberitaan sebelumnya tentang bagaimana gerakan kotak kosong dianggap akan menciderai kemajemukan proses demokrasi di Bali pasca euphoria Pilpres 2024 lalu.
Fenomena tersebut bagi Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Golkar, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra atau akrab disapa Gus Adhi menilai kotak kosong jangan dijadikan sebuah tradisi politik di Bali hanya karena sebuah ambisi semata, dengan cara-cara polarisasi politik sehingga memunculkan keterpaksaan masyarakat untuk memilih yang bukan pilihanya, dimana sejatinya setiap pelaksanaan Pilkada esensi dari sebuah proses demokrasi justru dengan kehadiran alternatif pilihan Paslon yang dapat dipilih oleh masyarakat itu sendiri.
“Ironis sekali kalau benar terjadi, jangan lagi ada masyarkat yang dikorbankan. Ini menjadi rambu-rambu bagi partai politik di Bali, bagaimana cara memberikan pendidikan politik yang sehat bagi masyarakat. Nikmati proses yang ada untuk mencapai tujuan yang sama dengan bersaing secara sportif, semua bisa terwujud dengan baik apabila pesta demokrasi di Bali dilakukan dengan cost politik yang rasional,” jelas Gus Adhi kepada Balipolitika.com.
Selain itu Gus Adhi juga berharap fenomena kotak kosong tidak terjadi di Pilkada Bali 2024, karena akan memberikan literasi politik yang tidak baik bagi masyarakat, masyarakat lebih permisif karena kotak kosong sangat identik dengan politik uang dan dianggap wajar dalam sistem pilkada demokratis yang kompetitif.
Sementara Ketua DPD Gerindra Bali, Made Muliawan Arya alias De Gadjah juga menolak adanya wacana kotak kosong di Pilgub Bali 2024, ia menakankan betapa pentingnya proses demokrasi sehat dalam melahirkan pemimpin Bali yang berkompeten di masa depan.
“Ah, nggak, demokrasi nggak berjalan kalau lawan kotak kosong,” tegasnya.
Namun, ia melihat adanya kemungkinan hal tersebut bisa saja terjadi, jika PDI Perjuangan bersedia bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang kemudian disebut-sebut sebagai Koalisi Merah Putih.
“Tapi kalau Merah dengan KIM koalisi, ya kotak kosong. Ya kan atur-atur aja yang mana terbaik untuk daerah ini, dia yang maju. Jadi kalau semua damai, pemilihan baik, kan bagus,” pungkasnya.
Ia mengingatkan pentingnya sinergi antara pusat dan daerah sangat perlu dilakukan dalam menentukan arah masa depan Bali, sehingga program-program presiden bisa berjalan dengan baik. (bp/gk)