Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

GPS: Pilih OTT Bendesa atau Ungkap Dugaan Korupsi Aset Pemprov Bali?

MISTERI: Sidang perdana OTT Bendesa Adat Berawa. (Sumber: Ken)

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Pasca digelarnya Sidang Perdana kasus dugaan Pemerasan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bendesa Adat Berawa I Ketut Riana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dengan agenda pembacaan dakwaan, Penasihat Hukum (PH) Terdakwa, Gede Pasek Suardika (GPS) mengungkapkan hal menarik melalui unggahannya di Media Sosial (Medsos), pada Kamis, 30 Mei 2024.

“Kasus ini cukup kilat karena setelah 21 hari sudah dilimpahkan dan belum genap sebulan sudah disidangkan. Kasus express ini berbanding terbalik dengan kasus OTT Imigrasi Bali yang tujuh bulan tidak ada kabar bahkan Tersangkanya tidak ditahan,” ungkap GPS.

Ia juga mengatakan, awalnya di publik didalilkan Terdakwa terlibat jual-beli lahan, tetapi kini berubah urusan perijinan investasi Akomodasi pariwisata, isu jual-beli lahan menyebabkan ketertarikan tentang lokasi investasi tersebut.

Dalam unggahannya GPS juga menyebut, investasi dalam kasus itu diduga dibangun di atas tanah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, dari fakta tersebut telah menggelitik pihaknya untuk mencari tahu lebih jauh, ditemukan fakta potensi kerugian negara yang dahsyat atas praktek sewa menyewa tanah rakyat Bali tersebut.

“Khusus kasus ini investornya bernama PT Berawa Bali Utama. Soal bagaimana praktiknya, biarlah disidang nanti akan kami coba ungkap,” jelas GPS.

Ia memaparkan, uang sewa yang masuk resmi ke Pemprov dengan permainan sewa-menyewa diluar itu sangat jauh sekali, praktik permainan memainkan aset Pemprov Bali ini sangat masif dan diperkirakan nilainya bisa mencapai ratusan miliar bahkan bisa jadi menyentuh triliunan rupiah.

“Sebab ada ratusan aset Pemprov Bali yang tersebar di seluruh Bali khususnya di daerah daerah pariwisata yang potensi dijadikan bancakan. Aset itu dipraktekkan awalnya diberikan kepada perusahaan tertentu atau yayasan tertentu. Namun, dengan bermodal perjanjian sewa itu kemudian mereka mengalihkan dengan sewa-menyewa dengan harga dan tarif pariwisata kepada orang asing maupun orang luar Bali,” paparnya.

GPS mengungakapkan bahwa harga sewanya sangat bombastis dan itu semua tidak masuk kas Pemprov Bali, tetapi dinikmati oleh mereka yang menyewakan, diduga hasilnya juga dinikmati oknum-oknum yang memiliki kewenangan untuk permasalahan itu.

“Jika memang mau jujur, sangat mudah membongkar megakorupsi ini karena prakteknya sama dan dengan dikenakan TPPU maka akan ketahuan kemana aliran uang hasil sewa tanah Pemprov Bali tersebut,” lanjutnya.

GPS menilai, dari OTT Bendesa Adat Berawa pihaknya mengetahui kalau sebenarnya tidak ada masalah jual-beli lahan seperti yang diramaikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, dari kasus tersebut justru kasus terungkap ada Aset Tanah Pemprov Bali diduga dijadikan bancakan ke PT Berawa Bali Utama untuk membangun Magnum Residence Berawa, kemudian nantinya dihuni untuk pembeli sewa apartemen yang mayoritas nantinya Warga Negara Asing (WNA).

“Ini baru satu petunjuk masih ada ratusan aset Pemprov Bali lainnya yang kemungkinan dikelola 11-12 caranya dan merugikan rakyat Bali. Adakah penegak hukum berani mengungkapkan hal ini? Kalau saya punya otoritas maka dengan cepat bisa diketahui dan dilakukan penanganannya. Karena jejak pembuktian kasus peralihan lahan itu sangat mudah dibuktikan,” tutup GPS. (bp/gk)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!