BAHAN OLOK-OLOK: “Spanduk ini sumbangan dari Semeton Pekerja Seni untuk mendukung Sri Wulandari Calon DPRD Denpasar Dapil Denpasar Selatan dari Partai Buruh nomor urut 2. Spanduk ini bukan hasil korupsi proyek tower BTS/pertanian,” bunyi spanduk yang menyentil Partai NasDem Bali dan terpasang di Jalan Hangtuah, Denpasar.
DENPASAR, Balipolitika.com- Masyarakat Indonesia, khususnya yang berdomisili di Pulau Dewata tentu ingat dengan 3.500 baliho dan spanduk yang dipamerkan para Calon Legislatif (Caleg) Partai Nasional Demokrat (NasDem) pada Pemilu 2019 silam.
Ribuan baliho dan spanduk yang dibangga-banggakan partai politik besutan Surya Dharma Paloh di Pileg 2019 silam bertuliskan “Spanduk Ini Bukan Hasil Korupsi”.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) NasDem Bali, Ida Bagus Oka Gunastawa pada Jumat, 26 Januari 2018 silam mengatakan bahwa spanduk-spanduk anti korupsi tersebut disebar di seluruh pelosok Pulau Dewata.
Terangnya, NasDem Bali menyebarkan lebih dari 3.500 spanduk bertuliskan soal perang terhadap korupsi sebagai bagian dari penegasan sikap anti korupsi.
“Semua tulisan dalam spanduk sama. Tulisannya ‘Spanduk Ini Bukan Hasil Korupsi’. Tema ini sama di seluruh pelosok Bali. Hanya saja gambar kadernya berbeda-beda. Semua anggota DPRD wajib mencetak spanduk dengan tulisan yang sama,” ujarnya lima tahun silam.
Lima tahun berlalu, kini “Spanduk Ini Bukan Hasil Korupsi” yang dipopulerkan NasDem Bali menjadi olok-olok jelang hari pencoblosan Rabu, 14 Februari 2024.
Olok-olok ini dikaitkan dengan status dua menteri dari Partai NasDem yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia, yakni Menteri Pertanian Indonesia ke-28 yang menjabat sejak tanggal 23 Oktober 2019 hingga 6 Oktober 2023, Prof. Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, S.H., M.Si., M.H.
Sebagaimana diketahui mantan Gubernur Sulawesi Selatan 2 periode (2008-2018) itu secara resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu, 11 Oktober 2023.
Syahrul Yasin Limpo dan dua anak buahnya, yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta jadi tersangka dugaan gratifikasi dan pemerasan dalam jabatan di lingkungan Kementan.
Mereka diduga menikmati uang panas senilai Rp13,9 miliar dari setoran yang dimintakan secara paksa ke sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di Kementan.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate yang juga politisi NasDem ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan menara BTS (Base Transceiver Station).
Johnny G. Plate ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Kominfo tahun 2020-2022. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 17 Mei 2023.
Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung RI, Johnny G. Plate didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp8,032 triliun.
Jika di Pemilu 2019, Caleg NasDem Bali bangga memasang alat peraga kampanye bertuliskan “Spanduk Ini Bukan Hasil Korupsi”, kini menyongsong Pemilu 2024 hal tersebut menyerang eksistensi mereka.
Salah satu olok-olok yang begitu terang-benderang dilakukan oleh caleg DPRD Denpasar Dapil Denpasar Selatan dari Partai Buruh nomor urut 2 bernama Sri Wulandari.
Dalam spanduk yang dipasang di kawasan Jalan Hangtuah, Denpasar, tepatnya di sebelah timur traffic light, caleg Partai Buruh Sri Wulandari memang tidak menulis bahwa yang “dicubit” adalah Partai NasDem, meski demikian sejumlah pengguna jalan langsung dengan mudah menghubungkan spanduk tersebut dengan “Spanduk Ini Bukan Hasil Korupsi” khas NasDem di Pemilu 2019 silam.
“Spanduk ini sumbangan dari Semeton Pekerja Seni untuk mendukung Sri Wulandari Calon DPRD Denpasar Dapil Denpasar Selatan dari Partai Buruh nomor urut 2. Spanduk ini bukan hasil korupsi proyek tower BTS/pertanian,” demikian bunyi spanduk tersebut.
Dikonfirmasi terkait spanduk Sri Wulandari yang seolah-olah mencubit para caleg NasDem Bali, Sekretaris Wilayah (Sekwil) DPW Partai Nasdem Bali, I Nyoman Winata menjawab santai.
“Tidak apa-apa, Kakak. Kami diajar untuk berpolitik suka cita, bukan bermusuhan dan saling menyerang atau menjelekkan, namun bekerja keras dan beradu gagasan untuk masyarakat,” ungkap I Nyoman Winata beberapa waktu lalu. (bp)