MEMBACA TRILOGI Ronggeng Dukuh Paruk adalah membaca sejarah Indonesia dalam konstelasi dukuh (dusun kecil) dan negara. Bagi Rasus, Dukuh Paruk adalah tanah air kecil yang bodoh, buta huruf, cabul, miskin dan melarat. Demikian pula puak Dukuh Paruk tidak tidak menyadari negara dan keindonesiaan. Trilogi ini tercangkok pada potongan sejarah nasional, kira-kira sejak kemerdekaan hingga masa permulaan Orde Baru. Kelahiran Srintil, Rasus dan kawan-kawannya adalah permulaan waktu cerita dan selesai ketika Srintil mencapai usia 24 tahun.
Buku pertama judulnya Ronggeng Dukuh Paruk berisi anak judul yaitu Catatan buat Emak. Ini bagian atau bab untuk Rasus. Pada bab ini dikisahkan, Dukuh Paruk kembali menemukan kekayaannya, yaitu lahirnya seorang ronggeng. Setelah sekian lama bertahun-tahun tidak tentu, pada akhirnya indang ronggeng menemukan tubuh pada bocah remaja belia perempuan bernama Srintil.
Masing-masing jilid trilogi Ronggeng Dukuh Paruk menghadirkan bencana sebagai takdir yang harus dijalani oleh seluruh puak, Sakariya, Kartareja, Santiyeb, Sakum. Bencana-bencana itu berfungsi episodik. Pada Catatan buat Emak, orang-orang Dukuh Paruk keracunan tempe bongkrek. Pada Lintang Kemukus Dini Hari, di luar pengetahuan mereka, Dukuh Paruk terseret peristiwa politik menjelang 1965, mengakibatkan dusun kecil ini hangus dan rata dengan tanah, dicap PKI. Pada Jantera Bianglala Srintil gila, setelah indang ronggeng meninggalkan dirinya dan ia semakin kuat membangun cita-cita menjadi perempuan somahan sejak bertemu Bajus (pimpinan proyek irigasi dari Jakarta), pengganti Rasus; namun kandas karena Bajus mengalami masalah kejantanan akibat kecelakaan saat bekerja di Proyek Bendungan Jatiluhur dan Srintil ia hanya digunakan untuk memikat bos pemenang tender proyek. Sakit jiwa bukan hanya derita yang dialami Srintil sorang diri tetapi derita seluruh puak Dukuh Paruk karena masa lalu Srintil sebagai ronggeng terkenal, mengahrumkan nama dukuhnya; memposisikan dirinya sebagai milik Dukuh Paruk. Ini menjadi alasan pada akhir bab Caatan buat Emak (Ronggeng Dukuh Paruk) Rasus menyerahkan Srintil kepada puaknya, pergi dari kehidupan orang-orang Dukuh Paruk, tentu setelah pada upacara wisuda seorang ronggeng, malam bukak kelambu, Rasus telah memerawani Srintil.
Dari rahim bencana keracunan tempe bongkrek lahirlah kedua tokoh cerita, Rasus dan Srintil. Sepasang bocah yatim piatu karena orang tua mereka terbunuh racun tempe bongkrek. Kakek nenek mereka mengasuh baik Rasus maupun Srintil.
Rasus dan Srintil sama-sama dibesarkan oleh kakek neneknya. Judul yang ditulis dalam tanda kurung, Catatan buat Emak, pada novel pertama adalah odipus kompleks. Anak laki-laki terobsesi ibunya. Bayangan Rasus terhadap ibunya ia temukan pada diri Srintil. Tapi Rasus bersaing dengan Dukuh Paruk karena indang ronggeng yang menemukan tubuhnya kelak menjadikan Srintil milik puaknya. Ia harus siap tidak bisa memiliki Srintil.
Ronggeng bukan hanya kesenian tetapi juga model prostitusi yang dilegitimasi secara ideologis dengan seperangkat sistem ritus yang menghubungkan hidup sehari-hari dengan alam pikiran bangunan dunia Ki Secamenggala yang tidak kasat mata. Pada buku pertama hubungan Dukuh Paruk dengan kebudayaan ronggeng diceritakan dengan sangat menarik dan terperinci, hidup, berpilin-pilin dengan deskripsi–deskripsi ekologi dan musim yang datang silih berganti di Dukuh Paruk. Buku pertama memberikan pandangan-pandangan yang baru tentang ronggeng dan berbagai persoalannya. Lahirnya ronggeng setelah indangnya menemukan tubuh Srintil, Dukuh Paruk telah lepas dari persoalan panjang, yaitu manakala sebuah dukuh tidak memiliki kesenian ronggeng dan sunyi tanpa suara calung. Tapi bagi Srintil dan Rasus, ini menimbulkan persoalan. Srintil tidak lagi bebas atas dirinya. Setelah ia diwisuda pada acara malam bukak kelambu, Srintil harus tunduk pada segala aturan ronggeng, termasuk melayani laki-laki yang mampu membayarnya mahal. Untuk hal ini, hidup Srintil dikelola oleh sepasang dukun ronggeng, Ki dan Nyai Kartareja. Srintil tidak hanya tidak bisa menikah (menjadi perempuan somahan) tetapi juga sistem peranakan-nya telah dibunuh oleh ramuan-ramuan yang diracik Nyai Kertareja. Seorang ronggeng pantang hamil, melahirkan, dan menyusui. Namun demikian, Srintil tetap memiliki keinginan menjadi perempuan somahan. Untuk sementara keinginan ini dilaksanakan dengan mengasuh Goder (anak tetangganya, Tampi), sebagaimana ia menjadi ibu yang diam-diam juga mencintai Rasus.
Rasus tentu tidak bisa dengan sepenuhnya rela menerima perempuan representasi ibunya sebagai ronggeng. Rasus juga tidak bisa menerima Srintil sepenuhnya sebagai perempuan yang dicintai karena sudah jelas ia adalah ronggeng, perempuan milik satu dukuh atau dusun dan harus siap melayani Hasrat birahi laki-laki dari luar dukuh yang sanggup membayar mahal. Novel jilid pertama ini menghadirkan dilema yang dialami Rasus. Pada bagian akhir Catatan buat Emak Rasus menemukan jawabannya sendiri, ke mana ibunya pergi dan di mana dikuburkan. Ibunya memang meninggal karena racun tempe bongkrek. Jazad ibunya tidak dikubur di manapun termasuk di Dukuh Paruk. Jazad ibunya di tidak dikuburkan tetapi dijadikan bahan untuk penelitian dan penyelidikan racun tempe bongkrek. Itulah akhir petualangan Rasus dalam menemukan ibunya.
Dengan itu novel jilid pertama ini sudah menjawab pencarian Rasus dan sekaligus menegaskan bahwa ia pun harus merelakan srintil menjadi ronggeng. Namun demikian, Srintil tetap membangun harapan untuk bisa bersuamikan Rasus, mengandung, melahirkan, menyusui, dan membesarkan anak-anak mereka. Tapi ini tidak pernah tercapai. Rasus masuk tentara dan bertugas di luar Dukuh Paruk. Selama Rasus meninggalkan Dukuh Paruk, Srintil menjalani hidup sendiri, bersama dunia ronggengnya, termasuk ketika terlibat dalam propaganda PKI melalui ronggeng sebagai kesenian rakyat, yang menyeret dirinya menjadi Tapol, mengalami stigamasi negatif sebagai PKI, berkenalan dengan Bajus yang memberi harapan bagi dirinya untuk menjadi perempuan somahan, nyatanya kandas! Selam aitu pula sesekali Rasus kembali ke Dukuh Paruk, seperti ketika neneknya meninggal. Ketika Rasus benar-benar kembali ke Dukuh Paruk, setelah pasukannya yang selama ini bertugas di Kalimantan ditarik ke Jawa, ia mendapatkan Srintil dalam keadaan gila.
Novel kedua yang berjudul Lintang kemukus Dini Hari adalah perjalanan Dukuh Paruk memasuki dunia politik dan pergolakannya tahun 1965. Walaupun pendukuhan ini tertutup dan tidak mengenal Indonesia, buta huruf, persepsi terhadap semesta Dukuh Paruk sebagai tanah airnya; pada akhirnya pergolakan politik melibatkan Dukuh Paruk, melalui ronggengnya yang diberi cap baru sebagai kesenian rakyat revolusioner. Pada bagian ini Lintang Kemukus Dini Hari dengan sangat klop menyajikan tipikal sejarah Indonesia tahun 1965. Kesenian ronggeng Dukuh Paruk mendapat panggung dan fungsi baru ketika Republik sedang hamil tua. Kesenian dilibatkan dalam pergolakan ideologi. Pergolakan ini melibatkan kesenian dan ronggeng diambil alih oleh PKI.
Bab 2 dari buku Ronggeng Dukuh Paruk adalah ketika puak Dukuh Paruk yang tidak tahu menahu tentang politik, ideologi harus menanggung kehancuran. Padukuhan ini dibakar karena dianggap berafiliasi dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Ini adalah bab yang merekam pergolakan politik Indonesia, semenjak Republik hamil tua sampai meletusnya tragedi 1965, memasuki masa penahanan dan pengucilan orang-orang yang terlibat PKI, termasuk rombongan ronggeng Dukuh Paruk. Pemilihan judul Lintang Kemukus Dini Hari adalah sasmita, suatu simbol alam semesta yang telah menjadi kebenaran. Munculnya lintang kemukus itu adalah pertanda sebuah tragedi akan menimpa bangsa Indonesia. Dukuh Paruk dibakar dan orang-orangnya dipenjara (walaupun pada akhirnya dibebaskan) dan terutama Srintil yang selama dua tahun ditahan, setelahnya menjalani wajib lapor. Ia menjadi tahanan politik perempuan dan menderita stigma negatif.
Pada buku kedua ini, Dukuh Paruk tidak lagi murni sebagai tanah air. Keindonesiaan sudah dihembuskan ke dalam dukuh ini. Walaupun demikian anggota puak tidak memahami benar-benar karena mereka semua buta huruf dan masih tetap ada di bawah dunia dan ideologi Ki Secamenggala.
Pada bab Jantera Bianglala juga menghadirkan sasmita alam pertanda buruk akan terjadi ketika bulan dikelilingi bianglala. Bagian ini menunjukkan pergolakan srintil setelah dia menjadi tapol. Ia masih menderita trauma namun perlahan bisa sembuh dengan hadirnya Bajus. Bajus hadir dalam pembangunan irigasi di Dukuh Paruk, sebagai representasi Indonesis Orde Baru. Srintil berharap dan memandang Bajus adalah laki-laki yang serius mencintainya tetapi ini tidak benar. Bajus tidak mungkin menikah dengan perempuan karena mengalami kecelakaan yang mengakibatkan disfungsi seksiual ketika bekerja di proyek Jatiluhur. Namun mengapa Bajus menyayangi Srintil dan memberi harapan. Bajus menggunakan srintil untuk mendapatkan proyek. Pada saat yang bersamaan ketika Srintil mulai memberi harapan dan meyakini bahwa Bajus adalah laki-laki yang serius akan mengawininya, Rasus muncul di dukuh paruk. Namun kasus tetap pada pendiriannya menyerahkan Srintil kepada laki-laki yang baik. Ketika srintil tahu apa maksud Bajus yang sebenarnya, Srintil gila. Pada saat inilah kemudian Rasus kembali bertugas di Jawa karena pasukannya ditarik dari Kalimantan. Novel ini diakhiri dengan pengalaman yang sangat tragis. Srintil dalam keadaan gila dan Rrasus membawanya ke rumah sakit jiwa. (*/bp)