DENPASAR, Balipolitika.com– Sejumlah fakta terkuak dalam sidang perkara pidana dengan terdakwa dr. Shillea Olimpia Melyta di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa, 18 Februari 2025.
Dipimpin oleh I Putu Agus Adi Antara, S.H., M.H, terdakwa dr. Shillea Olimpia Melyta menjalani agenda pemeriksaan terdakwa didampingi I Wayan “Gendo” Suardana, S.H., M.H, I Wayan Adi Sumiarta, S.H., M.Kn dan I Kadek Ari Pebriarta, S.H. dari Gendo Law Office.
Dalam persidangan tersebut, terdakwa banyak membantah keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP) saat proses penyidikan di Polsek Kuta Utara,
Terdakwa juga banyak membantah keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP) saat proses penyidikan di Polsek Kuta Utara.
Pertama, di BAP menerangkan bahwa dirinya tidak memiliki bukti tertulis persetujuan untuk pemberian obat-obatan tersebut.
Hal itu dikoreksi karena faktanya terdakwa sebelum memberikan obat melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada korban, dan semua tindakan sebelum diberikan obat ke korban.
Terdakwa juga sudah mendapatkan persetujuan secara lisan dan tertulis ditandatangani suami korban.
“Persetujuan ditandatangani oleh suami korban,” tegas terdakwa.
Kedua, terdakwa membantah keterangan di BAP yang menerangkan bahwa foto draft pengobatan tersebut bukan rekam medik, melainkan itu (foto, red) adalah corat-coret yang dibuat oleh terdakwa untuk mengingat obat-obat yang telah diberikan ke korban.
Faktanya, corat-coret itu bukan diberikan oleh terdakwa, melainkan difoto secara diam-diam oleh duami korban Jamie Irena Rayer-Keet.
“Tidak benar, itu (corat coret, red) difoto diam-diam,” jelas terdakwa.
Terdakwa mencabut keterangannya di BAP yang menerangkan bahwa pasien yang mengalami anafilatik tidak dapat ditangani di rumah pasien.
Terdakwa menggunakan keterangannya di persidangan bahwa keadaan korban bisa ditangani di rumah karena memang pada saat itu terdakwa melakukan pengobatan terhadap korban di mana kondisi korban tidak termasuk dalam kategori emergency dan tidak mengancam nyawa korban.
Kemudian Gendo bertanya kepada terdakwa mengenai keterangan terdakwa pada BAP.
“Apakah keterangan di BAP saudari yang menyatakan bahwa terdakwa menangani pasien saat itu walaupun secara aturan sudah tidak boleh dikarenakan permintaan dari pasien untuk dirawat di rumah?”
Terdakwa mengkoreksi jawabannya karena pelayanan yang diberikan kepada korban sudah sesuai aturan etika kedokteran dan sumpah sebagai dokter.
“Saya koreksi karena pelayan yang saya berikan sudah sesuai aturan, etika kedokteran, dan sumpah.” tegas terdakwa.
Selanjutnya, karena banyaknya keterangan di BAP yang dibantah terdakwa, Gendo kembali bertanya ke terdakwa, apakah saat pemeriksaan di kepolisian (Polsek Kuta Utara, red) ia didampingi penasihat hukum?
Tegas terdakwa menjawab tidak didampingi penasihat hukum, “Saya tidak didampingi penasihat hukum,” ungkapnya.
Atas banyaknya koreksi keterangan di BAP terdakwa tersebut, di persidangan terungkap bahwa dalam proses penyidikan di Polsek Kuta Utara terdakwa datang dan di-BAP tanpa didampingi penasihat hukum yang ia tunjuk.
Terdakwa baru didampingi oleh penasihat hukum saat persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar. (bp/ken)