DEMI BALI: Sosok Bupati Badung 2 periode (2015-2025) I Nyoman Giri Prasta, S.Sos bersanding dengan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerakan Indonesia Raya (DPD Gerindra) Provinsi Bali, Made Muliawan Arya, S.E., M.H. alias De Gadjah (Giri-Mulia) menyongsong Pilgub Bali 2024.
DENPASAR, Balipolitika.com- Jokowi Effect begitu kentara, khususnya dalam hajatan Pilpres 2024 yang dihelat, Rabu, 14 Februari 2024 lalu.
Hasilnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Paslon nomor urut 2 ini memperoleh 96.214.691 suara atau sekitar 58,58 persen dari seluruh suara sah nasional.
Sementara itu, pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mengantongi 40.971.906 suara atau sekitar 24,95 persen dari seluruh suara sah nasional.
Terakhir, capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengoleksi 27.040.878 suara atau sekitar 16,47 persen dari seluruh suara sah nasional.
Menyongsong Pilkada Serentak 2024, peran Presiden Joko Widodo ini dinilai banyak pihak akan tergeser.
Kondisi ini lantaran kursi kepresidenan akan resmi diduduki oleh Prabowo Subianto terhitung sejak pelantikan presiden terpilih pada 20 Oktober 2024 atau sebelum Pilkada Serentak berlangsung, Rabu, 27 November 2024.
Diketahui, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno sempat berstatemen bahwa fenomena Jokowi Effect wajar lantaran Jokowi saat ini masih berstatus sebagai presiden.
Ke depan, khususnya pasca 20 Oktober 2024, figur sentral bukan lagi Jokowi, melainkan Prabowo.
Kondisi ini secara otomatis akan berpengaruh pada seluruh pengambilan kebijakan di Republik Indonesia di mana Prabowo Effect dinilai akan lebih dominan, baik sebelum, saat pencoblosan, maupun saat pemimpin terpilih menjalankan roda pemerintahan ke depan untuk periode 2025-2030, tak terkecuali di Provinsi Bali yang berstatus “kandang banteng”.
Menyongsong pelantikan Presiden-Wakil Presiden Terpilih Pilpres 2024 pada Minggu, 20 Oktober 2024 yang seiring sejalan dengan pendaftaran pasangan calon Pilkada Serentak 2024 pada Selasa, 27 Agustus 2024 hingga Kamis, 29 Agustus 2024, Prabowo Effect dinilai akan semakin menguat.
Oleh sebab itu, banyak pihak menilai sebelum tahapan pendaftaran pasangan calon pada Selasa, 27 Agustus 2024 hingga Kamis, 29 Agustus 2024 lalu penelitian pasangan calon pada Selasa, 27 Agustus 2024 hingga Sabtu, 21 September 2024 serta penetapan pasangan calon pada Minggu, 22 September 2024 dinamika politik di Bali mengerucut kepada dua partai politik besar, yakni PDI Perjuangan dan Partai Gerindra.
Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, I Gusti Putu Artha menilai jika ingin pemimpin Bali ke depan produktif untuk Bali, maka bersatunya dua poros politik besar ini, yaitu PDI Perjuangan dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang dimotori oleh Partai Gerindra adalah sebuah keharusan.
Pasalnya, Prabowo Effect yang akan semakin menguat pasca pelantikan Presiden-Wakil Presiden Terpilih Pilpres 2024 pada Minggu, 20 Oktober 2024, diyakini akan membuat jagoan PDI Perjuangan sangat membutuhkan dukungan dari Partai Gerindra sebagai “jembatan emas” untuk memuluskan program-program kerja yang dirancang dalam rentang tahun 2025-2030.
“Jika ingin pemimpin Bali ke depan produktif untuk Bali- siapa pun orangnya- bersatunya dua poros politik besar PDI Perjuangan dan KIM adalah sebuah keharusan. Bali terlampau kecil dalam konteks politik di mata Jakarta. Turunkan ego jika sepakat,” pesan I Gusti Putu Artha beberapa waktu lalu.
Disodori pertanyaan siapa sebaiknya yang memimpin Bali? I Gusti Putu Artha menjawab jika pertanyaan itu diajukan kepadanya, maka jawabannya adalah pasangan mana yang mampu memaksimalkan dan membuat potensi Bali produktif.
Ungkapnya, potensi Bali bisa dimaksimalkan jika gubernur mendapat dukungan politik pemerintah pusat yang akan berkuasa sehingga proyek APBN bisa disedot ke Bali.
“Koster punya Jokowi, maka proyek-proyek besar bisa dibawa ke Bali. Mangku Pastika tak didukung Mega, maka jalan potong Buleleng-Mengwi ngadat menunggu restu pemerintah pusat yang berkuasa,” urai tokoh kelahiran 4 April 1966 itu.
“Dengan fakta itu, maka fakta bahwa Bali basis PDI Perjuangan tak bisa dibantah. Fakta juga bahwa PDI Perjuangan tak punya presiden (hasil Pilpres 2024, red). Jadi? Sekali lagi agar Bali dan kabupaten lain memperoleh manfaat maksimal dalam pembangunan, menyatunya kekuatan politik PDI Perjuangan dan KIM (Koalisi Indonesia Maju, red) adalah pilihan paling realistis untuk memenangkan Bali,” bebernya.
Tulis I Gusti Putu Artha, dalam konteks Pilgub 2024, jika I Nyoman Giri Prasta diusung PDI Perjuangan karena surveinya melesat tinggi, maka berkoalisi dengan KIM dengan memasang Muliawan Arya (De Gadjah) sebagai Calon Wakil Gubernur Bali adalah pilihan paling baik untuk Bali.
“Kompetisi akan berakhir dengan melawan kotak kosong. Legitimasi politik di akar rumput menguat, dukungan pemerintah pusat juga makin kokoh. Pemilukada murah. Pemilukada tak penuh ketegangan,” urai mantan politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu.
“Jika PDIP ngotot usung kandidat sendiri, maka pemimpin Bali relatif akan tak terkoneksi dengan presiden terpilih (pengalaman Mangku Pastika periode kedua, red). Sebaliknya jika pun Giri keluar PDIP dan masuk KIM, ia akan diganggu anggota DPRD yang mayoritas milik PDI Perjuangan. Gotong royong membangun Bali dengan melepas ego partai saatnya dikedepankan saat ini. Semua parpol harus bersatu agar akses di level kabupaten, provinsi, dan pusat produktif untuk Bali. Anda sepakat semeton?” tanya I Gusti Putu Artha.
Diketahui peluang bersatunya Bupati Badung 2 periode (2015-2025) I Nyoman Giri Prasta, S.Sos dengan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerakan Indonesia Raya (DPD Gerindra) Provinsi Bali, Made Muliawan Arya, S.E., M.H. alias De Gadjah (Giri-Mulia) di Pilgub Bali 2024, Rabu, 27 November 2024 disambut super antusias oleh masyarakat Bali.
Hal ini tampak dalam sodoran pertanyaan simulasi 2 pasangan yang dirilis lembaga survei Indikator berjudul “Peluang Menang Calon-Calon Gubernur Bali di Pilkada Bali” periode survei 29 April 2024 hingga 5 Mei 2024.
Menggunakan sampel sebanyak 1.100 responden dengan margin of error sekitar 3,4 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, sebanyak 72,0 persen mengunggulkan duet Giri-Mulia saat disodorkan pertanyaan seandainya pemilihan langsung Gubernur Bali dilaksanakan sekarang siapa yang akan ibu/bapak pilih di antara nama-nama pasangan berikut ini?
Adapun simulasi 2 pasangan ini menyodorkan nama I Nyoman Giri Prasta-Made Muliawan Arya versus Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Koster-Ace).
Hasilnya, Giri-Mulia meraih 72,0 persen, Koster-Ace 22,0 persen, dan 6,0 persen memilih tidak menjawab.
Peluang bersatunya I Nyoman Giri Prasta-Made Muliawan Arya atau familiar disebut paket Giri-Mulia disebut-sebut tidak terlepas dari fakta bahwa kondisi keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali yang sedang tidak baik-baik saja sepeninggal Gubernur Bali masa bakti 2018-2023 Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Koster-Ace) di mana terjadi defisit hingga Rp1,9 triliun.
Fakta ini diuraikan oleh Penjabat Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya dalam laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) di Sidang Paripurna DPRD Bali Senin, 25 Maret 2024 silam.
Utang pembangunan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) Klungkung senilai Rp1,5 triliun mempertegas “ketergantungan” Pemprov Bali terhadap pusat.
Lebih-lebih APBD Bali yang “krisis” kini dihadapkan pada pengeluaran wajib super besar pasca rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Demi keberlangsungan program-program yang dirancang Pemprov Bali serta memaksimalkan suntikan dana pemerintah pusat selama 5 tahun ke depan, paket Giri-Mulia dinilai paling pas untuk mengawal plus mewujudkan aspirasi rakyat Bali. (bp/ken)