DENPASAR, Balipolitika.com- Setelah GS dan KN ditetapkan sebagai tersangka, penyidik Unit V Satreskrim Polresta Denpasar melakukan penahanan terhadap keduanya karena terbukti memalsukan dokumen untuk menguasai tanah warisan Jeroan Belong secara ilegal.
Kasi Humas Polresta Denpasar AKP I Ketut Sukadi membenarkan penahanan GS dan KN.
Penahanan GS dan KN beber AKP I Ketut Sukadi dilakukan setelah pihak kepolisian menetapkan keduanya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyerobotan lahan di kawasan Jeroan Belong, Denpasar.
Dari 2 tersangka dimaksud, GS telah ditahan sementara KN masih menjalani serangkaian pemeriksaan intensif.
“GS yang ditahan mulai tadi malam. Untuk KN tidak dilakukan penahanan atas pertimbangan kemanusiaan karena yang bersangkutan sakit-sakitan,” pungkasnya.
Perkara ini mencuat setelah adanya laporan I Gusti Putu Oka Pratama Weda sebagai pewaris sah yang sejak lama memperjuangkan hak atas tanah leluhurnya yang dirampas.
Jro Komang Sutrisna, S.H., selaku kuasa hukum pelapor menegaskan bahwa langkah penyidik menetapkan tersangka adalah awal dari terbongkarnya praktik mafia tanah di lahan Jeroan Belong Denpasar.
Ini bukan hanya menyangkut tanah, ini soal penghancuran sejarah dan hak orang yang sah.
Dengan ditetapkannya dua tersangka, pihaknnya berharap juga agar dalang utama di balik skandal ini juga diungkap.
Jro Sutrisna mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan fakta adanya upaya pengambilalihan Nomor Obyek Pajak (NOP) sejak tahun 2014.
Saat itu, konflik perdata di pengadilan masih dalam tahap kasasi di mana putusan kasasi mengembalikan pada putusan pengadilan tingkat pertama.
Putusan tersebut mengakui sebagian gugatan pelapor dan keluarganya, serta sebagian dari tergugat.
Penggugat diakui sebagai ahli waris yang memiliki harta warisan di lahan Jeroan Belong Denpasar.
Namun, menurut Jro Sutrisna, fakta ini kemudian dibelokkan dan ada upaya pengambilalihan NOP secara diam-diam tanpa sepengetahuan keluarga pelapor.
Pihak lawan bahkan mengklaim telah memenangkan perkara, padahal kenyataannya tidak demikian.
Bebernya NOP atas nama keluarga pelapor dialihkan secara melawan hukum di mana para tersangka membuat surat keterangan yang bertentangan dengan fakta, lalu menggunakannya untuk mengambil alih NOP pelapor.
Mereka bahkan menyatakan keluarga pelapor tidak tinggal di Jeroan Belong Denpasar.
Beberapa pihak turut serta dalam pengambilalihan ini secara sepihak.
Akibatnya, NOP berhasil dialihkan atas nama salah satu tersangka dan dijadikan dasar untuk menerbitkan sertifikat hak milik di BPN Kota Denpasar.
Selanjutnya, setelah sertifikat hak milik yang diperoleh secara melawan hukum itu terbit, pelapor justru digugat dan akhirnya diusir dari tanah warisan leluhurnya melalui eksekusi oleh salah satu tersangka dan keluarganya.
Tegas Jro Sutrisna, fakta-fakta ini bukan sekadar sengketa tanah biasa, melainkan indikasi kuat adanya jaringan mafia tanah yang beroperasi dengan cara memanipulasi dokumen dan hukum.
Adapun GS dan KN berstatus tersangka sejak ditetapkan oleh Polresta Denpasar pada 14 Maret 2025 sebagaimana tercantum dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) No: B/540.k/III/2025/Satreskrim.
Mereka dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP Jo Pasal 55 KUHP tentang pemalsuan surat.
Sementara itu, laporan polisi atas kasus ini tercatat dengan nomor LP/B/209/V/2024/SPKT/POLRESTA DPS/POLDA BALI, tertanggal 24 Mei 2024. (bp/sat/ken)