KEMENANGAN Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47 pada tahun 2024 diprediksi akan berdampak signifikan terhadap perekonomian dunia plus berpotensi menciptakan hambatan investasi asing di Indonesia. Hal ini imbas kebijakan proteksionisme “Amerika First” yang diusung Donald Trump.
Kebijakan proteksionisme ala Donald Trump diprediksi akan berdampak pada banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pendekatan proteksionisme merupakan kebijakan yang mengutamakan kepentingan ekonomi domestik dan mendorong kebijakan yang menekan ketergantungan pada negara lain.
Kebijakan inilah yang akan menjadi tantangan awal yang perlu diwaspadai oleh negara kita.
Kebijakan Donald Trump ini akan berdampak pada perekonomian mengingat Amerika Serikat merupakan negara dengan ekonomi terbesar di dunia dengan produk bruto (PDB) sebesar US Dollar 27,4 triliun dan PDB per kapita US Dollar 82 ribu, sedangkan Indonesia baru memiliki PBD per kapita US Dollar 1,4 triliun dengan PBD per kapita US Dollar 4.900.
Sementara itu, ia membentuk departemen khusus, yakni Departemen Efisiensi Pemerintahan, untuk menjaga agar tidak ada kebijakan yang membebani aktivitas ekonomi dalam negeri.
Presiden Amerika Serikat itu juga menunjuk 2 pendukung dekatnya, yakni orang terkaya di dunia Elon Musk dan pengusaha bioteknologi sukses Vivek Ramaswamy untuk memimpin departemen ini menjalankan reformasi kebijakan.
Donald Trump menyatakan tekadnya untuk melindungi kepentingan Amerika Serikat dengan kebijakan proteksionisme dalam perdagangan untuk menekan inflasi.
Kementrian Keuangan Indonesia mencatat ada lima kebijakan yang kemungkinan akan diterapkan Donald Trump di periode kedua kepemimpinannya.
Di antaranya, penurunan pajak korporasi, ekspansi belanja, hingga proteksionisme dagang. Hal ini akar dari sikap proteksionisme yang diyakini dapat menyebabkan naiknya tarif terhadap negara-negara yang berdagang dengan Amerika Serikat.
Akibatnya harga-harga komoditas energi global bisa rendah seperti minyak, batu bara, dan gas yang berkontribusi pada penerimaan negara bukan pajak atau PNBP. Proyeksi tersebut telah menimbulkan dampak, bahkan sebelum Donald Trump resmi dilantik.
Kenaikan obligasi 10 tahun Amerika Serikat sebesar 4,4 persen menyebabkan dollar semakin perkasa. Imbasnya meluas, karena penggunaan kurs dollar melebihi 50 persen transaksi di seluruh dunia.
Menguatnya indeks Dollar Amerika Serikat, setelah terpilih kembalinya Donald Trump menyebabkan rupiah tertekan.
Selain itu kebijakan proteksionisme perdagangan internasional bisa merugikan Indonesia, salah satunya terkait potensi pengurangan jumlah ekspor.
Dampak Proteksionisme Donald Trump
Akan ada potensi pengurangan net export Indonesia karena Donald Trump akan menaikkan sekitar 10-20 persen tarif barang-barang impor yang masuk ke Amerika Serikat.
Pengurangan net export buntut kebijakan proteksionisme Donald Trump disebut akan berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan karena memiliki dampak yang cukup luas mulai dari pertumbuhan ekonomi yang melambat, meningkatnya defisit neraca perdagangan, depresiasi mata uang, hingga peningkatan kemiskinan di sektor-sektor yang bergantung pada ekspor.
Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk menjaga keseimbangan antara ekspor dan impor serta mengembangkan kebijakan yang dapat meningkatkan daya saing produk domestik, dan diversifikasi ekonomi.
Adanya capital outflow atau dollar pulang kampung Amerika Serikat wajib diwaspadai Indonesia. Hal ini dikarenakan Donald Trump berjanji untuk memberikan insentif sangat besar, seperti pemotongan pajak dan deregulasi bagi perusahaan multinasional Amerika bahkan investor asing untuk lebih berfokus mengembangkan barang atau jasanya di Amerika Serikat.
Insentif maupun kondisi ekonomi domestik di AS lebih menarik dibandingkan kondisi di negara berkembang seperti Indonesia, maka terjadi capital outflow.
Muaranya adalah ke pelemahan nilai tukar rupiah, perusahaan di Indonesia yang berutang dengan dollar akan semakin terbebani. Dampak jangka panjang yang ditakutkan adalah efisiensi perusahaan dengan PHK.
Kemenangan Donald Trump juga akan memengaruhi hubungan dagang Indonesia sebab proteksionisme ala presiden AS ini juga berpotensi dilakukan oleh negara-negara lain.
Hal ini akan membuat perdagangan internasional akan semakin menjauh dari semangat perdagangan bebas.
Jika nanti para mitra dagang Indonesia melakukan proteksionisme imbas dari kebijakan Donald Trump, kita akan semakin merugi.
Kebijakan perdagangan proteksionis Donald Trump juga berdampak pada hubungan dagang Amerika Serikat-China, yang membawa efek domino bagi Indonesia.
Jika perang dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas, permintaan China terhadap komoditas Indonesia seperti nikel, minyak sawit, dan batu bara dapat menurun drastis.
Seperti kita ketahui bersama China adalah konsumen terbesar untuk nikel Indonesia, terutama untuk produksi baterai kendaraan listrik.
Jika ekonomi China melemah akibat tekanan Amerika Serikat, permintaan nikel dan komoditas lainnya dari Indonesia terancam anjlok sampai titik terendah.
Kebijakan Donald Trump juga berpotensi memicu peningkatan harga barang dan inflasi di tanah air.
Hal ini terjadi karena kebijakan proteksionis yang membatasi impor atau menaikkan tarif barang impor dapat menyebabkan harga barang-barang tersebut menjadi lebih mahal di pasar domestik.
Dengan kata lain, ini mengarah pada inflasi yang menurunkan daya beli masyarakat, terutama untuk barang-barang yang tidak diproduksi do dalam negeri atau sulit diproduksi dengan harga bersaing. Inflasi yang tinggi menyebabkan penyakit dalam perekonomian, baik bagi rumah tangga maupun pelaku bisnis.
Kurs rupiah juga siap-siap tertekan pasca kemenangan dan pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat untuk kali kedua pasca dikalahkan Joe Biden.
Donald Trump menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi Amerika Serikat yang pro-pertumbuhan dapat mendorong penguatan ekonomi negara itu sehingga meningkatkan permintaan terhadap Dollar AS.
Namun, hal ini bisa berimbas pada depresiasi rupiah yang membuat impor Indonesia lebih mahal dan berisiko memicu imported inflation atau inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga barang impor.
Akibatnya, Bank Indonesia mungkin perlu melakukan intervensi untuk menstabilkan rupiah, sehingga membatasi kemampuannya untuk menurunkan BI rate yang dapat meningkatkan biaya pinjaman untuk bisnis dan konsumen di Indonesia.
Agar pemerintah dapat memahami apa itu kebijakan ekonomi yang efisien dan bisa membandingkannya antarnegara, Bank Dunia meluncurkan sederet indikator untuk menilai efisiensi kebijakan ekonomi, yaitu indikator Business Ready.
Indikator ini terdiri atas tiga pilar besar; kerangka regulasi, pelayanan publik, dan efisiensi pelaksanaan di mana ketiga pilar ini mengandung total 65 indikator untuk 10 variabel bisnis.
Jika diurutkan dari yang terlemah, Indonesia perlu mereformasi pilar efisiensi pelaksanaan kebijakan, diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan publik, dan kemudian penguatan kerangka regulasi.
Agar tetap relevan dalam geoekonomi dunia, Indonesia harus sensitif terhadap pergerakan episentrum geopolitik, terutama bilateral Amerika Serikat dan Tiongkok.
Perang ekonomi antarkedua negara yang terjadi sejak perang mata uang pada 2007, perang dagang pada 2017, dan kemungkinan akan berlanjut, membuat Indonesia harus mencari posisi netral tapi responsif terhadap perubahan.
Dari kombinasi geoekonomi dan geopolitik itu terdapat tiga indikator utama yang harus dijaga kestabilan relatifnya, yaitu laju inflasi, nilai tukar rupiah, dan kemandirian moneter.
Pondasi dari ketiga indikator ini adalah produktivitas ekonomi dalam negeri, khususnya penciptaan lapangan kerja dan investasi asing.
Jika ingin ekonomi tumbuh tinggi, yang terpenting adalah berfokus pada efisiensi kebijakan ekonomi, bukan pada pertumbuhan ekonominya.
Bagaimana cara Indonesia Menghadapi kebijakan proteksionis AS?
Dalam rangka mempertahankan stabilitas ekonomi, Indonesia perlu mempertahankan stabilitas ekonominya dengan mengontrol inflasi, menjaga keseimbangan neraca perdagangan, dan mempertahankan cadangan devisa yang memadai.
Soal diversifikasi ekspor, Indonesia perlu memperluas pasar ekspor ke negara-negara lain untuk mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika Serikat serta meningkatkan investasi di sektor-sektor strategis seperti infrastruktur, teknologi informasi, dan industri manufaktur.
Indonesia perlu terus mengawasi perkembangan perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina untuk mengantisipasi dampaknya sembari mengoptimalkan kerja sama regional dengan negara-negara ASEAN untuk meningkatkan daya saing dan menghadapi tantangan global.
Indonesia harus mengembangkan industri hilir meningkatkan nilai tambah produk domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Kesimpulannya, kebijakan Donald Trump memengaruhi perekonomian Indonesia. Kebijakan proteksionisme, perang dagang dengan Cina, dan kebijakan moneter AS berdampak pada perdagangan, investasi, dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS.
Kebijakan Donald Trump terkait perubahan iklim juga menambah dampak terhadap sektor energi Indonesia.
Menghadapi sederat tantangan global ini, Indonesia berpeluang survive jika sukses menyesuaikan diri dengan dinamika ekonomi yang terpampang di depan mata. (***)