DORONG PENETAPAN: Tim Hukum PHDI Bali saat menyambangi Ditreskrimum Polda Bali, Jumat, 26 Juli 2024. (Sumber: Tim Redaksi)
DENPASAR, Balipolitika.com- Pelapor Made Bandem Dananjaya didampingi Tim Hukum Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, kembali menyambangi Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali untuk menelusuri tindak lanjut laporan No: LP/B/524/IX/SPKT/POLDA BALI per tanggal 5 September 2022, mempertanyakan penetapan staus tersangka atas nama terlapor I Dewa Gede Ngurah Swasta alias Pelingsir Agung Putra Sukahet atau Bandesa Agung (Ketua MDA Bali) terkait dugaan kasus ujaran kebencian, pada Jumat, 26 Juli 2024.
Pelapor yang hadir bersama delegasi, Putu Wirata, Wayan Sukayasa, Made Dewantara Endrawan dan Made Suka Artha meminta kejelasan Polda Bali, terkait informasi Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) untuk memastikan keberlanjutan kasus tersebut yang telah ditandatangani Direskrimum Polda Bali, per 31 Mei 2023 lalu.
‘’Kami datang untuk mohon informasi tentang hasil penyelidikan, yang sebelumnya sesuai SP2HP ke-3 tertanggal 31 Mei 2023, Penyelidik berencana memeriksa ahli Bahasa Indonesia, yang ditandatangani oleh Penyelidik atas nama Direktur Reserse Kriminal Umum Plh (Pelaksana Harian, red) Kasubdit III. Selain itu, atas SP2HP 31 Mei 2023 tersebut, kami secara proaktif juga sudah berpartisipasi, mengusulkan nama Ahli Bahasa Indonesia yang kontekstual dengan keahlian tentang symbol agama Hindu dan juga terminologi-terminologi dalam Bahasa Bali,’’ ujar Putu Wirata.
Mewakili tim, Putu Wirata menerangkan bahwa pada 5 September 2022, Bandesa Agung alias Pelingsir Agung Putra Sukahet dilaporkan dengan sangkaan pelanggaran Pasal 156 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Pasal 156a KUHP, Pasal 160 KUHP dan Pasal 14 serta 15 UU No. 1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, dalam orasinya di Pura Ulun Danu Batur dinilai pihak pelapor mengandung ujaran kebencian, hasutan permusuhan, karena mengajak ‘Colek-Pamor’ (mengidentifikasi) orang yang sedang beribadah ke Pura, apakah penganut sampradaya atau bukan.
Terlapor juga mengatakan penganut sampradaya yang tidak mau Kembali ke ajaran Hindu dresta Bali agar ‘enyah dari Bali’ diucapkan terlapor pada tanggal 5 Juni 2022, dan videonya viral di media sosial.
“Setelah beredarnya video orasi terlapor, di media sosial lalu muncul narasi-narasi dari beberapa akun. Diantaranya adalah akun Facebook (Bramasta Bali, red) mengancaman untuk menjerat leher orang sampradaya bila sembahyang ke Pura,” lanjutnya.
Dikatakan tim hukum, akun FB Brahmastra Bali juga mengunggah status dengan narasi “tolong kontrol anggotanya Manggala Upacara. Yen nu bengkung, nu masi macelep ke Pura, siap-siap gen pas mare mesila bise baong kar mebangsot” dengan arti; tolong kontrol anggotanya Manggala Upacara, kalau masih bandel, masih juga masuk ke Pura siap-siap saja saat duduk bersila bisa lehernya akan dijerat.
Selain itu pihak pelapor juga mengindikasikan, dugaan ujaran kebencian yang diutarakan terlapor telah memicu akun FB lainnya, Deta Artista, mengomentari dengan kalimat “Bli sampunang je nganggen adan desa tyang, lek tyang nok, desa tyang di Manuaba, Tegalalang, Gianyar,” dengan tambagan kata warna merah bertulis ‘’USIR” diatas foto orang yang diduga bernama Manuaba.
Selanjutnya, tim juga menemukan bukti-bukti lainnya di medsos dari akun-akun yang mengajak ke tujuan kurang baik, melalui Wayan Sukayasa bukti-bukti tersebut sudah di print out (cetak), beberapa akun FB tersebut sudah diserahkan ke penyelidik, sebagai dukungan bukti-bukti lain.
‘’Kami juga sudah mendapat SP2HP tentang penyelidikan, dimana Pelapor sudah diperiksa dalam BAP, juga diperiksa dan di-BAP beberapa Saksi. Tinggal mendengar keterangan Ahli yang bisa membuat terang perkara yang dilaporkan. Dan kami sudah berkirim surat ke Polda Bali, mohon informasi tentang perkembangan penyelidikan laporan kami,’’ imbuh Sukayasa, sepulang dari Polda Bali bersama Tim Hukum yang lain. (bp/gk)