PILGUB Bali – Polemik jelang pencoblosan terjadi dan memanas di dua kubu Pilgub Bali, Mulia-PAS soal hibah & Koster-Giri soal beras.
PILKADA, Balipolitika.com – Masa tenang tampaknya tidak tenang bagi kedua paslon Pilgub Bali, baik Mulia-PAS maupun Koster-Giri.
Walaupun di debat terlihat masih kondusif, namun aksi saling serang dua paslon malah terjadi menjelang pencoblosan di Pilkada Bali 2024.
Terlihat dari masing-masing tim hukum paslon Gubernur Bali dan Wakil Gubernur Bali, sudah melayangkan laporan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Tim hukum paslon 01, Made Muliawan Arya dan Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS) melaporkan soal pencarian dana hibah hingga pengerahan ASN.
Sedangkan tim hukum paslon nomor urut 02, Wayan Koster dan I Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri) melapor terkait pasar beras yang bergambar paslon kubu lawan.
Tim Hukum Paslon 01 atau Legal Advokat Gadjah Agus Suradnyana (LAGAS), melaporkan tiga hal terkait dugaan pelanggaran.
Pertama terkait pencairan dana hibah Kabupaten Buleleng, Jembrana, Gianyar dan Klungkung pada 24 Oktober 2024.
Koordinator Tim Hukum LAGAS Fahmi Yanuar Siregar, mengatakan, tanggal 24 sudah ada jadwal kampanye.
Selain itu juga sudah ada surat edaran Mendagri, dan tertuang dalam peraturan Pemilu bahwa enam bulan sebelumnya tidak boleh ada pencairan dana hibah.
“Yang kedua terkait pertemuan calon nomor urut 2, dengan organisasi keagamaan, organisasi masyarakat, partai politik pendukung dan paguyuban pada tanggal 24 November 2024 di masa tenang,” paparnya.
Ketiga, tim hukum Mulia-PAS melaporkan dugaan pengerahan ASN untuk hadir di setiap TPS di setiap kabupaten/kota. “Perbuatan-perbuatan tersebut yang kami laporkan terkait adanya dugaan pelanggaran Pemilu,” jelasnya.
Setelah dari Bawaslu, pihaknya berencana melakukan atensi ke Polda Bali terkait adanya perbuatan dugaan pelanggaran pemilu oleh Koster-Giri.
Wakil Ketua LAGAS, I Ketut Reksa Wijaya menambahkan, pihaknya membawa beberapa bukti terkait dugaan pelanggaran tersebut.
Bukti tersebut, berupa tangkapan layar percakapan melakukan pertemuan, bukti pengerahan ASN, juga ada bukti surat pencairan dana atau SP2D, serta adanya surat tugas dari salah satu Sekretaris Daerah di wilayah Bali.
Sehari sebelumnya, tim hukum paslon Koster-Giri juga telah melayangkan laporan dugaan pelanggaran Pemilu ke Polda Bali dan Bawaslu Bali.
Tim hukum Koster-Giri berharap aparat hukum (TNI/Polri/Jaksa) bertindak preventif atau mencegah indikasi pelanggaran-pelanggaran masif yang akan mencederai Pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil).
Laporan oleh Sekretaris Tim Hukum Koster-Giri, I Gusti Agung Dian Hendrawan ke Polda Bali menyertakan sejumlah bukti-bukti dugaan pelanggaran berupa foto dan video.
Berdasarkan informasi masyarakat dan bukti-bukti terhimpun oleh Tim Hukum dan Advokasi Koster-Giri, sejak Sabtu 23 November 2024 sampai dengan pengajuan surat, dugaan pelanggaran Pilkada sudah terjadi di sejumlah daerah.
Ia menjelaskan, adapun fakta yang terlihat di lapangan terkait dugaan itu di antaranya berupa kegiatan pengiriman atau pengumpulan stok beras yang dugaannya akan siap edar kepada masyarakat.
Selain itu juga berupa pemberian kupon beras, dengan tercantum harga kupon yang sangat murah kepada masyarakat.
“Cara-cara seperti ini tentu harus terkualifikasikan sebagai suatu bentuk atau strategi terselubung untuk memberikan uang atau dalam bentuk materi lainnya guna dapat mempengaruhi masyarakat pemilih,” tegasnya.
Dari sejumlah bukti yang ada seperti dugaan pemberian uang, atau materi lainnya tersebut, juga terselip specimen surat suara bergambar pasangan calon.
Bagi dia, jelas dugaan perihal pemberian uang atau materi lainnya tersebut merupakan alat sebagai upaya untuk mempengaruhi pilihan pemilih pada Pilkada Serentak 2024.
Ia menegaskan, peristiwa tersebut menurut hukum, merupakan suatu bentuk dugaan pelanggaran Pilkada sebagaimana diatur Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota serta dalam Undang-undang Pilkada.
Aturan ini telah mengatur secara lengkap dan tegas, ketentuan mengenai larangan pemberian uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.
Selain itu, aturan tegas lainnya, yakni Pasal 66 ayat (1) dan (2) PKPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota:
“Dalam aturan itu, Calon, dan/atau tim Kampanye tidak boleh menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau pemilih,” katanya.
Selain Calon atau Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, lanjut dia, termasuk anggota Partai Politik Peserta Pemilu, dan relawan, atau pihak lain juga tidak boleh dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk.
Termasuk mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah, mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Selain itu juga Pasal 73 Undang-Undang Pilkada, bahwa calon dan/atau tim Kampanye tidak boleh menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih.
Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat kena sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota;
(3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum, tetap kena sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga tidak boleh dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu,” jelasnya. (BP/OKA)